Padang (ANTARA) - Pengusaha Keripik Sanjai di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat terpaksa membatasi produksi karena mahalnya harga minyak goreng dan ubi yang menjadi bahan pokok keripik di pasaran.
Beberapa tempat produksi Keripik Sanjai yang biasa disebut "Pondok Karupuak" terlihat tidak beraktifitas dan membatalkan pesanan para pedagang di pasaran serta berhenti sementara menerima ubi yang menjadi bahan dasar pembuatan makanan populer asal Kota Wisata itu.
"Dalam waktu normal biasanya kami memproduksi bisa lima kali dalam seminggu dengan membutuhkan minyak goreng hingga 40 kilogram setiap harinya, total habis 200 kilogram setiap pekan," kata seorang pengusaha Kerupuk Sanjai asal Bantodarano, Junaidi Petit (35) di Bukittinggi, Sabtu.
Ia menyebutkan 40 kilogram minyak goreng curah itu biasa dibeli dengan harga sekitar Rp400 ribu atau sekitar Rp9 ribu per liter dan menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi pengusaha Sanjai.
"Kini harganya jauh naik menjadi Rp800 ribu, itupun langka didapatkan hingga produksi bahkan hanya sekali seminggu, diperparah dengan mahalnya harga ubi yang semula hanya Rp100 ribu per karung ikut-ikutan naik jadi Rp200 ribu sekarungnya," kata Junaidi.
Menurutnya, ubi yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota itu mahal dan langka sebelum kasus minyak goreng saat ini terjadi.
"Jadi semakin berat perjuangan memproduksi Kerupuk Sanjai kini, sempat kami dibantu dengan minyak goreng bersubsidi dengan harga sekitar Rp15 ribu, itu masih ada keuntungan walaupun kecil, tapi kini dengan harga Rp20 ribu lebih per liter, kami tekor merugi tak sanggup berproduksi," kata dia.
Pengusaha dan pedagang Sanjai lainnya Apriyos Datuak Mangkuto (38) menambahkan tidak bisa memesan ubi sebelum memastikan ketersediaan minyak ada di Pondoknya.
"Beberapa pondok kerupuk memiliki kemampuan berbeda memproduksi, ada yang biasa 40 kilogram sehari ada yang mencapai 180 kilogram, ubi hanya bisa dipesan jika minyak goreng sudah pasti tersedia karena ubi hanya bisa bertahan paling lama dua hari setelah dipesan," kata dia.
Ia mengatakan bisa saja Kerupuk Sanjai menjadi makanan langka dan sangat mahal di kemudian hari jika harga dan kelangkaan minyak goreng dan ubi tidak menemukan solusi permasalahan.
"Bukan tidak mungkin Keripik Sanjai hilang di seluruh pasaran, apalagi jelang Ramadhan ini dan menuju lebaran nanti ketersediaan minyak goreng lebih dibutuhkan, kami hanya bisa menunggu harga minyak turun dan mudah didapatkan," kata dia.
Menurutnya, Pedagang Keripik Sanjai yang lebih besar kemungkinan bertahan saat ini hanyalah pelaku usaha dengan modal besar atau pengusaha yang sekaligus menjual hasilnya langsung di Pondok Karupuak.