Padang, (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat menilai status tersangka tidak akan mempengaruhi elektabilitas calon kepala daerah pada Pilgub Sumbar 2020 menjawab gugatan yang disampaikan Calon Gubernur Sumbar Mulyadi di Mahkamah Konstitusi.

"Selain  belum ada kajian ilmiah yang dapat membuktikan, ternyata di Sumbar ada seorang calon bupati Pesisir Selatan yang berstatus terdakwa justru memiliki elektabilitas lebih tinggi dari calon lain dan ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak oleh KPU," kata Kuasa Hukum KPU Sumbar Sudi Prayitno pada sidang gugatan Pilgub Sumbar 2020 di MK yang dipantau secara daring dari Padang, Senin.

Menurut dia pada pilkada 2015 di Sumatera Barat  juga ada seorang calon Bupati Solok berstatus terpidana dan oleh KPUsetempat ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak.

Baca juga: KPU Sumbar nilai MK tidak berwenang mengadili gugatan Mulyadi

Kemudian terkait dengan adanya pemberitaan media yang dinilai merugikan Mulyadi ia menilai seharusnya disikapi dengan memberikan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU no 40 1999 tentang Pers.

Oleh sebab itu ia meminta Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan Cagub Mulyadi dan menyatakan keputusan KPU Sumbar soal hasil rekapitulasi perolehan suara cagub Sumbar tetap berlaku.

Sebelumnya Calon Gubernur Sumatera Barat Mulyadi merasa dizalimi atas penetapan status tersangka pidana pemilu sehingga mempengaruhi perolehan suaranya pada Pilkada Gubernur Sumbar 2020.

"Pelaksanaan pilgub Sumbar 2020 jauh dari prinsip jujur dan adil, tiga hari sebelum pencoblosan saya ditetapkan sebagai tersangka, ini sungguh merugikan hati kami," kata Mulyadi pada sidang gugatan Permohonan Hasil Perselihan Pemilu di Mahkamah Konstitusi 26 Januari 2021.

Menurut Mulyadi upaya yang dirintisnya selama ini menjadi runtuh berkeping dan mendelegitimasi kepercayaan publik kepadanya di tengah elektabilitas yang tengah menanjak.

"Berita saya ditetapkan sebagai tersangka juga  disebarkan secara masif oleh pihak yang berkepentingan di  media sosial, cetak dan elektronik," kata dia.

Ia bahkan menemukan kata kunci pemberitaan Mulyadi ditangkap hingga Mulyadi tak layak dipilih sebagai Gubernur Sumbar.

"Saya  terlanjur dipersepsikan bersalah di masyarakat, diperlakukan semena-mena padahal telah merintis karir di politik cukup lama, bahkan rela melepaskan jabatan sebagai anggota DPR 2019-2024," ujarnya.

Ia mengemukakan gugatan ke Mahkamah Konstitusi merupakan proses  amar maruf nahi mungkar.

Sejalan dengan itu kuasa hukum Mulyadi, Veri Junaidi saat membacakan permohonan menilai pilkada tidak  berjalan demokratis dan terjadi  penegakan hukum yang dipaksakan  dengan menetapkan pemohon sebagai tersangka.

"Penetapan sebagai tersangka meski  dalam penyidikan akhirnya tidak cukup bukti merupakan upaya terstruktur untuk mengembosi suara pemilih sehingga ada  mengalihkan suara kepada pasangan calon lain," kata dia.

Ia menilai penetapan tersebut telah menimbulkan citra buruk bagi pemohon karena dilakukan secara singkat pada masa tenang menjelang pemungutan suara.

Veri mencatat berdasarkan penelusuran di twitter terdapat jutaan orang yang terpapar pemberitaan penetapan Mulyadisebagai tersangka.

Oleh sebab itu ia memohon kepada MK  untuk  membatalkan putusan KPU Sumbar soal penetapan hasil Pilgub Sumbar yang dilakukan KPU Sumatera Barat .

Selain itu pihaknya juga meminta KPU melakukan pemilihan ulang di seluruh wilayah di Sumbar. 

KPU Sumbar menetapkan  pasangan nomor urut 4 Mahyeldi - Audy Joinaldy meraih suara terbanyak di Pilgub Sumbar dengan perolehan 726.853 suara atau 32,43 persen.

Peringkat kedua  pasangan Nasrul Abit-Indra Catri dengan  679.069 suara atau 30,30 persen.  Lalu pasangan  Mulyadi-Ali Mukhni yang mendapat 614.477 suara atau 27,42 persen.

Dan pasangan Fakhrizal-Genius Umar  memperoleh 9,86 persen atau 220.893 suara.

KPU Sumbar mencatat  total pemilih sebanyak 2.313.278 pemilih atau sekitar 61,68 persen. Total jumlah suara sah  2.241.292 atau sebanyak 96,89 persen dan jumlah suara tidak sah 71.986 atau  3,11 persen. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024