Padang (ANTARA) - Fenomena yang terjadi di awal bulan Ramadhan cukup unik dan perlu ditelisik lebih dalam karena berkaitan dengan kondisi pandemi yang mempengaruhi proses pendidikan anak dan remaja kita. Fenomena pertama adalah tawuran anak dan remaja pada pagi Ramadhan, kemudian fenomena balap liar anak dan remaja yang ditertibkan polisi dan aksi manusia silver yang sudah ramai sejak sebelum bulan puasa.
Tidak mudah mengidentifikasi secara pasti penyebab fenomena ini. namun di kalangan pendidik beredar pandangan bahwa situasi pendidikan jarak jauh selama satu semester lalu betul-betul meninggalkan perubahan yang signifikan kepada kondisi peserta didik. Penggunaan gawai sebagai sarana penghubung guru dengan murid selama pembelajaran online memiliki efek samping yang hulunya adalah media sosial dan game. Arus dampak negatif ini diperparah dengan kondisi kematangan pribadi anak dan kondisi sosial keluarganya masing-masing. Di sini penentu kenapa sebagian anak tetap bisa terjaga tingkah lakunya dan sebagiannya memunculkan gejala tingkah laku yang negatif. Hal ini memungkinkan kita untuk punya asumsi bahwa fenomena akhir-akhir ini dapat saja merupakan efek bola salju dari kondisi semester lalu.
Kita tidak tahu apakah fenomena yang akan muncul dipermukaan ke depannya. Sebagaimana bola salju, satu fenomena berpotensi menciptakan fenomena lainnya. Atau memang ada fenomena sosial di kalangan anak yang belum muncul di permukaan pada saat ini. Kondisi mikro di rumah tangga belum terekspos ke media, seperti hubungan anak dan orang tua dan antar orang tua. Aktivitas anak di dunia maya juga belum dipetakan dengan jelas. Semua ini mampu memberi peluang untuk berbagai fenomena tingkah laku remaja untuk muncul. Secara teorinya, tingkah laku yang salah akan bermuara pada dua titik saja. Pertama perilaku merusak diri sendiri berujung bunuh diri. Kedua perilaku merusak hal di luar diri seperti lingkungan dan orang lain. Yang kedua ini berujung menyakiti orang lain bahkan membunuh. Fenomena balap liar, tawuran dan manusia silver dapat mengantarkan remaja kepada dua muara tersebut sekaligus.
Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dan masyarakat, pendekatan hukum telah diambil. Penertiban oleh Pol PP dan pembubaran oleh Polisi adalah wujud keseriusan pemangku kepentingan. Fenomena ini tidak dibiarkan begitu saja. Polisi akan memeriksa apakah ada kaitan dengan kriminalitas sedangkan dinas sosial juga berperan.
Namun pendekatan psikologis perlu juga diambil. Sudah saatnya kita memandang satu individu memiliki masalah yang berbeda dengan individu lainnya walaupun sama-sama terlibat balap liar dan tawuran. Motivasi untuk menjadi manusia silver juga tidak mungkin hanya satu saja diantara mereka.
Anak dan remaja yang terlibat dalam tiga fenomena ini sebagian besarnya adalah peserta didik. Beberapa sudah putus sekolah sementara yang lain masih tercatat sebagai siswa disekolah di kota Padang. Kita akan dapat gambaran historis kondisi akademiknya bisa menelusuri profil anak per anak. Gambaran sosialnya juga bisa kita dapatkan melalui Guru BK dan wali kelas.
Sebagai kota yang beritikad agar menjadi kota layak anak, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana diharapkan paradigma kota layak anak itu juga bisa kita adopsi dalam penyikapan fenomena ini. Paradigma yang memandang pelaku dalam tiga fenomena tadi adalah anak yang belum mendapatkan haknya. Sehingga pemerintah harus mengatur strategi agar hak mereka terpenuhi dan dengannya fenomena ini tidak muncul lagi. Cara ini tidak hanya menimba air yang masuk ke perahu bahkan malah menutup kebocoran yang ada. Lebih efektif dan efeknya jangka panjang.
Belum lagi jika paradigma yang lebih luas kita terapkan, yaitu prinsip-prinsi Islam dalam mengatur masyarakat. Di dalamnya ada sistem yang menyeimbangkan keadaan. Ada peran orang tua, pendidik, penguasa, masyarakat, dan institusi sosial kita seperti peran masjid, peran komunitas masyarakat (adat) dan peran sekolah dan kampus.
Harapan adanya perkembangan paradigma ini kita tumpangkan, salah satunya, kepada kepala dinas yang baru di DP3AP2KB yang memiliki latar belakang pendidikan dan sosial yang sesuai untuk berhadapan dengan fenomena ini. Kolaborasi dengan kampus dan masjid juga perlu dibentuk. Hal ini juga seharusnya juga mampu dieksekusi oleh kepala dinas baru.
Penulis merupakan Mahasiswa Pendidikan Profesi Konselor UNP
Ketua Pemuda Dewan Dakwah Kota Padang
Founder Konselingasyik.com
Tidak mudah mengidentifikasi secara pasti penyebab fenomena ini. namun di kalangan pendidik beredar pandangan bahwa situasi pendidikan jarak jauh selama satu semester lalu betul-betul meninggalkan perubahan yang signifikan kepada kondisi peserta didik. Penggunaan gawai sebagai sarana penghubung guru dengan murid selama pembelajaran online memiliki efek samping yang hulunya adalah media sosial dan game. Arus dampak negatif ini diperparah dengan kondisi kematangan pribadi anak dan kondisi sosial keluarganya masing-masing. Di sini penentu kenapa sebagian anak tetap bisa terjaga tingkah lakunya dan sebagiannya memunculkan gejala tingkah laku yang negatif. Hal ini memungkinkan kita untuk punya asumsi bahwa fenomena akhir-akhir ini dapat saja merupakan efek bola salju dari kondisi semester lalu.
Kita tidak tahu apakah fenomena yang akan muncul dipermukaan ke depannya. Sebagaimana bola salju, satu fenomena berpotensi menciptakan fenomena lainnya. Atau memang ada fenomena sosial di kalangan anak yang belum muncul di permukaan pada saat ini. Kondisi mikro di rumah tangga belum terekspos ke media, seperti hubungan anak dan orang tua dan antar orang tua. Aktivitas anak di dunia maya juga belum dipetakan dengan jelas. Semua ini mampu memberi peluang untuk berbagai fenomena tingkah laku remaja untuk muncul. Secara teorinya, tingkah laku yang salah akan bermuara pada dua titik saja. Pertama perilaku merusak diri sendiri berujung bunuh diri. Kedua perilaku merusak hal di luar diri seperti lingkungan dan orang lain. Yang kedua ini berujung menyakiti orang lain bahkan membunuh. Fenomena balap liar, tawuran dan manusia silver dapat mengantarkan remaja kepada dua muara tersebut sekaligus.
Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dan masyarakat, pendekatan hukum telah diambil. Penertiban oleh Pol PP dan pembubaran oleh Polisi adalah wujud keseriusan pemangku kepentingan. Fenomena ini tidak dibiarkan begitu saja. Polisi akan memeriksa apakah ada kaitan dengan kriminalitas sedangkan dinas sosial juga berperan.
Namun pendekatan psikologis perlu juga diambil. Sudah saatnya kita memandang satu individu memiliki masalah yang berbeda dengan individu lainnya walaupun sama-sama terlibat balap liar dan tawuran. Motivasi untuk menjadi manusia silver juga tidak mungkin hanya satu saja diantara mereka.
Anak dan remaja yang terlibat dalam tiga fenomena ini sebagian besarnya adalah peserta didik. Beberapa sudah putus sekolah sementara yang lain masih tercatat sebagai siswa disekolah di kota Padang. Kita akan dapat gambaran historis kondisi akademiknya bisa menelusuri profil anak per anak. Gambaran sosialnya juga bisa kita dapatkan melalui Guru BK dan wali kelas.
Sebagai kota yang beritikad agar menjadi kota layak anak, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana diharapkan paradigma kota layak anak itu juga bisa kita adopsi dalam penyikapan fenomena ini. Paradigma yang memandang pelaku dalam tiga fenomena tadi adalah anak yang belum mendapatkan haknya. Sehingga pemerintah harus mengatur strategi agar hak mereka terpenuhi dan dengannya fenomena ini tidak muncul lagi. Cara ini tidak hanya menimba air yang masuk ke perahu bahkan malah menutup kebocoran yang ada. Lebih efektif dan efeknya jangka panjang.
Belum lagi jika paradigma yang lebih luas kita terapkan, yaitu prinsip-prinsi Islam dalam mengatur masyarakat. Di dalamnya ada sistem yang menyeimbangkan keadaan. Ada peran orang tua, pendidik, penguasa, masyarakat, dan institusi sosial kita seperti peran masjid, peran komunitas masyarakat (adat) dan peran sekolah dan kampus.
Harapan adanya perkembangan paradigma ini kita tumpangkan, salah satunya, kepada kepala dinas yang baru di DP3AP2KB yang memiliki latar belakang pendidikan dan sosial yang sesuai untuk berhadapan dengan fenomena ini. Kolaborasi dengan kampus dan masjid juga perlu dibentuk. Hal ini juga seharusnya juga mampu dieksekusi oleh kepala dinas baru.
Penulis merupakan Mahasiswa Pendidikan Profesi Konselor UNP
Ketua Pemuda Dewan Dakwah Kota Padang
Founder Konselingasyik.com