Pulau Punjung (ANTARA) - Pengadilan Agama Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) mencatat 115 kasus perceraian terjadi di daerah itu sepanjang periode Januari hingga Juni 2021.
Panitera Hukum Pengadilan Agama Pulau Punjung, Hidayatul Hadi, di Pulau Punjung, Kamis, mengatakan total perkara yang ditangani sebanyak 160 gugatan cerai, 120 kasus diantaranya gugatan cerai istri dan cerai talak atau gugatan suami terhadap istri sebanyak 40 kasus.
"Gugatan cerai istri mendominasi yang ditangani, dari 120 perkara yang diterima 87 telah mendapat putusan, sementara gugatan suami terhadap istri yang telah mendapat putusan 28 kasus," ujar dia.
Menurut dia banyak faktor yang menyebabkan pasangan suami-istri mengajukan gugatan perceraian.
Diantaranya, ada yang pasangannya kabur, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), faktor ekonomi, serta perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Ia merinci sebanyak 88 kasus perceraian yang telah diputus terjadi karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, 15 faktor karena meninggal salah satu pihak, dan lainnya.
"Dari perkara yang sudah diputus penyebab perceraian didominasi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, sementara karena faktor ekonomi, KDRT, dan lainnya belum ada sampai saat ini," katanya.
Ia mengatakan bimbingan perkawinan terus diberikan setelah angka perceraian semakin tumbuh.
Melalui program itu, diharapkan calon pasangan suami istri memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi inti berkeluarga, lanjut dia.
Ia menambahkan jika dibandingkan dengan 2020 pada periode yang sama gugatan cerai istri yang telah diputus mejelis hakim sebanyak 68 kasus. Cerai talak atau gugatan suami terhadap istri tercatat 21 kasus.
Panitera Hukum Pengadilan Agama Pulau Punjung, Hidayatul Hadi, di Pulau Punjung, Kamis, mengatakan total perkara yang ditangani sebanyak 160 gugatan cerai, 120 kasus diantaranya gugatan cerai istri dan cerai talak atau gugatan suami terhadap istri sebanyak 40 kasus.
"Gugatan cerai istri mendominasi yang ditangani, dari 120 perkara yang diterima 87 telah mendapat putusan, sementara gugatan suami terhadap istri yang telah mendapat putusan 28 kasus," ujar dia.
Menurut dia banyak faktor yang menyebabkan pasangan suami-istri mengajukan gugatan perceraian.
Diantaranya, ada yang pasangannya kabur, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), faktor ekonomi, serta perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Ia merinci sebanyak 88 kasus perceraian yang telah diputus terjadi karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, 15 faktor karena meninggal salah satu pihak, dan lainnya.
"Dari perkara yang sudah diputus penyebab perceraian didominasi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, sementara karena faktor ekonomi, KDRT, dan lainnya belum ada sampai saat ini," katanya.
Ia mengatakan bimbingan perkawinan terus diberikan setelah angka perceraian semakin tumbuh.
Melalui program itu, diharapkan calon pasangan suami istri memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi inti berkeluarga, lanjut dia.
Ia menambahkan jika dibandingkan dengan 2020 pada periode yang sama gugatan cerai istri yang telah diputus mejelis hakim sebanyak 68 kasus. Cerai talak atau gugatan suami terhadap istri tercatat 21 kasus.