Solok (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Solok, Sumatera Barat melalui bidang kesehatan masyarakat (Kesmas) meluncurkan gerakan protein hewani sebagai upaya mencegah peningkatan angka sunting di daerah itu.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Hartini di Solok, Jumat mengatakan Dinkes Kota Solok berupaya memperkenalkan kembali panduan isi piringku kepada masyarakat sesuai kelompok umur sebagai solusi pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Edukasi isi piringku dan demo masak tersebut diberikan oleh pelaksana gizi dan kader Posyandu yang langsung didengar dan dilihat oleh para ibu hamil serta orang tua bayi dan balita.
Terdapat banyak sumber makanan yang mengandung protein hewani dan zat besi yang dapat diperoleh dengan mudah misalnya pada daging merah, ayam, hati, ikan, telur dan susu terfortifikasi
“Kami mengharapkan kepada seluruh masyarakat terutama ibu hamil dan ibu menyusui untuk dapat menggerakkan kembali protein hewani untuk mencegah stunting," kata dia.
Sebagaimana diharapkan oleh pemerintah untuk tahun 2024 minimal stunting menempati angka 14 persen.
Kekurangan gizi kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun atau pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Sehingga perlu dilakukan kegiatan pemantauan pertumbuhan pada balita setiap bulan dan pemantauan perkembangan minimal dua kali setahun serta penanggulangan masalah gizi lainnya melalui pendekatan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Salah seorang tokoh masyarakat Lurah Tanjung Paku Yuhendri, mengapresiasi para petugas kesehatan dan tenaga (kader) Posyandu yang telah mempersiapkan peluncuran gerakan protein hewani.
Ia berharap selain kader dan petugas, semua pihak dapat bekerja sama dalam upaya pencegahan stunting.
Di samping itu, kasus stunting mencerminkan kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi kronis juga akan berdampak pada gangguan perkembangan.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Indonesia masih mencapai 21,6 persen.
Meskipun telah ada penurunan angka stunting sebanyak 2,8 persen dibandingkan data SSGI 2021 yang mencapai 24,4 persen, tetapi prevalensi tersebut masih lebih tinggi dibanding angka yang dianjurkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu di bawah 20 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dinkes Solok luncurkan gerakan protein hewani tekan laju stunting
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Hartini di Solok, Jumat mengatakan Dinkes Kota Solok berupaya memperkenalkan kembali panduan isi piringku kepada masyarakat sesuai kelompok umur sebagai solusi pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Edukasi isi piringku dan demo masak tersebut diberikan oleh pelaksana gizi dan kader Posyandu yang langsung didengar dan dilihat oleh para ibu hamil serta orang tua bayi dan balita.
Terdapat banyak sumber makanan yang mengandung protein hewani dan zat besi yang dapat diperoleh dengan mudah misalnya pada daging merah, ayam, hati, ikan, telur dan susu terfortifikasi
“Kami mengharapkan kepada seluruh masyarakat terutama ibu hamil dan ibu menyusui untuk dapat menggerakkan kembali protein hewani untuk mencegah stunting," kata dia.
Sebagaimana diharapkan oleh pemerintah untuk tahun 2024 minimal stunting menempati angka 14 persen.
Kekurangan gizi kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun atau pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Sehingga perlu dilakukan kegiatan pemantauan pertumbuhan pada balita setiap bulan dan pemantauan perkembangan minimal dua kali setahun serta penanggulangan masalah gizi lainnya melalui pendekatan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Salah seorang tokoh masyarakat Lurah Tanjung Paku Yuhendri, mengapresiasi para petugas kesehatan dan tenaga (kader) Posyandu yang telah mempersiapkan peluncuran gerakan protein hewani.
Ia berharap selain kader dan petugas, semua pihak dapat bekerja sama dalam upaya pencegahan stunting.
Di samping itu, kasus stunting mencerminkan kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi kronis juga akan berdampak pada gangguan perkembangan.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Indonesia masih mencapai 21,6 persen.
Meskipun telah ada penurunan angka stunting sebanyak 2,8 persen dibandingkan data SSGI 2021 yang mencapai 24,4 persen, tetapi prevalensi tersebut masih lebih tinggi dibanding angka yang dianjurkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu di bawah 20 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dinkes Solok luncurkan gerakan protein hewani tekan laju stunting