Padang Aro (ANTARA) - Kedua mata Fatih memerhatikan wajah-wajah asing yang duduk di depannya. Beberapa kali bocah 10 bulan itu mengalihkan pandangannya ke satu dua wajah para tamu yang sedang berbicara dengan nenek, kakek dan ibunya.
Di hadapan bocah laki-laki itu, terletak dua bungkus susu formula, multivitamin, dan telur. Makanan dan minuman bergizi itu merupakan bantuan dari pegawai Dinas Kominfo Solok Selatan yang diserahkan langsung oleh kepala Dinas Kominfo Solok Selatan, Firdaus Firman pada Jumat (14/10).
Muhammad Al-Fatih, anak pasangan Mira Santika (22) dan Adi Susanto (35), warga Koto Tinggi, Kecamatan Sangir, mengalami pertumbuhan badan yang lambat sehingga tidak sesuai dengan anak normal seusianya atau stunting. Fatih merupakan satu dari sekian kasus stunting di Solok Selatan.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi kasus stunting di Solok Selatan sebesar 24,5 persen, lebih tinggi dari prevalensi kasus stunting Provinsi Sumatera Barat yang berada di angka 23,4 persen.
Satgas Stunting Sumbar di Solok Selatan, Venny Gustiara Tanjung, menjelaskan stunting dampak dari kekurangan gizi dalam proses yang cukup lama di 1000 hari pertama kehidupan dan infeksi yang berulang akibat lingkungan yang tidak sehat. Stunting, bukan ukuran tumbuh anak yang pendek dari anak normal seusianya, tapi juga kecerdasan yang kurang.
Segi kesehatan, katanya hanya mempengaruhi 30 persen dari faktor penyebab stunting, sementara dari lingkungan, sanitasi, pola asuh mencapai 70 persen.
Ia mengumpamakan seorang bayi telah mendapat imunisasi, makan makanan yang sehat dan mendapat bio penambah darah namun jika sanitasi kotor itu masih sangat berpengaruh terhadap tumbung kembang anak karena rentan infeksi dan terkena bakteri.
"Jadi makanan yang dicerna tadi hanya untuk melawan bakteri bukan untuk pertumbuhan," katanya.
Anak-anak yang mengalami stunting, katanya sebagian besar berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi. Sehingga butuh kolaborasi, baik pemerintah, swasta, masyarakat untuk penanggulangannya.
Pemkab Solok Selatan edukasi masyarakat tentang stunting. (ANTARA/HO-Diskominfo Solok Selatan)
Bentuk TPPS
Pemerintah Kabupaten Solok Selatan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang berisikan berbagai stakeholder mulai dari perangkat daerah terkait, kecamatan, nagari, dan juga bekerja sama dengan Kementerian Agama setempat.
Bupati Solok Selatan Khairunas mengatakan bahwa penanganan stunting harus dilakukan sejak dini, mulai dari pendataan, pemantauan ibu hamil, pemberian asupan gizi keluarga, kesehatan reproduksi remaja, dan sosialisasi pola hidup sehat.
"TPPS bertugas melakukan pendampingan keluarga yang dilakukan oleh masing-masing jorong dengan berbagai kegiatan yang disiapkan oleh Dinas Kesehatan dan organisasi wanita," ujarnya.
Bersamaan dengan pembentukan tim ini, Solok Selatan juga menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat untuk penanggulangan stunting Rp2,5 miliar.
Solok Selatan, katanya optimis mampu menurunkan angka prevalensi stunting hingga di bawah 14 persen atau di bawah target nasional sesuai dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting dimana target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen pada 2024.
"Target nasional 14 persen dan Solok Selatan diupayakan bisa di bawahnya," ujarnya.
Ia menambahkan penurunan angka stunting sejalan dengan agenda Pemkab Solok Selatan untuk membangun sumber daya manusia yang berkarakter serta produktif dan kompetitif.
Menurut dia, sumber daya manusia yang unggul dibutuhkan persiapan salah satunya mengenai masalah stunting.
Dia menyebutkan, ada dua kecamatan menjadi sorotan karena sudah berada di zona merah prevalensi stunting, yaitu Sungai Pagu dan Sangir.
Kepala Perwakilan BKKBN Sumatera Barat Fatmawati mengatakan, tim yang sudah dibentuk juga harus menyasar remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui hingga anak berusia 0-59 bulan.
"upaya penurunan stunting harus dilakukan melalui kerja sama multisektor mulai dari pusat, daerah hingga nagari," katanya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Solok Selatan, Firdaus Firman (kiri) menyerahkan bantuan kepada keluarga yang memiliki anak stunting di Koto Tinggi, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, Jumat (14/10). (ANTARA/Joko Nugroho)
Bapak asuh stunting
Penanggulangan dan pencegahan kasus stunting, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun perlu kolaborasi banyak pihak untuk melahirkan generasi penerus yang sehat. Salah satu keterlibatan bisa melalui bapak asuh stunting.
Pola bapak asuh ini jalur yang diambil Dinas Komunikasi dan Informatika Solok Selatan sebagai bentuk peran dan empati organisasi perangkat daerah (OPD) dalam penanggulangan kasus stunting daerah itu.
Kepala Diskominfo Solok Selatan, Firdaus Firman mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan OPD terkait dan Satgas Penanggulangan Stunting Sumbar di Solok Selatan bantuan seperti apa yang bisa diberikan kepada keluarga dari anak stunting tersebut.
"Setelah kami koordinasi bahwa perlu adanya intervensi pemenuhan kebutuhan gizi, seperti vitamin, telur, dan susu. Nanti akan kami berikan setiap bulannya sesuai arah dari Satgas dan dinas terkait," katanya.
Penuntasan kasus stunting, katanya, merupakan tanggung jawab semua pihak. Selama ini pemerintah telah bekerja, Baznas sudah memberikan bantuan. OPD dan ASN, katanya juga bisa mengambil peran dengan menjadi bapak asuh.
"Langkah ini saya harap bisa menjadi pintu pembuka bagi teman-teman ASN dan OPD untuk ikut mengambil peran dalam menuntaskan kasus stunting ini," katanya.
Bantuan yang diberikan tersebut, katanya akan dilakukan secara berkelanjutan.
Selain pemenuhan gizi, kata Venny, bantuan sanitasi, seperti jamban juga harus menjadi perhatian. Lingkungan yang sehat sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. "Perilaku hidup bersih dan sehat sangat berpengaruh dalam menuntaskan kasus stunting," katanya.
Ia mengatakan, salah satu kendala penuntasan kasus stunting di Solok Selatan adalah kurang ratanya bantuan. "Pola bapak asuh stunting mungkin bisa menjadi solusi," ujarnya. (*)
Di hadapan bocah laki-laki itu, terletak dua bungkus susu formula, multivitamin, dan telur. Makanan dan minuman bergizi itu merupakan bantuan dari pegawai Dinas Kominfo Solok Selatan yang diserahkan langsung oleh kepala Dinas Kominfo Solok Selatan, Firdaus Firman pada Jumat (14/10).
Muhammad Al-Fatih, anak pasangan Mira Santika (22) dan Adi Susanto (35), warga Koto Tinggi, Kecamatan Sangir, mengalami pertumbuhan badan yang lambat sehingga tidak sesuai dengan anak normal seusianya atau stunting. Fatih merupakan satu dari sekian kasus stunting di Solok Selatan.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi kasus stunting di Solok Selatan sebesar 24,5 persen, lebih tinggi dari prevalensi kasus stunting Provinsi Sumatera Barat yang berada di angka 23,4 persen.
Satgas Stunting Sumbar di Solok Selatan, Venny Gustiara Tanjung, menjelaskan stunting dampak dari kekurangan gizi dalam proses yang cukup lama di 1000 hari pertama kehidupan dan infeksi yang berulang akibat lingkungan yang tidak sehat. Stunting, bukan ukuran tumbuh anak yang pendek dari anak normal seusianya, tapi juga kecerdasan yang kurang.
Segi kesehatan, katanya hanya mempengaruhi 30 persen dari faktor penyebab stunting, sementara dari lingkungan, sanitasi, pola asuh mencapai 70 persen.
Ia mengumpamakan seorang bayi telah mendapat imunisasi, makan makanan yang sehat dan mendapat bio penambah darah namun jika sanitasi kotor itu masih sangat berpengaruh terhadap tumbung kembang anak karena rentan infeksi dan terkena bakteri.
"Jadi makanan yang dicerna tadi hanya untuk melawan bakteri bukan untuk pertumbuhan," katanya.
Anak-anak yang mengalami stunting, katanya sebagian besar berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi. Sehingga butuh kolaborasi, baik pemerintah, swasta, masyarakat untuk penanggulangannya.
Pemerintah Kabupaten Solok Selatan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang berisikan berbagai stakeholder mulai dari perangkat daerah terkait, kecamatan, nagari, dan juga bekerja sama dengan Kementerian Agama setempat.
Bupati Solok Selatan Khairunas mengatakan bahwa penanganan stunting harus dilakukan sejak dini, mulai dari pendataan, pemantauan ibu hamil, pemberian asupan gizi keluarga, kesehatan reproduksi remaja, dan sosialisasi pola hidup sehat.
"TPPS bertugas melakukan pendampingan keluarga yang dilakukan oleh masing-masing jorong dengan berbagai kegiatan yang disiapkan oleh Dinas Kesehatan dan organisasi wanita," ujarnya.
Bersamaan dengan pembentukan tim ini, Solok Selatan juga menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat untuk penanggulangan stunting Rp2,5 miliar.
Solok Selatan, katanya optimis mampu menurunkan angka prevalensi stunting hingga di bawah 14 persen atau di bawah target nasional sesuai dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting dimana target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen pada 2024.
"Target nasional 14 persen dan Solok Selatan diupayakan bisa di bawahnya," ujarnya.
Ia menambahkan penurunan angka stunting sejalan dengan agenda Pemkab Solok Selatan untuk membangun sumber daya manusia yang berkarakter serta produktif dan kompetitif.
Menurut dia, sumber daya manusia yang unggul dibutuhkan persiapan salah satunya mengenai masalah stunting.
Dia menyebutkan, ada dua kecamatan menjadi sorotan karena sudah berada di zona merah prevalensi stunting, yaitu Sungai Pagu dan Sangir.
Kepala Perwakilan BKKBN Sumatera Barat Fatmawati mengatakan, tim yang sudah dibentuk juga harus menyasar remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui hingga anak berusia 0-59 bulan.
"upaya penurunan stunting harus dilakukan melalui kerja sama multisektor mulai dari pusat, daerah hingga nagari," katanya.
Penanggulangan dan pencegahan kasus stunting, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun perlu kolaborasi banyak pihak untuk melahirkan generasi penerus yang sehat. Salah satu keterlibatan bisa melalui bapak asuh stunting.
Pola bapak asuh ini jalur yang diambil Dinas Komunikasi dan Informatika Solok Selatan sebagai bentuk peran dan empati organisasi perangkat daerah (OPD) dalam penanggulangan kasus stunting daerah itu.
Kepala Diskominfo Solok Selatan, Firdaus Firman mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan OPD terkait dan Satgas Penanggulangan Stunting Sumbar di Solok Selatan bantuan seperti apa yang bisa diberikan kepada keluarga dari anak stunting tersebut.
"Setelah kami koordinasi bahwa perlu adanya intervensi pemenuhan kebutuhan gizi, seperti vitamin, telur, dan susu. Nanti akan kami berikan setiap bulannya sesuai arah dari Satgas dan dinas terkait," katanya.
Penuntasan kasus stunting, katanya, merupakan tanggung jawab semua pihak. Selama ini pemerintah telah bekerja, Baznas sudah memberikan bantuan. OPD dan ASN, katanya juga bisa mengambil peran dengan menjadi bapak asuh.
"Langkah ini saya harap bisa menjadi pintu pembuka bagi teman-teman ASN dan OPD untuk ikut mengambil peran dalam menuntaskan kasus stunting ini," katanya.
Bantuan yang diberikan tersebut, katanya akan dilakukan secara berkelanjutan.
Selain pemenuhan gizi, kata Venny, bantuan sanitasi, seperti jamban juga harus menjadi perhatian. Lingkungan yang sehat sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. "Perilaku hidup bersih dan sehat sangat berpengaruh dalam menuntaskan kasus stunting," katanya.
Ia mengatakan, salah satu kendala penuntasan kasus stunting di Solok Selatan adalah kurang ratanya bantuan. "Pola bapak asuh stunting mungkin bisa menjadi solusi," ujarnya. (*)