Simpang Empat, (ANTARA) - Pihak Pabrik kelapa sawit PT Rimbo Panjang Sumber Makmur (RPSM) Kinali Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat meminta pemerintah setempat untuk memfasilitasi penyelesaian jalan masuk pabrik yang ditutup oleh salah seorang warga Mursidi sejak 21 Juni 2021.

"Kami mengharapkan pemerintah daerah dapat membantu memfasilitasi penyelesaian persoalan ini. Jika perusahaan terus-menerus tidak beroperasi, maka tidak dapat dihindari terjadinya PHK massal terhadap lebih dari 100 karyawan dan karyawati perusahaan yang merupakan warga sekitar," kata KTU PT RPSM Riswan Effendi di Simpang Empat, Jumat.

Ia mengatakan akibat jalan menuju pabrik ditutup dengan batu beton dan dipasang kawat berduri sejak 21 Juni 2021 menyebabkan aktivitas pabrik terhenti total.

"Pabrik tidak beroperasi sejak tanggal penutupan itu dan kondisi karyawan saat ini sedang tidak bekerja. Kerugian perusahaan diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah perhari dan ini sudah memasuki hari ke-10," katanya. 

 Menurutnya pemerintah pusat dan daerah pada saat ini sedang gencar menggalakkan pemulihan ekonomi akibat dari dampak pandemik COVID-19 yang melumpuhkan perekomian nasional. Sangat disesalkan kejadian ini tidak dapat segera diselesaikan dengan cepat oleh pihak berwenang.

 Selain itu penutupan jalan secara sepihak tanpa berdasarkan kepastian hukum akan merusak iklim investasi di Pasaman Barat sebagai daerah tujuan investasi di Provinsi Sumatera Barat. 

 Menurutnya, Mursidi dan kawan-kawan melakukan penutupan akses jalan menuju pabrik itu karena mengklaim jalan itu miliknya. 

 Padahal, tanah jalan seluas delapan meter itu merupakan jalan umum yang sudah digunakan sejak lama oleh masyarakat sekitar. 

 "Pabrik telah berdiri sejak 2014 lalu dan selama ini tidak pernah bermasalah," katanya. 

 Apalagi, katanya informasi dari masyarakat persoalan ini merupakan masalah pribadi antara Mursidi dengan Direktur PT RPSM Samsudin yang merupakan saudaranya sendiri dan merembet ke perusahaan. 

 Ia menyebutkan jika memang adanya keberatan dari pihak lain, pihaknya mempersilahkan untuk melakukan gugatan ke pengadilan untuk dapat melakukan pembuktian sehingga mendapatkan kepastian hukum. 

 "Kami berharap pemerintah dapat mamfasilitasi penyelesaian masalah ini karena menyangkut hajat masyarakat yang bekerja di lingkungan pabrik," harapnya. 

 Pada Rabu (30/6) tim dari pihak Polres Pasaman Barat yang berjumlah lebih dari 80 personil telah membuka jalan tersebut dengan alat berat dan sekaligus melaksanakan pengamanan di lokasi.

 Namun setelah kepergian polisi dari lokasi, jalan kembali ditutup dengan pagar. Sementara itu Mursidi saat dikonfirmasi menegaskan akan mempertahankan haknya sampai ke manapun.

 "Itu bukan jalan umum, itu milik kami dengan bukti surat kepemilikan sporadik," tegasnya. 

 Ia menegaskan jalan yang ditutup itu bukan jalan umum seperti biasa, tetapi sebelumnya jalan kecil yang sekelilingnya ditumbuhi kelapa sawit masyarakat ingin pergi ke air atau ke kebun.

 "Tanah itu milik adik saya Eli Novita dan wajar saya memagarnya karena tidak ada kejelasan," katanya.

 Menurutnya ia melakukan hal itu bermula dari ketidakjelasan ganti kerugian tanahnya yang dipergunakan sebagai akses jalan masuk ke perusahaan itu.

 Pada 2021 muncul kwitansi ganti rugi tanah, namun adiknya tidak menerima. Kepemilikan tanah itu sudah ada sejak 1982 milik orang tuanya dan dihibahkan ke adiknya Eli Novita pada 1997 dengan luas tiga haktare, termasuk tanah jalan ke pabrik. Jalan menuju pabrik itu muncul ketika pabrik sudah berdiri.

 Ia telah berupaya melakukan peringatan ke pihak perusahaan, namun tidak mendapatkan hasil kesepakatan. Pada 2020, ia sudah pernah memblokade jalan tersebut, namun blokade beton diruntuhkan perusahaan dengan alat berat. (*)

Pewarta : Altas Maulana
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024