Arosuka (ANTARA) - Petani di Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumbar mengeluhkan harga bawang merah ukuran menegah di daerah itu anjlok menjadi Rp10.000 per kilogram dari harga normal Rp15 ribu per kilogram karena melimpahnya produksi bawang merah.
"Pada umumnya masyarakat di Nagari Sungai Nanam merasakan dampak dan kondisi ekonomi masyarakat sangat terpuruk atas turunnya harga bawang merah," kata Sekretaris Wali Nagari Sungai Nanam Harmi di Sungai Nanam, Sabtu.
Ia mengatakan masyarakat di daerah itu memang lebih banyak menanam bawang merah ketimbang tanaman hortikultura lainnya berupa kentang, tomat, cabai, dan tanaman lainnya.
Dia menyebutkan di Sungai Nanam terdapat sekitar 4 ribu hingga 5 ribu hektare lahan pertanian dengan berbagai jenis tanaman hortikultura berupa sawi, kentang, cabai, kubis, dan tanaman lainnya. Namun lebih dominan tanaman bawang merah.
"Karena itulah Nagari Sungai Nanam terkenal sebagai salah satu daerah penghasil bawang merah terbanyak di Kabupaten Solok," ujar dia.
Ia mengatakan bahkan pada 2017 Kementerian Pertanian (Kementan) telah meluncurkan kawasan pembenihan dan bioindustri bawang merah di Nagari Sungai Nanam guna mendukung program swasembada bawang merah.
"Selain itu, kelompok tani bintang timur di Nagari Sungai Nanam juga mendapatkan bantuan berupa Instore dryer (alat pengering) bawang merah untuk memudahkan petani di daerah ini mengeringkan bawang, dengan waktu pengeringan yang lebih singkat selama empat hingga lima hari," kata dia.
Waktu itu Kementan juga meminta agar Kabupaten Solok menyediakan lahan sekitar 10.000 hektare sebagai lahan penanaman bawang merah.
"Menurut saya untuk saat ini di Kabupaten Solok, saya rasa sudah lebih dari 10.000 hektare masyarakat yang menanam bawang merah," ujar dia.
Produksi bawang merah saat ini bahkan tidak hanya di Kecamatan Lembah Gumanti saja, melainkan di daerah tetangga yang bisanya tidak bisa ditanami bawang merah saat ini sudah mulai menanam bawang merah seperti di Kecamatan Hiliran Gumanti, Lembang Jaya, Gunung Talang, Pantai Cermin dan beberapa daerah lainnya.
"Selain itu, beberapa daerah di Sumbar juga mulai menanam bawang merah seperti di Sijunjung dan Dharmasraya. Walaupun masih skala untuk rumah tangga, namun saya rasa ini juga salah satu penyebab turunnya harga," ujar dia.
Ia menyebutkan saat ini harga bawang merah hanya Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram untuk ukuran besar sedangkan ukuran menengah hanya Rp10 ribu hingga Rp11 ribu per kilogram, itu pun agak sulit untuk penjualannya.
"Sementara saat bawang merah yang banyak dipanen masyarakat saat ini hanya berukuran menengah dan kecil atau kami menyebutnya ampera," kata dia.
Selain itu, ia juga menyebutkan saat ini jenis tanaman hortikultura yang naik harganya di tingkat petani berupa cabai Rp25 ribu dari Rp15 ribu per kilogram, daun seledri Rp15 ribu dari Rp8 ribu per kilogram, tomat Rp8 ribu dari Rp3 ribu per kilogram. "Namun tidak banyak masyarakat yang menanamnya," kata dia.
Salah seorang petani di Sungai Nanam Delvi Guswanto (37) mengatakan saat ini terdapat sekitar 500 kilogram bibit bawang merah jenis birma atau sekitar 3 ton yang akan dipanennya.
"Namun saat ini ada sekitar 100 kilogram bawang merah ukuran menengah yang sudah dibeli oleh tauke hanya Rp9 ribu per kilogram," ujar dia.
Delvi berharap penjualan bawang merah kalau bisa di atas Rp10 ribu per kilogramnya. Karena kalau dijual di bawah harga Rp10.000 maka tidak mendapatkan untung sama sekali, "Bahkan bisa dikatakan tidak balik modal," ucapnya.
"Penjualan Rp9 ribu itu sudah bersih dari urat dan batangnya. Sementara, saat ini upah mengupas bawang saja sudah naik Rp1,5 ribu, tentu penjualan bersihnya untuk saya hanya Rp7,5 ribu," kata dia.
Sementara biaya perawatan bawang merah pun sangat mahal, saat ini rata-rata harga pupuk naik seperti harga pupuk kandang naik menjadi Rp15 ribu dari Rp12 ribu per karung serta pupuk kimia rata-rata juga naik.
"Dulu sebelum COVID-19 harga bawang sempat mencapai Rp40 ribu per kilogram," kata dia.
"Pada umumnya masyarakat di Nagari Sungai Nanam merasakan dampak dan kondisi ekonomi masyarakat sangat terpuruk atas turunnya harga bawang merah," kata Sekretaris Wali Nagari Sungai Nanam Harmi di Sungai Nanam, Sabtu.
Ia mengatakan masyarakat di daerah itu memang lebih banyak menanam bawang merah ketimbang tanaman hortikultura lainnya berupa kentang, tomat, cabai, dan tanaman lainnya.
Dia menyebutkan di Sungai Nanam terdapat sekitar 4 ribu hingga 5 ribu hektare lahan pertanian dengan berbagai jenis tanaman hortikultura berupa sawi, kentang, cabai, kubis, dan tanaman lainnya. Namun lebih dominan tanaman bawang merah.
"Karena itulah Nagari Sungai Nanam terkenal sebagai salah satu daerah penghasil bawang merah terbanyak di Kabupaten Solok," ujar dia.
Ia mengatakan bahkan pada 2017 Kementerian Pertanian (Kementan) telah meluncurkan kawasan pembenihan dan bioindustri bawang merah di Nagari Sungai Nanam guna mendukung program swasembada bawang merah.
"Selain itu, kelompok tani bintang timur di Nagari Sungai Nanam juga mendapatkan bantuan berupa Instore dryer (alat pengering) bawang merah untuk memudahkan petani di daerah ini mengeringkan bawang, dengan waktu pengeringan yang lebih singkat selama empat hingga lima hari," kata dia.
Waktu itu Kementan juga meminta agar Kabupaten Solok menyediakan lahan sekitar 10.000 hektare sebagai lahan penanaman bawang merah.
"Menurut saya untuk saat ini di Kabupaten Solok, saya rasa sudah lebih dari 10.000 hektare masyarakat yang menanam bawang merah," ujar dia.
Produksi bawang merah saat ini bahkan tidak hanya di Kecamatan Lembah Gumanti saja, melainkan di daerah tetangga yang bisanya tidak bisa ditanami bawang merah saat ini sudah mulai menanam bawang merah seperti di Kecamatan Hiliran Gumanti, Lembang Jaya, Gunung Talang, Pantai Cermin dan beberapa daerah lainnya.
"Selain itu, beberapa daerah di Sumbar juga mulai menanam bawang merah seperti di Sijunjung dan Dharmasraya. Walaupun masih skala untuk rumah tangga, namun saya rasa ini juga salah satu penyebab turunnya harga," ujar dia.
Ia menyebutkan saat ini harga bawang merah hanya Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram untuk ukuran besar sedangkan ukuran menengah hanya Rp10 ribu hingga Rp11 ribu per kilogram, itu pun agak sulit untuk penjualannya.
"Sementara saat bawang merah yang banyak dipanen masyarakat saat ini hanya berukuran menengah dan kecil atau kami menyebutnya ampera," kata dia.
Selain itu, ia juga menyebutkan saat ini jenis tanaman hortikultura yang naik harganya di tingkat petani berupa cabai Rp25 ribu dari Rp15 ribu per kilogram, daun seledri Rp15 ribu dari Rp8 ribu per kilogram, tomat Rp8 ribu dari Rp3 ribu per kilogram. "Namun tidak banyak masyarakat yang menanamnya," kata dia.
Salah seorang petani di Sungai Nanam Delvi Guswanto (37) mengatakan saat ini terdapat sekitar 500 kilogram bibit bawang merah jenis birma atau sekitar 3 ton yang akan dipanennya.
"Namun saat ini ada sekitar 100 kilogram bawang merah ukuran menengah yang sudah dibeli oleh tauke hanya Rp9 ribu per kilogram," ujar dia.
Delvi berharap penjualan bawang merah kalau bisa di atas Rp10 ribu per kilogramnya. Karena kalau dijual di bawah harga Rp10.000 maka tidak mendapatkan untung sama sekali, "Bahkan bisa dikatakan tidak balik modal," ucapnya.
"Penjualan Rp9 ribu itu sudah bersih dari urat dan batangnya. Sementara, saat ini upah mengupas bawang saja sudah naik Rp1,5 ribu, tentu penjualan bersihnya untuk saya hanya Rp7,5 ribu," kata dia.
Sementara biaya perawatan bawang merah pun sangat mahal, saat ini rata-rata harga pupuk naik seperti harga pupuk kandang naik menjadi Rp15 ribu dari Rp12 ribu per karung serta pupuk kimia rata-rata juga naik.
"Dulu sebelum COVID-19 harga bawang sempat mencapai Rp40 ribu per kilogram," kata dia.