Padang (ANTARA) - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merantau memiliki arti berlayar ataupun mencari penghidupan di tanah rantau atau pergi ke negeri lain untuk mencari penghidupan, ilmu, dan sebagainya. Merantau merupakan suatu tradisi yang menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa tradisi merantau dalam Minangkabau sudah berkembang sejak abad ke-7 masehi, dan pada abad ke-14 tradisi merantau ini dimulai ketika terjadinya migrasi besar-besaran yang dilakukan masyarakat Minangkabau hingga melintasi Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya. Tradisi merantau sudah dilakukan sejak zaman dahulu dan budaya ini masih dipertahankan sampai sekarang.
Adapun kebiasaan merantau yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau diadaptasi dari pepatah Minang yang berbunyi:
Karatau madang di hulu
Babuah babungo balun
Marantau Bujang dahulu
Di rumah baguno balun
Yang berarti bahwa pemuda-pemudi di Minangkabau disarankan untuk merantau karena mereka dianggap masih belum bisa memberi manfaat besar di kampung halaman mereka. Makna merantau bukan berarti untuk mengusir mereka dari tanah kelahirannya, namun bertujuan untuk memperluas pengetahuan seseorang dengan cara bepergian ke tempat lain dan diharapkan dengan bepergian tersebut, ia dapat mengambil pelajaran baik dari sana.
Tradisi merantau yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau ini tentu dilakukan dengan persiapan yang matang dan dengan mempertimbangkan segala aspek, dan ketika mereka sudah sampai di daerah tujuan, orang Minangkabau akan selalu memegang prinsip “Dima bumi dipijak di situ langik di junjuang” yang berarti mereka harus dapat beradaptasi dengan kehidupan maupun masyarakat yang ada di daerah baru tempat mereka merantau, pepatah inilah yang menjadi prinsip para perantau agar mereka dapat menyesuaikan diri di perantauan.
Dalam tradisi merantau tentu ada hal - hal positif yang dapat dipelajari oleh seorang perantau yaitu
Belajar Hidup Mandiri
Merantau merupakan suatu keputusan oleh seseorang yang ingin mencoba keluar dari “safe-zone”-nya dan mencoba untuk hidup dengan suasana yang berbeda dari daerah asalnya. Maka dari itu seseorang yang memutuskan untuk pergi merantau harus siap dengan segala resiko yang ada dan segala persiapan harus disiapkan sendiri dan dipikirkan secara matang, dan hal ini tentu sangat berbeda ketika masih berada di kampung halaman. Ketika masih berada di kampung halaman, segala sesuatu masih dilakukan dan dibantu oleh orang tua, jika kita terus berlama-lama seperti ini tentu seseorang tidak akan bisa mandiri dan hanya bergantung pada orang tua. Nah, dengan ajang merantau inilah tingkat kemandirian seseorang akan diuji, apakah seseorang bisa survive di daerah perantauan atau malah sebaliknya?
Belajar Menghargai Keanekaragaman Budaya Lain
Merantau merupakan suatu tradisi dimana seseorang keluar dari daerah asalnya menuju daerah lain tempat tujuannya. Ketika seseorang sudah sampai di daerah tujuan, tentu ia dituntut harus belajar hal-hal baru yang berbeda dari yang sebelumnya ketika masih berada pada daerah asal. Dalam proses pembelajaran terhadap hal-hal baru ini lah seseorang juga bisa memahami apa itu perbedaan, sehingga memunculkan adanya sikap toleransi. Berbeda dengan seseorang yang seumur hidupnya hanya berada di daerah asal atau bisa disebut dengan kampung, tingkat toleransi mereka bisa dibilang rendah dan sikap mereka yang masih konservatif karena mereka hanya terpaku pada daerah asal mereka karena belum pernah mempelajari bagaimana budaya - budaya luar yang tentu berbeda dengan budaya yang ada di daerah mereka.
Membuka Peluang Untuk Memperbaiki Tingkat Ekonomi Seseorang
Dalam tradisi merantau, tentu ada faktor pendorong bagi seorang perantau untuk meninggalkan kampung halamannya. Salah satu faktor pendorong yang paling utama yaitu faktor ekonomi, dimana seseorang memiliki kesulitan ekonomi ketika berada di kampung halaman, dan dengan melakukan perantauan diharapkan seseorang dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Masyarakat Minang sendiri memegang prinsip “tidak akan pulang sebelum memperoleh sesuatu”. Oleh karena itu banyak orang-orang Minangkabau yang berada di perantauan yang memulai usaha dari nol dengan bermodalkan kegigihan dan keuletan sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat membuahkan suatu hasil yang dapat mengubah ekonomi mereka serta hasil tersebut bisa mereka bawa ke kampung halaman.
Dapat Melihat Perkembangan Daerah Lain dan Menerapkannya di Daerah Asal
Seorang perantau yang baik adalah seorang perantau yang dapat mengambil hal-hal positif dari daerah perantauannya kemudian menerapkannya ke daerah asal dan membangun kembali nagari-nya. Karena merantau yang dilakukan oleh seseorang bukanlah tanpa sebab, seorang perantau tentu memikul tanggung jawab bagi diri sendiri maupun bagi daerah asal. Ketika seorang perantau berada di daerah perantauan-nya, tentu ia melihat berbagai perbedaan yang bahkan perbedaan tersebut memiliki suatu kemajuan yang lebih jauh dari yang ada di kampung halamannya. Seperti infrastruktur yang jauh lebih baik, dimana saluran irigasi lancar, fasilitas umum berjalan dengan baik, pembangunan berjalan lancar, dll. Hal tersebutlah yang dituntut dan yang harus dipahami oleh seorang perantau, agar bisa menerapkannya ke kampung halaman, dan hal tersebut tentu bukan tanpa alasan, yaitu agar kampung halaman mereka bisa lebih baik dari yang sebelumnya karena menerapkan hal-hal positif yang ada di daerah lain ke daerah asal mereka.
Penulis merupakan Mahasiswi Hubungan Internasional, Universitas Andalas
Catatan sejarah menunjukkan bahwa tradisi merantau dalam Minangkabau sudah berkembang sejak abad ke-7 masehi, dan pada abad ke-14 tradisi merantau ini dimulai ketika terjadinya migrasi besar-besaran yang dilakukan masyarakat Minangkabau hingga melintasi Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya. Tradisi merantau sudah dilakukan sejak zaman dahulu dan budaya ini masih dipertahankan sampai sekarang.
Adapun kebiasaan merantau yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau diadaptasi dari pepatah Minang yang berbunyi:
Karatau madang di hulu
Babuah babungo balun
Marantau Bujang dahulu
Di rumah baguno balun
Yang berarti bahwa pemuda-pemudi di Minangkabau disarankan untuk merantau karena mereka dianggap masih belum bisa memberi manfaat besar di kampung halaman mereka. Makna merantau bukan berarti untuk mengusir mereka dari tanah kelahirannya, namun bertujuan untuk memperluas pengetahuan seseorang dengan cara bepergian ke tempat lain dan diharapkan dengan bepergian tersebut, ia dapat mengambil pelajaran baik dari sana.
Tradisi merantau yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau ini tentu dilakukan dengan persiapan yang matang dan dengan mempertimbangkan segala aspek, dan ketika mereka sudah sampai di daerah tujuan, orang Minangkabau akan selalu memegang prinsip “Dima bumi dipijak di situ langik di junjuang” yang berarti mereka harus dapat beradaptasi dengan kehidupan maupun masyarakat yang ada di daerah baru tempat mereka merantau, pepatah inilah yang menjadi prinsip para perantau agar mereka dapat menyesuaikan diri di perantauan.
Dalam tradisi merantau tentu ada hal - hal positif yang dapat dipelajari oleh seorang perantau yaitu
Belajar Hidup Mandiri
Merantau merupakan suatu keputusan oleh seseorang yang ingin mencoba keluar dari “safe-zone”-nya dan mencoba untuk hidup dengan suasana yang berbeda dari daerah asalnya. Maka dari itu seseorang yang memutuskan untuk pergi merantau harus siap dengan segala resiko yang ada dan segala persiapan harus disiapkan sendiri dan dipikirkan secara matang, dan hal ini tentu sangat berbeda ketika masih berada di kampung halaman. Ketika masih berada di kampung halaman, segala sesuatu masih dilakukan dan dibantu oleh orang tua, jika kita terus berlama-lama seperti ini tentu seseorang tidak akan bisa mandiri dan hanya bergantung pada orang tua. Nah, dengan ajang merantau inilah tingkat kemandirian seseorang akan diuji, apakah seseorang bisa survive di daerah perantauan atau malah sebaliknya?
Belajar Menghargai Keanekaragaman Budaya Lain
Merantau merupakan suatu tradisi dimana seseorang keluar dari daerah asalnya menuju daerah lain tempat tujuannya. Ketika seseorang sudah sampai di daerah tujuan, tentu ia dituntut harus belajar hal-hal baru yang berbeda dari yang sebelumnya ketika masih berada pada daerah asal. Dalam proses pembelajaran terhadap hal-hal baru ini lah seseorang juga bisa memahami apa itu perbedaan, sehingga memunculkan adanya sikap toleransi. Berbeda dengan seseorang yang seumur hidupnya hanya berada di daerah asal atau bisa disebut dengan kampung, tingkat toleransi mereka bisa dibilang rendah dan sikap mereka yang masih konservatif karena mereka hanya terpaku pada daerah asal mereka karena belum pernah mempelajari bagaimana budaya - budaya luar yang tentu berbeda dengan budaya yang ada di daerah mereka.
Membuka Peluang Untuk Memperbaiki Tingkat Ekonomi Seseorang
Dalam tradisi merantau, tentu ada faktor pendorong bagi seorang perantau untuk meninggalkan kampung halamannya. Salah satu faktor pendorong yang paling utama yaitu faktor ekonomi, dimana seseorang memiliki kesulitan ekonomi ketika berada di kampung halaman, dan dengan melakukan perantauan diharapkan seseorang dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Masyarakat Minang sendiri memegang prinsip “tidak akan pulang sebelum memperoleh sesuatu”. Oleh karena itu banyak orang-orang Minangkabau yang berada di perantauan yang memulai usaha dari nol dengan bermodalkan kegigihan dan keuletan sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat membuahkan suatu hasil yang dapat mengubah ekonomi mereka serta hasil tersebut bisa mereka bawa ke kampung halaman.
Dapat Melihat Perkembangan Daerah Lain dan Menerapkannya di Daerah Asal
Seorang perantau yang baik adalah seorang perantau yang dapat mengambil hal-hal positif dari daerah perantauannya kemudian menerapkannya ke daerah asal dan membangun kembali nagari-nya. Karena merantau yang dilakukan oleh seseorang bukanlah tanpa sebab, seorang perantau tentu memikul tanggung jawab bagi diri sendiri maupun bagi daerah asal. Ketika seorang perantau berada di daerah perantauan-nya, tentu ia melihat berbagai perbedaan yang bahkan perbedaan tersebut memiliki suatu kemajuan yang lebih jauh dari yang ada di kampung halamannya. Seperti infrastruktur yang jauh lebih baik, dimana saluran irigasi lancar, fasilitas umum berjalan dengan baik, pembangunan berjalan lancar, dll. Hal tersebutlah yang dituntut dan yang harus dipahami oleh seorang perantau, agar bisa menerapkannya ke kampung halaman, dan hal tersebut tentu bukan tanpa alasan, yaitu agar kampung halaman mereka bisa lebih baik dari yang sebelumnya karena menerapkan hal-hal positif yang ada di daerah lain ke daerah asal mereka.
Penulis merupakan Mahasiswi Hubungan Internasional, Universitas Andalas