Padang (ANTARA) -
APBN merupakan bagian dari keuangan negara. Dalam teori anggaran terdapat beberapa pendapat mengenai anggaran. Burkhead and Winer mendefinisikan anggaran sebagai rencana pengeluaran dan penerimaan negara untuk tahun mendatang yang dihubungkan dengan rencana dan proyek-proyek untuk jangka waktu yang lebih lama. Sedangkan Welsch memberikan definisi anggaran belanja negara sebagai pedoman untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang termasuk belanja pegawai untuk jangka waktu tertentu, lazimnya satu tahun mendatang.
Tugas - tugas negara diselenggarakan demi kepentingan masyarakat (rakyat). Jadi masyarakat dibebani biaya untuk penyelenggaraan tugas itu. Itulah sebabnya masyarakat dikenakan pungutan berupa pajak, bea dan cukai dan pungutan lainnya. Untuk memperkirakan berapa besarnya iuran-iuran (pungutan) itu maka direncanakan anggaran pendapatan. Dari pendapat tersebut maka secara umum pengertian terhadap anggaran negara adalah untuk mewujudkan suatu rencana keuangan negara/pemerintah, mewujudkan suatu rencana pembangunan nasional, mewujudkan suatu rencana anggaran belanja negara mewujudkan suatu rencana anggaran pendapatan negara, berlaku selama satu tahun anggaran.
Pengertian secara khusus, dalam arti yang digunakan dalam praktek kenegaraan di Indonesia, maka pengertian anggaran negara yang selanjutnya disebut APBN dapat mengacu pada Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 (Perubahan), dimana dinyatakan bahwa, ”Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengertian pasal tersebut terdapat lima unsur dari APBN, yaitu APBN sebagai pengeloaan keuangan negara, APBN ditetapkan setiap tahun, yang berarti APBN berlaku untuk satu tahun, APBN ditetapkan dengan undang-undang, APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab, APBN ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Ini menunjukan peran ekonomi politik APBN).
APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan berasal dari perpajakan maupun non perpajakan, termasuk hibah yang diterima oleh pemerintah. Pengeluaran atau belanja adalah belanja pemerintah pusat dan daerah. Jika terjadi defisit, yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan, maka dicari pembiayaannya baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Terkait dengan pengelolaan APBN, semua penerimaan dan pengeluaran harus tercakup dalam APBN. Dengan kata lain pada saat pertanggungjawaban APBN, semua realisasi penerimaan dan pengeluaran dalam rekening-rekening khusus harus dikonsolidasikan ke dalam rekening BUN. Semua penerimaan dan pengeluaran yang telah dimasukkan dalam rekening BUN adalah merupakan penerimaan dan pengeluaran yang on-budget.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen utama kebijakan fiskal untuk mendorong pencapaian berbagai target pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu fungsi APBN sebagai alat menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Untuk itu kebijakan fiskal senantiasa diarahkan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan.Rendahnya kualitas belanja merupakan alasan utama penyebab gagalnya belanja pemerintah dalam memberikan multiplier effect bagi ekonomi Indonesia. Secara umum belanja negara memiliki tren meningkat secara nominal dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan pendapatan dan belanja.
Akhir tahun anggaran biasanya ditandai dengan peningkatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah. Pembayaran berbagai tagihan acap kali mengumpul di penghujung tahun anggaran. Penumpukan tagihan pada akhir tahun bisa dikatakan merupakan sebuah hal yang rutin terjadi. Meskipun telah dilakukan himbauan untuk melakukan belanja sedini mungkin, namun beberapa satuan kerja (satker) pemerintah masih memiliki kecenderungan untuk membelanjakan anggarannya menjelang tutup tahun anggaran.Peningkatan penarikan belanja di akhir tahun dilakukan mengingat anggaran yang tidak terserap akan kembali ke kas negara dan tidak bisa dibelanjakan lagi oleh pengguna anggaran. Sebagian masyarakat menganggap penarikan belanja tersebut merupakan indikasi pemborosan. Tidak sedikit pula yang menuding bahwa penyerapan anggaran di akhir tahun rawan terjadinya belanja fiktif. Beberapa pihak justru menyarankan bahwa anggaran yang tidak terserap lebih baik dikembalikan ke kas negara dari pada dibelanjakan secara serampangan demi mencapai target penyerapan.Namun benarkah pendapat tersebut?. Berbicara mengenai target penyerapan anggaran maka kita harus melihat fenomena tersebut secara utuh. Target penyerapan merupakan bagian kecil dari siklus anggaran dan berbicara penyerapan maka tahapan perencanaan dan tahap pelaksanaan anggaran memegang peran yang dominan.
Siklus anggaran dimulai dari tahap perencanaan sebagai titik pangkal. Dalam tahap perencanaan dapat dibedakan dalam tataran makro serta tataran mikro. Perencanaan anggaran pada pemerintah secara garis besar memiliki kemiripan dengan perencanaan anggaran pada sebuah rumah tangga. Pendapatan dan belanja merupakan dua sisi yang akan selalu ada dalam menyusun rencana penganggaran. Perbedaan mendasar antara anggaran rumah tangga dan pemerintah terletak pada sisi belanja. Pada perencanaan anggaran rumah tangga, besaran pendapatan merupakan penentu seberapa banyak belanja bisa dilakukan. Apabila pendapatan menurun maka belanja juga akan dikurangi. Begitu juga apabila pendapatan naik maka belanja juga akan meningkat termasuk menambah besaran pendapatan yang disisihkan sebagai tabungan.
Belanja pemerintah merupakan gabungan dari seluruh fungsi pemerintah yang dibiayai dari APBN. Apabila dirunut belanja yang tercantum dalam APBN, maka angka tersebut dihasilkan dari sebuah proses yang cukup panjang. Diawali dari usulan kegiatan dari masing-masing satker kemudian dikumpulkan di tingkat kementerian/lembaga, ditelaah dan disusun sesuai prioritas hingga terbentuk usulan belanja tingkat kementerian/lembaga sesuai pagu indikatif yang telah ditentukan.Pengesahan APBN merupakan awal dari pelaksanaan anggaran, pada tahap pelaksanaan anggaran belanja yang telah dialokasikan tidak selamanya harus habis sesuai pagu yang tersedia. Pergeseran anggaran dapat dilakukan dalam hal output atas sebuah kegiatan telah tercapai. Pelaksanaan anggaran sedini mungkin di awal tahun memungkinkan bagi satker untuk merevisi kelebihan dana yang dimiliki. Revisi tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan lain yang sebelumnya belum mendapatkan alokasi anggaran pada APBN. Memang merupakan hal yang susah-susah gampang bagi sebuah satker untuk "mengikhlaskan" kelebihan dananya untuk membiayai kegiatan di satker lain yang kekurangan. Faktor pimpinan baik menteri/pimpinan lembaga memegang peranan penting dalam mendorong satker untuk efisien dalam membelanjakan anggaran yang di miliki.
Dengan nilai belanja APBN pemerintah menetapkan total pagu belanja negara sebesar Rp3.106,4 triliun, yang terbagi untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.301, 6 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp804, 8 triliun pada tahun 2022, tentunya belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat untuk pembangunan di Indonesia secara sempurna. Namun efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan APBN menjadi salah satu upaya untuk menambah kegiatan-kegiatan yang sebelumnya belum mendapatkan alokasi pembiayaan dalam APBN.
Kembali ke pertanyaan, mengapa penyerapan harus maksimal? Jawabannya adalah sebagai usaha pencapaian target fiskal yang ditentukan. Tentunya penyerapan yang maksimal tersebut dilakukan bukan secara serampangan namun tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran. Secara makro target penyerapan maksimal merupakan sebuah prioritas. Sedangkan secara mikro pada level satker, pergeseran anggaran antar satker harus secara aktif dilakukan terutama bagi satker yang outputnya telah tercapai namun masih memiliki sisa anggaran.
Untuk mendorong percepatan belanja dan mewujudkan belanja yang lebih berkualitas dalam rangka mewujudkan ketahanan fiskal. Ada beberapa langkah untuk melaksanakannya. Langkah tersebut meliputi 6 hal yakni melakukan perbaikan perencanaan, mempercepat pelaksanaan program kegiatan proyek, mempercepat pengadaan barang dan jasa, serta mempercepat dan meningkatkan ketepatan penyaluran dana bansos dan bantuan pemerintah serta meningkatkan monitoring dan evaluasi serta pengawasan internal.
Penulis merupakan ASN Kanwil Ditjen Perbandaharaan Provinsi Sumatera Barat
APBN merupakan bagian dari keuangan negara. Dalam teori anggaran terdapat beberapa pendapat mengenai anggaran. Burkhead and Winer mendefinisikan anggaran sebagai rencana pengeluaran dan penerimaan negara untuk tahun mendatang yang dihubungkan dengan rencana dan proyek-proyek untuk jangka waktu yang lebih lama. Sedangkan Welsch memberikan definisi anggaran belanja negara sebagai pedoman untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang termasuk belanja pegawai untuk jangka waktu tertentu, lazimnya satu tahun mendatang.
Tugas - tugas negara diselenggarakan demi kepentingan masyarakat (rakyat). Jadi masyarakat dibebani biaya untuk penyelenggaraan tugas itu. Itulah sebabnya masyarakat dikenakan pungutan berupa pajak, bea dan cukai dan pungutan lainnya. Untuk memperkirakan berapa besarnya iuran-iuran (pungutan) itu maka direncanakan anggaran pendapatan. Dari pendapat tersebut maka secara umum pengertian terhadap anggaran negara adalah untuk mewujudkan suatu rencana keuangan negara/pemerintah, mewujudkan suatu rencana pembangunan nasional, mewujudkan suatu rencana anggaran belanja negara mewujudkan suatu rencana anggaran pendapatan negara, berlaku selama satu tahun anggaran.
Pengertian secara khusus, dalam arti yang digunakan dalam praktek kenegaraan di Indonesia, maka pengertian anggaran negara yang selanjutnya disebut APBN dapat mengacu pada Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 (Perubahan), dimana dinyatakan bahwa, ”Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengertian pasal tersebut terdapat lima unsur dari APBN, yaitu APBN sebagai pengeloaan keuangan negara, APBN ditetapkan setiap tahun, yang berarti APBN berlaku untuk satu tahun, APBN ditetapkan dengan undang-undang, APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab, APBN ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Ini menunjukan peran ekonomi politik APBN).
APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan berasal dari perpajakan maupun non perpajakan, termasuk hibah yang diterima oleh pemerintah. Pengeluaran atau belanja adalah belanja pemerintah pusat dan daerah. Jika terjadi defisit, yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan, maka dicari pembiayaannya baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Terkait dengan pengelolaan APBN, semua penerimaan dan pengeluaran harus tercakup dalam APBN. Dengan kata lain pada saat pertanggungjawaban APBN, semua realisasi penerimaan dan pengeluaran dalam rekening-rekening khusus harus dikonsolidasikan ke dalam rekening BUN. Semua penerimaan dan pengeluaran yang telah dimasukkan dalam rekening BUN adalah merupakan penerimaan dan pengeluaran yang on-budget.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen utama kebijakan fiskal untuk mendorong pencapaian berbagai target pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu fungsi APBN sebagai alat menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Untuk itu kebijakan fiskal senantiasa diarahkan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan.Rendahnya kualitas belanja merupakan alasan utama penyebab gagalnya belanja pemerintah dalam memberikan multiplier effect bagi ekonomi Indonesia. Secara umum belanja negara memiliki tren meningkat secara nominal dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan pendapatan dan belanja.
Akhir tahun anggaran biasanya ditandai dengan peningkatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah. Pembayaran berbagai tagihan acap kali mengumpul di penghujung tahun anggaran. Penumpukan tagihan pada akhir tahun bisa dikatakan merupakan sebuah hal yang rutin terjadi. Meskipun telah dilakukan himbauan untuk melakukan belanja sedini mungkin, namun beberapa satuan kerja (satker) pemerintah masih memiliki kecenderungan untuk membelanjakan anggarannya menjelang tutup tahun anggaran.Peningkatan penarikan belanja di akhir tahun dilakukan mengingat anggaran yang tidak terserap akan kembali ke kas negara dan tidak bisa dibelanjakan lagi oleh pengguna anggaran. Sebagian masyarakat menganggap penarikan belanja tersebut merupakan indikasi pemborosan. Tidak sedikit pula yang menuding bahwa penyerapan anggaran di akhir tahun rawan terjadinya belanja fiktif. Beberapa pihak justru menyarankan bahwa anggaran yang tidak terserap lebih baik dikembalikan ke kas negara dari pada dibelanjakan secara serampangan demi mencapai target penyerapan.Namun benarkah pendapat tersebut?. Berbicara mengenai target penyerapan anggaran maka kita harus melihat fenomena tersebut secara utuh. Target penyerapan merupakan bagian kecil dari siklus anggaran dan berbicara penyerapan maka tahapan perencanaan dan tahap pelaksanaan anggaran memegang peran yang dominan.
Siklus anggaran dimulai dari tahap perencanaan sebagai titik pangkal. Dalam tahap perencanaan dapat dibedakan dalam tataran makro serta tataran mikro. Perencanaan anggaran pada pemerintah secara garis besar memiliki kemiripan dengan perencanaan anggaran pada sebuah rumah tangga. Pendapatan dan belanja merupakan dua sisi yang akan selalu ada dalam menyusun rencana penganggaran. Perbedaan mendasar antara anggaran rumah tangga dan pemerintah terletak pada sisi belanja. Pada perencanaan anggaran rumah tangga, besaran pendapatan merupakan penentu seberapa banyak belanja bisa dilakukan. Apabila pendapatan menurun maka belanja juga akan dikurangi. Begitu juga apabila pendapatan naik maka belanja juga akan meningkat termasuk menambah besaran pendapatan yang disisihkan sebagai tabungan.
Belanja pemerintah merupakan gabungan dari seluruh fungsi pemerintah yang dibiayai dari APBN. Apabila dirunut belanja yang tercantum dalam APBN, maka angka tersebut dihasilkan dari sebuah proses yang cukup panjang. Diawali dari usulan kegiatan dari masing-masing satker kemudian dikumpulkan di tingkat kementerian/lembaga, ditelaah dan disusun sesuai prioritas hingga terbentuk usulan belanja tingkat kementerian/lembaga sesuai pagu indikatif yang telah ditentukan.Pengesahan APBN merupakan awal dari pelaksanaan anggaran, pada tahap pelaksanaan anggaran belanja yang telah dialokasikan tidak selamanya harus habis sesuai pagu yang tersedia. Pergeseran anggaran dapat dilakukan dalam hal output atas sebuah kegiatan telah tercapai. Pelaksanaan anggaran sedini mungkin di awal tahun memungkinkan bagi satker untuk merevisi kelebihan dana yang dimiliki. Revisi tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan lain yang sebelumnya belum mendapatkan alokasi anggaran pada APBN. Memang merupakan hal yang susah-susah gampang bagi sebuah satker untuk "mengikhlaskan" kelebihan dananya untuk membiayai kegiatan di satker lain yang kekurangan. Faktor pimpinan baik menteri/pimpinan lembaga memegang peranan penting dalam mendorong satker untuk efisien dalam membelanjakan anggaran yang di miliki.
Dengan nilai belanja APBN pemerintah menetapkan total pagu belanja negara sebesar Rp3.106,4 triliun, yang terbagi untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.301, 6 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp804, 8 triliun pada tahun 2022, tentunya belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat untuk pembangunan di Indonesia secara sempurna. Namun efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan APBN menjadi salah satu upaya untuk menambah kegiatan-kegiatan yang sebelumnya belum mendapatkan alokasi pembiayaan dalam APBN.
Kembali ke pertanyaan, mengapa penyerapan harus maksimal? Jawabannya adalah sebagai usaha pencapaian target fiskal yang ditentukan. Tentunya penyerapan yang maksimal tersebut dilakukan bukan secara serampangan namun tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran. Secara makro target penyerapan maksimal merupakan sebuah prioritas. Sedangkan secara mikro pada level satker, pergeseran anggaran antar satker harus secara aktif dilakukan terutama bagi satker yang outputnya telah tercapai namun masih memiliki sisa anggaran.
Untuk mendorong percepatan belanja dan mewujudkan belanja yang lebih berkualitas dalam rangka mewujudkan ketahanan fiskal. Ada beberapa langkah untuk melaksanakannya. Langkah tersebut meliputi 6 hal yakni melakukan perbaikan perencanaan, mempercepat pelaksanaan program kegiatan proyek, mempercepat pengadaan barang dan jasa, serta mempercepat dan meningkatkan ketepatan penyaluran dana bansos dan bantuan pemerintah serta meningkatkan monitoring dan evaluasi serta pengawasan internal.
Penulis merupakan ASN Kanwil Ditjen Perbandaharaan Provinsi Sumatera Barat