Jakarta (ANTARA) - Kendati vaksinasi virus corona sudah dan akan dilaksanakan di banyak negara, dunia masih akan berselimut ketidakpastian karena potensi ancaman yang muncul dari varian baru virus corona.
Indonesia pun akan merasakan dan menerima langsung dampak ketidakpastian itu. Stabilitas nasional dan ketertiban umum harus tetap terjaga agar ketidakpastian itu tidak memperburuk keadaan di dalam negeri.
Ancaman dari varian baru virus corona itu nyata. Pertama kali terdeteksi di Inggris, varian baru itu –oleh para ahli di Inggris diberi nama VUI – 202012/01-- diketahui menginfeksi sejumlah orang di Belanda, Denmark, hingga Australia dan Afrika Selatan. Dilaporkan bahwa varian baru virus corona ini 70 persen lebih menular dibandingkan virus aslinya.
Karena penularannya sulit dikendalikan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mendesak semua negara waspada.
Merespons munculnya virus varian baru ini, Inggris dan sejumlah negara di Eropa – juga di Asia -- bahkan telah menerapkan penguncian (lockdown) ekstra ketat. Banyak negara menutup pintu bagi siapa saja yang datang dari Inggris.
Indonesia pun sudah antisipatif, dengan menutup sementara semua pintu kedatangan orang asing (WNA) untuk periode 1-14 Januari 2021.
Hingga pekan ini, varian baru virus corona itu memang belum terdeteksi di Indonesia. Tetapi, apa yang terjadi di Eropa hari-hari ini adalah fakta yang telah menimbulkan kecemasan global.
Mestinya tidak ada lagi pihak yang mengasumsikan potensi ancaman ini sebagai rekayasa atau konspirasi.
Maka, program vaksinasi yang akan segera direalisasikan di dalam negeri jangan sampai membuat semua elemen masyarakat lengah.
Apalagi di tengah tingginya lonjakan kasus COVID-19 saat ini, yang menjadi penanda bahwa proses penularan masih cepat dan sulit dikendalikan.
Penerapan protokol sehatan (prokes) tetap mutlak demi terjaganya kesehatan setiap individu, keluarga dan komunitas.
Hingga pekan kedua Januari 2021, persiapan vaksinasi di dalam negeri mencatat kemajuan setelah sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI) menyatakan vaksin COVID-19 produksi Sinovac dari Tiongkok yang dibeli pemerintah itu suci dan halal. Jutaan vaksin yang tersedia juga sudah didistribusikan ke sejumlah daerah.
Jika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera melengkapi fatwa MUI itu dengan izin penggunaan darurat atau the emergency use authorization (EUA), vaksinasi tahap awal sudah bisa dilaksanakan.
Demi tertib dan kelancaran vaksinasi, masyarakat diharapkan menyimak program atau jadwal yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing. Tak perlu mencari atau membeli vaksin sendiri-sendiri, karena semuanya disediakan dan dikelola oleh pemerintah, serta tidak dipungut bayaran alias gratis.
Hingga saat ini, pemerintah telah mengamankan tak kurang dari 660 juta dosis vaksin corona dari sejumlah produsen.
Sebanyak 330 juta dosis vaksin sudah terkonfirmasi, sementara 330 juta dosis lainnya berstatus opsi. Pemerintah harus all out mendapatkan 426 juta dosis vaksin corona untuk mewujudkan kekebalan komunitas atau herd immunity di dalam negeri.
Jumlah vaksin sebanyak itu akan disuntikkan kepada sedikitnya 188 juta penduduk dari total 269 juta penduduk Indonesia.
Realisasi vaksinasi yang menyeluruh atau mencakup 188 juta penduduk itu memang butuh waktu relatif lama karena faktor sulitnya mendapatkan vaksin. Pemerintah, sebagaimana dikemukakan Presiden Joko Widodo, berusaha agar vaksinasi bisa dituntaskan dalam waktu kurang dari setahun.
Walaupun target waktu ini tidak mudah, presiden tampaknya terus mendorong para pembantunya untuk tetap bekerja keras mereduksi dampak pandemi di dalam negeri. Apalagi, durasi ketidakpastian global akibat pandemi masih sulit diprediksi sebagai akibat dari munculnya varian baru virus corona itu.
Mereduksi dampak pandemi di dalam negeri terus diupayakan pemerintah dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat atau Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali pada periode 11-25 Januari 2021. PSBB ketat di Jawa harus diterapkan untuk merespons lonjakan kasus COVID-19 akhir-akhir ini.
Konsekuensi dari tambahan puluhan ribu kasus COVID-19 sepanjang Desember 2020 hingga pekan pertama Januari 2021 tidak hanya memprihatinkan, tetapi juga mulai mencemaskan.
Tingkat keterisian rumah sakit di Jawa untuk merawat pasien COVID-19 sudah di atas 70 persen. Sebagian orang mulai membayangkan jika rumah sakit dan tenaga kesehatan di Jawa tidak mampu menampung dan merawat jumlah pasien yang terus bertambah.
Semua pemerintah daerah di pulau Jawa patut memperhatikan data dan kecenderungan ini, karena Jawa masih menjadi episentrum penularan.
Lebih dari 60 persen kasus COVID-19 tercatat di pulau Jawa. Bertambahnya jumlah zona risiko COVID-19 di berbagai daerah juga patut diwapaspadai semua elemen masyarakat.
Tercatat 54 kabupaten/kota berisiko tinggi, 380 kabupaten/kota berisiko sedang, dan 57 kabupaten/kota berisiko rendah.
Fakta dan data-data tadi menjelaskan bahwa Indonesia pun mengawali Tahun 2021 dengan ketidakpastian akibat kegagalan mengendalikan penularan COVID-19. Situasinya akan semakin buruk jika wabah varian baru virus corona itu juga mengglobal. Krisis kesehatan global menjadi berlarut-larut.
Maka, dampak ketidakpastian akibat mengglobal-nya wabah varian baru virus corona itu tak bisa dihindari Indonesia. Semua upaya pemulihan kehidupan, termasuk pemulihan ekonomi, menjadi makin sulit dan terus ditunda.
Seperti banyak negara lainnya, tantangan terkini bagi Indonesia adalah juga mewujudkan kepastian di dalam negeri agar masyarakat tidak takut dan ragu untuk memulai ragam kegiatan produktif. Terwujudnya kepastian pun akan memudahkan upaya mendongkrak konsumsi.
Kepastian itu bisa diwujudkan jika penularan COVID-19 di dalam negeri bisa dikendalikan hingga ke level terendah. Tidak kalah pentingnya adalah kebersamaan dan konsistensi menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah masuknya varian baru virus corona -- VUI - 202012/01 – ke dalam negeri.
Maka, PPKM ketat di Jawa-Bali dan dimulainya vaksinasi akan menjadi sebuah pertaruhan. Oleh karena mewujudkan kekebalan komunitas butuh waktu lama, PPKM ketat Jawa-Bali harus berbuah progres agar vaksinasi tahap awal tidak sia-sia. Jangan sampai lonjakan kasus baru COVID-19 terus terjadi saat vaksinasi mulai dilaksanakan.
Dampak pandemi di Jawa harus bisa direduksi, karena peran Pulau Jawa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional, yang kontribusinya terhadap produk domestik bruto nasional mencapai 59 persen.
Selain upaya bersama mengendalikan penularan COVID-19, faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah menjaga stabilitas nasional dan ketertiban umum.
Sepanjang ketidakpastian Tahun 2020 yang lalu, Indonesia masih produktif. Selain lahirnya Omnibus Law Cipta Kerja, TNI dan Polri telah menunjukkan kinerja yang sangat meyakinkan dalam mewujudkan stabilitas nasional dan ketertiban umum.
Tahun 2021 ini, kondusivitas harus terjaga agar Indonesia mampu dan efektif merespons ketidakpastian global.
*) Bambang Soesatyo adalah Ketua MPR RI
Indonesia pun akan merasakan dan menerima langsung dampak ketidakpastian itu. Stabilitas nasional dan ketertiban umum harus tetap terjaga agar ketidakpastian itu tidak memperburuk keadaan di dalam negeri.
Ancaman dari varian baru virus corona itu nyata. Pertama kali terdeteksi di Inggris, varian baru itu –oleh para ahli di Inggris diberi nama VUI – 202012/01-- diketahui menginfeksi sejumlah orang di Belanda, Denmark, hingga Australia dan Afrika Selatan. Dilaporkan bahwa varian baru virus corona ini 70 persen lebih menular dibandingkan virus aslinya.
Karena penularannya sulit dikendalikan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mendesak semua negara waspada.
Merespons munculnya virus varian baru ini, Inggris dan sejumlah negara di Eropa – juga di Asia -- bahkan telah menerapkan penguncian (lockdown) ekstra ketat. Banyak negara menutup pintu bagi siapa saja yang datang dari Inggris.
Indonesia pun sudah antisipatif, dengan menutup sementara semua pintu kedatangan orang asing (WNA) untuk periode 1-14 Januari 2021.
Hingga pekan ini, varian baru virus corona itu memang belum terdeteksi di Indonesia. Tetapi, apa yang terjadi di Eropa hari-hari ini adalah fakta yang telah menimbulkan kecemasan global.
Mestinya tidak ada lagi pihak yang mengasumsikan potensi ancaman ini sebagai rekayasa atau konspirasi.
Maka, program vaksinasi yang akan segera direalisasikan di dalam negeri jangan sampai membuat semua elemen masyarakat lengah.
Apalagi di tengah tingginya lonjakan kasus COVID-19 saat ini, yang menjadi penanda bahwa proses penularan masih cepat dan sulit dikendalikan.
Penerapan protokol sehatan (prokes) tetap mutlak demi terjaganya kesehatan setiap individu, keluarga dan komunitas.
Hingga pekan kedua Januari 2021, persiapan vaksinasi di dalam negeri mencatat kemajuan setelah sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI) menyatakan vaksin COVID-19 produksi Sinovac dari Tiongkok yang dibeli pemerintah itu suci dan halal. Jutaan vaksin yang tersedia juga sudah didistribusikan ke sejumlah daerah.
Jika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera melengkapi fatwa MUI itu dengan izin penggunaan darurat atau the emergency use authorization (EUA), vaksinasi tahap awal sudah bisa dilaksanakan.
Demi tertib dan kelancaran vaksinasi, masyarakat diharapkan menyimak program atau jadwal yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing. Tak perlu mencari atau membeli vaksin sendiri-sendiri, karena semuanya disediakan dan dikelola oleh pemerintah, serta tidak dipungut bayaran alias gratis.
Hingga saat ini, pemerintah telah mengamankan tak kurang dari 660 juta dosis vaksin corona dari sejumlah produsen.
Sebanyak 330 juta dosis vaksin sudah terkonfirmasi, sementara 330 juta dosis lainnya berstatus opsi. Pemerintah harus all out mendapatkan 426 juta dosis vaksin corona untuk mewujudkan kekebalan komunitas atau herd immunity di dalam negeri.
Jumlah vaksin sebanyak itu akan disuntikkan kepada sedikitnya 188 juta penduduk dari total 269 juta penduduk Indonesia.
Realisasi vaksinasi yang menyeluruh atau mencakup 188 juta penduduk itu memang butuh waktu relatif lama karena faktor sulitnya mendapatkan vaksin. Pemerintah, sebagaimana dikemukakan Presiden Joko Widodo, berusaha agar vaksinasi bisa dituntaskan dalam waktu kurang dari setahun.
Walaupun target waktu ini tidak mudah, presiden tampaknya terus mendorong para pembantunya untuk tetap bekerja keras mereduksi dampak pandemi di dalam negeri. Apalagi, durasi ketidakpastian global akibat pandemi masih sulit diprediksi sebagai akibat dari munculnya varian baru virus corona itu.
Mereduksi dampak pandemi di dalam negeri terus diupayakan pemerintah dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat atau Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali pada periode 11-25 Januari 2021. PSBB ketat di Jawa harus diterapkan untuk merespons lonjakan kasus COVID-19 akhir-akhir ini.
Konsekuensi dari tambahan puluhan ribu kasus COVID-19 sepanjang Desember 2020 hingga pekan pertama Januari 2021 tidak hanya memprihatinkan, tetapi juga mulai mencemaskan.
Tingkat keterisian rumah sakit di Jawa untuk merawat pasien COVID-19 sudah di atas 70 persen. Sebagian orang mulai membayangkan jika rumah sakit dan tenaga kesehatan di Jawa tidak mampu menampung dan merawat jumlah pasien yang terus bertambah.
Semua pemerintah daerah di pulau Jawa patut memperhatikan data dan kecenderungan ini, karena Jawa masih menjadi episentrum penularan.
Lebih dari 60 persen kasus COVID-19 tercatat di pulau Jawa. Bertambahnya jumlah zona risiko COVID-19 di berbagai daerah juga patut diwapaspadai semua elemen masyarakat.
Tercatat 54 kabupaten/kota berisiko tinggi, 380 kabupaten/kota berisiko sedang, dan 57 kabupaten/kota berisiko rendah.
Fakta dan data-data tadi menjelaskan bahwa Indonesia pun mengawali Tahun 2021 dengan ketidakpastian akibat kegagalan mengendalikan penularan COVID-19. Situasinya akan semakin buruk jika wabah varian baru virus corona itu juga mengglobal. Krisis kesehatan global menjadi berlarut-larut.
Maka, dampak ketidakpastian akibat mengglobal-nya wabah varian baru virus corona itu tak bisa dihindari Indonesia. Semua upaya pemulihan kehidupan, termasuk pemulihan ekonomi, menjadi makin sulit dan terus ditunda.
Seperti banyak negara lainnya, tantangan terkini bagi Indonesia adalah juga mewujudkan kepastian di dalam negeri agar masyarakat tidak takut dan ragu untuk memulai ragam kegiatan produktif. Terwujudnya kepastian pun akan memudahkan upaya mendongkrak konsumsi.
Kepastian itu bisa diwujudkan jika penularan COVID-19 di dalam negeri bisa dikendalikan hingga ke level terendah. Tidak kalah pentingnya adalah kebersamaan dan konsistensi menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah masuknya varian baru virus corona -- VUI - 202012/01 – ke dalam negeri.
Maka, PPKM ketat di Jawa-Bali dan dimulainya vaksinasi akan menjadi sebuah pertaruhan. Oleh karena mewujudkan kekebalan komunitas butuh waktu lama, PPKM ketat Jawa-Bali harus berbuah progres agar vaksinasi tahap awal tidak sia-sia. Jangan sampai lonjakan kasus baru COVID-19 terus terjadi saat vaksinasi mulai dilaksanakan.
Dampak pandemi di Jawa harus bisa direduksi, karena peran Pulau Jawa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional, yang kontribusinya terhadap produk domestik bruto nasional mencapai 59 persen.
Selain upaya bersama mengendalikan penularan COVID-19, faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah menjaga stabilitas nasional dan ketertiban umum.
Sepanjang ketidakpastian Tahun 2020 yang lalu, Indonesia masih produktif. Selain lahirnya Omnibus Law Cipta Kerja, TNI dan Polri telah menunjukkan kinerja yang sangat meyakinkan dalam mewujudkan stabilitas nasional dan ketertiban umum.
Tahun 2021 ini, kondusivitas harus terjaga agar Indonesia mampu dan efektif merespons ketidakpastian global.
*) Bambang Soesatyo adalah Ketua MPR RI