Malang, (Antara) - Ketua Bidang Kesejahteraan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Syafiq Mughny menyatakan Muhammadiyah bukan tidak mengenal tasawuf, bahkan ada anggapan kering spiritual karena tidak memiliki media untuk mengekspresikan spiritualitasnya. "Memang ada pandangan sebagian pihak bahwa Muhammadiyah tidak seperti praktik beraga kelompok lainnya, Muhammadiyah sering dianggap kering spiritual," kata Prof.Dr. Syafiq Mughny dalam acara Kajian Ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) di Universitas Muhammadiyan Malang (UMM), Sabtu. Menurut Syafiq, ada tren kekeringan spiritual pada masyarakat modern sehingga memunculkan pencarian ke arah tasawuf. Dan, tasawuf modern itu adalah tasawuf berkemajuan. Tasawuf berkemajuan, kata dia, adalah tasawuf yang bukan berorientasi pada kekeramatan, tetapi pada perbuatan nyata, bukan berhenti pada kenikmatan spiritual, melainkan harus memajukan umat, humanis, serta memberikan pertolongan tanpa pandang bulu. Bahkan, lanjut dia, tokoh Muhammadiyah Buya Hamka secara tegas menyebut terminologi tasawuf modern yang mengarah pada mensucikan diri, membersihkan hati, dan bersikap asketis serta humanis. Sementara itu, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga sekaligus pengamat sosial keagamaan Prof. Abdul Munir Mulkhan mengatakan dalam kepeloporan menolong umat, keteladanan pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan layak menjadi perhatian bangsa ini. Berdasarkan penelitian Abdul Munir Mulkhan pada dokumen-dokumen sejarah, Kiai Haji Ahmad Dahlan sudah mulai membangun basis pengetahuan dengan mengembangkan penafsiran Alquran, menerbitkan kitab suci dalam bahasa lokal (Jawa), selain khotbah berbahasa lokal. Bersamaan dengan itu juga dilakukan optimalisasi fungsi sosial masjid, mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda agar membangun musala di tempat-tempat umum. Kiai Haji Ahmad Dahlan, kata dia, juga memelopori pengelolaan haji, mengembangkan program guru desa dan guru keliling yang sekarang dikenal sebagai pengajian, kemudian dikenal sebagai mubalig atau dai, di tempat-tempat umum pada saat sosialisasi ajaran Islam selama ini hanya terbatas di masjid dan pesantren, kini guru jemput bola. Akibat cara dakwah seperti itulah, kata Munir, Muhammadiyah tidak jarang dicap sebagai Kristen alus karena kegiatan sosialnya mirip orang Kristen. Dahlan dituduh melecehkan kitab suci dan masjid karena di-Melayu-Jawa-kan, tempat suci dipakai ceramah dan berbagai cemooh lainnya. Akan tetapi, kata dia, sekarang tidak ada yang menolak pendidikan, yang dahulu dipelopori gerakan ini dengan akibat aktivis gerakan ini mulai kesalip. "Secara kultural, umat negeri ini adalah pengikut Muhammadiyah tanpa kartu walaupun secara lahir membenci gerakan ini," katanya menandaskan. Sementara itu, A. Malik Fadjar mengemukakan bahwa Muhammadiyah harus konsisten membangun komunitas yang uswah khasanah dengan langkah-langkah yang konkret. "Persoalannya bagaimana membangun kehidupan yang dibarengi dengan keteladanan. Muhammadiyah harus memberi teladan di tengah anomali politik, sosial, ekonomi seperti saat ini," ujar mantan rektor UMM tersebut. (*/sun)

Pewarta : 22
Editor :
Copyright © ANTARA 2024