Jakarta (ANTARA) - Tersangka kasus korupsi suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel), Mardani H Maming resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada 27 Juni 2022 lalu. Ketua DPD PDIP Kalsel, ini didampingi kuasa hukum yakni eks Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) dan juga eks Wakil Wamenkumham Denny Indrayana.

Dikutip dari berkas permohonan praperadilan Bendum PBNU tersebut pada Rabu, (13/7/2022), selain BW dan Denny terdapat 26 kuasa hukum lainya. Dalam salinan berkas tersebut disebutkan bahwa 28 advokat dan konsultan hukum dalam hal ini memilih domisili hukum pada kantor Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU.

Dalam surat perlihal permohonan praperadilan tanggal 27 Juni 2022, ke 28 pengacara dan kuasa hukum mendampingi Mardani H Maming menandatangi surat tersebut. Surat itu sendiri ditujukan untuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 Bambang Widjojanto diketahui menjabat Wakil Ketua KPK saat zaman Abraham Samad menjadi Ketua KPK. BW menduduki kursi pimpinan KPK dari Desember 2011 hingga Februari 2015 dan bersuara lantang saat menetapkan tersangka KPK pada masa jabatanya.

"Saya sudah diuji di anggota profesi dan sekarang saya sedang dalam waktu cuti, jadi kalau saya ini (beracara) jadi saya cuti kalau saya hadapi kasus besar seperti ini," kata BW.

BW mengaku ada kepentingan yang jauh lebih besar dan yang harus dipertukarkan untuk maju mendampingi Mardani H Maming di praperadilan.

"Karena ada kepentingan yang jauh lebih besar yang harus dipertukarkan dan dipertaruhkan di situ, itu sebabnya dengan terhormat saya mengambil amanah atas penunjukan dari PBNU ini dan mari kita uji di lembaga praperadilan," kata  dia.

Ia  mengklaim perkara yang menjerat kliennya merupakan perkara bisnis.

"Ini isunya sebenarnya transaksi bisnis. Transaksi bisnis, under line-nya (garis bawahnya) itu bisnis," kata Bambang usai menghadiri sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh Mardani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis.

Namun, lanjut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru menduga Mardani melakukan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi.


Sementara itu, Denny Indrayana sendiri saat ini masih terganjal dalam kasus payment gateway. Denny sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka. Denny ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan sistem pembayaran paspor online (payment gateway) pada 2016.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam beberapa waktu lalu menegaskan kelanjutan kasus Payment Gateway yang menjerat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY Denny Indrayana berada dalam penyidikan Polri. 

Hal tersebut disampaikan oleh Ashari Syam merespon perkembangan kasus Payment Gateway yang dikabarkan telah dilimpahkan Bareskrim Polri dan ditangani Polda Metro Jaya serta Kejati DKI Jakarta.

"Jadi sekarang masih pemenuhan P19. Kalau semua sudah diperiksa, diberikan lagi ke kejaksaan," kata dia beberapa waktu lalu.


Menanggapi klaim tersebut, Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa, menegaskan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Mardani murni merupakan penegakan hukum.

"Kami tegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain selain murni penegakan hukum karena adanya kecukupan alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Ali.

Ia menyayangkan adanya pihak-pihak yang mencoba menggiring opini substansi perkara ini tanpa berdasarkan argumentasi hukum.

Oleh karena itu, Ali berharap bantahan tersebut tetap sesuai dengan koridor hukum.

"Sama-sama ikuti uji keabsahan syarat formal penyidikan perkara ini di depan persidangan yang terbuka untuk umum dimaksud," tambah dia.

 

Pewarta : Tri Meilani Ameliya
Editor : Ikhwan Wahyudi
Copyright © ANTARA 2024