Solok (ANTARA) - Rumah Gadang atau rumah adat Minangkabau yang terletak di Kelurahan Kampai Tabu Karambia (KTK), Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, Sumbar terlihat unik karena secara keseluruhan rumah berbahan beton serta menyerupai ukiran rumah gadang pada umumnya.
"Bahan rumah gadang ini terbuat dari beton. Hal itu disebabkan karena kayu untuk bahan rumah gadang mulai sulit ditemukan. Biasanya kayu yang kami pakai untuk tiang rumah gadang berupa kayu surian," kata salah seorang pembuat ukiran Rumah Gadang Syahulza (42) di Solok, Kamis.
Akibat keberadaan kayu surian yang mulai langka tersebut, ia pun mencoba mengganti bahan pembuatan rumah gadang dengan beton yang dimulainya sejak tahun 2000-an.
"Awalnya hanya mengganti lantai dan tiang rumah gadang dengan beton. Namun sekarang dindingnya pun juga menggunakan beton," ujar dia.
Kendati demikian ia mengaku banyak juga masyarakat setempat yang meminatinya. Bahkan sudah 10 rumah gadang yang berhasil dibangunnya di daerah itu.
Selain itu, terkait tingkat kerumitan pembuatannya menurut Syahulza membangun rumah gadang dengan beton ataupun kayu sama-sama rumit.
"Hanya saja bedanya kalau pakai kayu bisa dikerjakan dari rumah dan pakai beton langsung di kerjakan di tempat rumah gadang itu akan dibangun," ujar dia.
Selain itu, menurut dia untuk biaya lebih mahal biaya rumah gadang menggunakan kayu ketimbang beton. Karena keberadaan kayu yang mulai langka dan mahal di pasaran.
"Kalau pengerjaan rumah gadang pakai kayu lebih lama karena kayu harus dirapikan dulu setelah itu diukir dan dicat. Kalau beton setelah dipasang bisa langsung diukir," ucapnya.
Selain itu, waktu pengerjaan rumah gadang dari beton juga cepat, yakni sekitar delapan hingga 10 bulan. Sedangkan rumah gadang berbahan kayu sekitar satu tahun.
"Biasanya rumah gadang ini untuk kaum atau suku yang digunakan sebagai tempat musyawarah niniak mamak kaum," ujar dia.
Jarang sekali yang membangun rumah gadang untuk rumah pribadi karena biayanya yang sangat mahal mulai dari Rp1,5 miliar bahkan lebih.
"Bahan rumah gadang ini terbuat dari beton. Hal itu disebabkan karena kayu untuk bahan rumah gadang mulai sulit ditemukan. Biasanya kayu yang kami pakai untuk tiang rumah gadang berupa kayu surian," kata salah seorang pembuat ukiran Rumah Gadang Syahulza (42) di Solok, Kamis.
Akibat keberadaan kayu surian yang mulai langka tersebut, ia pun mencoba mengganti bahan pembuatan rumah gadang dengan beton yang dimulainya sejak tahun 2000-an.
"Awalnya hanya mengganti lantai dan tiang rumah gadang dengan beton. Namun sekarang dindingnya pun juga menggunakan beton," ujar dia.
Kendati demikian ia mengaku banyak juga masyarakat setempat yang meminatinya. Bahkan sudah 10 rumah gadang yang berhasil dibangunnya di daerah itu.
Selain itu, terkait tingkat kerumitan pembuatannya menurut Syahulza membangun rumah gadang dengan beton ataupun kayu sama-sama rumit.
"Hanya saja bedanya kalau pakai kayu bisa dikerjakan dari rumah dan pakai beton langsung di kerjakan di tempat rumah gadang itu akan dibangun," ujar dia.
Selain itu, menurut dia untuk biaya lebih mahal biaya rumah gadang menggunakan kayu ketimbang beton. Karena keberadaan kayu yang mulai langka dan mahal di pasaran.
"Kalau pengerjaan rumah gadang pakai kayu lebih lama karena kayu harus dirapikan dulu setelah itu diukir dan dicat. Kalau beton setelah dipasang bisa langsung diukir," ucapnya.
Selain itu, waktu pengerjaan rumah gadang dari beton juga cepat, yakni sekitar delapan hingga 10 bulan. Sedangkan rumah gadang berbahan kayu sekitar satu tahun.
"Biasanya rumah gadang ini untuk kaum atau suku yang digunakan sebagai tempat musyawarah niniak mamak kaum," ujar dia.
Jarang sekali yang membangun rumah gadang untuk rumah pribadi karena biayanya yang sangat mahal mulai dari Rp1,5 miliar bahkan lebih.