Padang (ANTARA) - Delapan bulan sudah Ibnu Aziz tak menjejakkan kaki di sekolah untuk belajar bersama teman-teman sekelas akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang datang menerpa.
Pelajar kelas II salah satu SMP negeri di Kota Padang itu hingga kini belum pernah bertemu dengan teman sekelas setelah dinyatakan naik kelas sejak tahun ajaran baru.
Ia sempat beberapa kali ke sekolah, namun untuk belajar formal bersama kawan sekelas dan guru hanya dilakukan secara daring.
Pada awal-awal pandemi, yakni Maret 2020, diberlakukan kebijakan belajar daring, ia merasa senang karena tak perlu ke sekolah alias libur.
Cukup belajar dari rumah menggunakan gawai dua jam sehari, kemudian mengerjakan tugas dan selebihnya menghabiskan waktu bermain.
Namun lama kelamaan ia mulai merasa bosan juga dan setelah dipikir belajar langsung serta berjumpa dengan teman dan guru jauh lebih menyenangkan ketimbang terus menerus belajar di rumah.
Ia juga rindu berjumpa teman-teman, berkegiatan bersama yang tak tergantikan dengan belajar daring.
Saat mendengar informasi sekolah tatap muka akan dimulai, ia pun menyambut gembira, kendati orang tuanya cemas.
Orang tua Ibnu Aziz, Firdaus mengaku khawatir pada satu sisi, karena belum semua anak bisa patuh dan taat dengan protokol kesehatan.
"Orang dewasa saja kadang masih susah diatur, apalagi pelajar SMP, tapi di sisi lain anak juga tidak mungkin belajar di rumah terus," katanya.
Ia hanya berharap pihak sekolah dengan ketat mengontrol pelaksanaan protokol kesehatan sehingga berjalan dengan baik.
Demikian juga yang dirasakan Fitri Yeni, salah seorang guru SMP di Padang, yang mengaku sejak awal tahun ajaran baru belum pernah bertemu dengan murid baru secara langsung.
"Kendati lewat belajar daring bisa kenal, namun untuk berinteraksi langsung di kelas belum pernah," ujarnya.
Ia mengakui pada satu sisi di tengah pandemi pembelajaran daring adalah pilihan paling aman, namun pada sisi lain tetap ada keterbatasan.
"Mulai dari kendala dari murid yang tak punya fasilitas, sampai memberikan pemahaman materi pelajaran jauh lebih mudah secara tatap muka," katanya.
Setelah delapan bulan diberlakukan pembelajaran daring, Pemerintah Kota Padang berencana membuka proses belajar mengajar (PBM) secara tatap muka bagi sekolah, khususnya untuk tingkat SD dan SMP pada 4 Januari 2021.
"Dengan dibukanya sekolah secara tatap muka , maka diharapkan pendidikan di Kota Padang akan kembali membaik," kata Wali Kota Padang Mahyeldi, saat zoom meeting persiapan kurikulum sekolah tatap muka bersama para kepala sekolah beserta guru-guru SD/SMP.
Akan tetapi, ia mengingatkan, ketika proses belajar mengajar tatap muka kembali diberlakukan, protokol COVID-19 harus dijaga secara baik.
Hal itu mengacu pada terbitnya surat keputusan bersama (SKB) empat kementerian, terkait penyelenggaraan proses belajar mengajar tahun ajaran 2020-2021.
Oleh karenanya, awal Januari 2021 sekolah di Padang tersebut sudah diarahkan untuk dibolehkan melaksanakan PBM secara tatap muka.
Mahyeldi mengatakan belajar secara tatap muka ini memang harus segera dilakukan karena banyak hal yang mendasari, seperti sistem belajar daring yang diberlakukan selama ini memiliki dampak negatif bagi orang tua.
"Begitu juga terhadap sektor ekonomi, warga yang berjualan di sekolah juga terganggu karena kehilangan rezeki selama PBM menggunakan daring," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Habibul Fuadi menjelaskan sesuai ketentuan, persyaratan yang paling penting dalam sekolah tatap muka adalah kepastian pelaksanaan protokol COVID-19 di dalam proses belajar.
"Untuk hal ini pihaknya sudah meminta sekolah menyiapkan sarana prasarana, SDM serta melakukan sosialisasi, termasuk perencanaan kegiatan belajar mengajar.
Ia menyampaikan dengan telah dilengkapinya sejumlah persyaratan, menjelang awal Januari 2021, Tim Satgas COVID-19 Kota Padang juga melakukan verifikasi terhadap semua SD dan SMP di Kota Padang.
"Sekolah yang siap belajar tatap muka, maka akan dikeluarkan izinnya. Sementara sekolah yang belum siap, akan diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri. Sehingga dalam proses pembelajaran nantinya betul-betul aman," kata dia.
Ia menjelaskan pada prinsipnya seluruh sekolah di Kota Padang, SD dan SMP, akan diizinkan membuka belajar tatap muka, namun harus melalui verifikasi sesuai kriteria yang ditentukan.
Kriteria pertama, setiap sekolah harus memiliki seluruh sarana prasarana protokol pencegahan COVID-19.
Kemudian, guru-guru atau pihak sekolah harus melakukan tes usap serta mendapatkan izin dari orang tua peserta didik.
Selanjutnya, terkait teknis proses belajar mengajar tatap muka di tengah pandemi COVID-19, Habibul menjelaskan sesuai arahan SKB empat kementerian, maka semuanya nanti separuh atau dibagi 50 persen dari kegiatan PBM sebelum pandemi.
Ia memberi contoh murid yang belajar di satu lokal hanya diikuti setengah dari total jumlah murid yang ada.
Berarti, kalau ada satu lokal itu muridnya berjumlah 40 orang, saat belajar nanti akan dibagi 50 persen menjadi hanya 20 orang. Kemudian terkait jam pelajaran hanya separuh dari jam normal.
Sementara itu, terkait materi pelajaran, Habibul menyampaikan juga diterapkan separuh dari kurikulum normal sebelum pandemi COVID-19 dan sisanya menjadi tugas mandiri.
"Untuk praktik nanti, apakah sekolah akan menerapkan sehari masuk dan sehari libur dan bagaimananya, nanti akan kami diskusikan lagi sesuai kondisi dan situasi sekolah masing-masing," kata dia.
Lebih jauh dijelaskan, ke depan, baik para guru, tenaga kependidikan, bahkan penjaga sekolah, akan diminta melakukan tes usap .
Ia pun berharap pelaksanaan proses belajar mengajar tatap muka dapat didukung oleh semua pihak, tidak saja pihak sekolah dan orang tua, namun juga dari masyarakat.
Untuk persiapan belajar tatap muka pada 4 Januari 2021, Habibul Fuadi memastikan semuanya sudah rampung, mulai dari tes usap seluruh guru, hingga penyediaan fasilitas penunjang protokol kesehatan di sekolah.
Ia menjelaskan untuk sekolah tatap muka hanya tiga hari dalam sepekan dan sisanya dilanjutkan dengan pembelajaran daring.
"Jadi sifatnya masih gabungan antara tatap muka dan daring, untuk waktu belajar tatap muka juga maksimal tiga jam saja dalam sehari," ujarnya.
Lalu sekolah juga wajib menyediakan fasilitas cuci tangan dan semua murid yang datang dilakukan pengecekan suhu tubuh dengan thermogun.
Pada tahap awal sekolah tatap muka hanya dilakukan untuk kelas tertinggi, yaitu untuk SMP kelas tiga dan SD kelas lima dan enam.
Menjawab kekhawatiran sejumlah orang tua terkait sekolah tatap muka, Habibul Fuadi memastikan jajaran dinas pendidikan telah melakukan pengawasan dan pemantauan ke sekolah, mengecek fasilitas penunjang, seperti pencuci tangan hingga ruang kelas.
Selain itu Pemerintah Kota Padang juga telah mewajibkan 12.000 guru, dari jenjang pendidikan TK, SD, hingga SMP, untuk melakukan tes usap sebagai persiapan sekolah tatap muka 2021.
Sementara Wakil Kepala SMPN 20 Padang Rifki Ferdiansyah menyambut baik pembelajaran tatap muka karena berdasarkan evaluasi yang dilakukan selama ini pembelajaran daring kurang optimal.
"Pertama tidak semua siswa bisa belajar daring, ada yang terbatas tidak punya HP dan akses," kata dia.
Kemudian saat belajar daring tidak semua siswa mampu menyerap informasi dan materi yang diberikan. Hal itu beda jauh dengan belajar tatap muka yang ada interaksi langsung.
Menyambut pembelajaran tatap muka pihaknya sudah melakukan sejumlah persiapan, mulai dari mengurangi meja dan kursi di ruang kelas menjadi 50 persen dari daya tampung normal, hingga penyediaan fasilitas cuci tangan.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Padang Dr Fitri Arsih berpandangan saat ini disiplin protokol kesehatan belum menjadi kebiasaan masyarakat, sehingga bila dipaksakan proses belajar mengajar dengan tatap muka besar berpeluang menciptakan klaster baru.
Menurut dia yang menjadi permasalahan belajar daring adalah keterbatasan kemampuan orang tua dalam mengawasi dan membantu pembelajaran siswa di rumah.
Lebih lanjut, untuk menciptakan pendidikan daring yang menarik, guru dan orang tua harus membangun kolaborasi demi memaksimalkan proses belajar jarak jauh.
“Kreativitas guru dalam menghadirkan pembelajaran daring yang menarik dan menyenangkan akan sangat menentukan besarnya atensi siswa terhadap kegiatan belajar daring tersebut, sedangkan pendampingan dan keaktifan orang tua dalam menemani anak akan menentukan sejauh mana kegiatan belajar di rumah bermanfaat dan bermakna,” ujarnya.
Sosiolog dari UNP Dr Erianjoni menilai perlu evaluasi tentang kelayakan sekolah akan dibuka, sehingga tidak menjadi klaster baru COVID-19.
"Selain itu harus ada komitmen bersama agar jangan ada saling menyalahkan antarpihak di kemudian hari," katanya.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam proses belajar mengajar tatap muka ini adalah, peran orang tetap dibutuhkan guna mencegah penularan COVID-19. Orang tua tetap harus mengingatkan anak-anaknya agar di sekolah selalu menerapkan protokol kesehatan, terutama dalam hal menjaga jarak dengan teman, termasuk perlunya keterbukaan orang terhadap sekolah jika anaknya mengalami sakit yang mengarah pada gejala COVID-19.
Pelajar kelas II salah satu SMP negeri di Kota Padang itu hingga kini belum pernah bertemu dengan teman sekelas setelah dinyatakan naik kelas sejak tahun ajaran baru.
Ia sempat beberapa kali ke sekolah, namun untuk belajar formal bersama kawan sekelas dan guru hanya dilakukan secara daring.
Pada awal-awal pandemi, yakni Maret 2020, diberlakukan kebijakan belajar daring, ia merasa senang karena tak perlu ke sekolah alias libur.
Cukup belajar dari rumah menggunakan gawai dua jam sehari, kemudian mengerjakan tugas dan selebihnya menghabiskan waktu bermain.
Namun lama kelamaan ia mulai merasa bosan juga dan setelah dipikir belajar langsung serta berjumpa dengan teman dan guru jauh lebih menyenangkan ketimbang terus menerus belajar di rumah.
Ia juga rindu berjumpa teman-teman, berkegiatan bersama yang tak tergantikan dengan belajar daring.
Saat mendengar informasi sekolah tatap muka akan dimulai, ia pun menyambut gembira, kendati orang tuanya cemas.
Orang tua Ibnu Aziz, Firdaus mengaku khawatir pada satu sisi, karena belum semua anak bisa patuh dan taat dengan protokol kesehatan.
"Orang dewasa saja kadang masih susah diatur, apalagi pelajar SMP, tapi di sisi lain anak juga tidak mungkin belajar di rumah terus," katanya.
Ia hanya berharap pihak sekolah dengan ketat mengontrol pelaksanaan protokol kesehatan sehingga berjalan dengan baik.
Demikian juga yang dirasakan Fitri Yeni, salah seorang guru SMP di Padang, yang mengaku sejak awal tahun ajaran baru belum pernah bertemu dengan murid baru secara langsung.
"Kendati lewat belajar daring bisa kenal, namun untuk berinteraksi langsung di kelas belum pernah," ujarnya.
Ia mengakui pada satu sisi di tengah pandemi pembelajaran daring adalah pilihan paling aman, namun pada sisi lain tetap ada keterbatasan.
"Mulai dari kendala dari murid yang tak punya fasilitas, sampai memberikan pemahaman materi pelajaran jauh lebih mudah secara tatap muka," katanya.
Setelah delapan bulan diberlakukan pembelajaran daring, Pemerintah Kota Padang berencana membuka proses belajar mengajar (PBM) secara tatap muka bagi sekolah, khususnya untuk tingkat SD dan SMP pada 4 Januari 2021.
"Dengan dibukanya sekolah secara tatap muka , maka diharapkan pendidikan di Kota Padang akan kembali membaik," kata Wali Kota Padang Mahyeldi, saat zoom meeting persiapan kurikulum sekolah tatap muka bersama para kepala sekolah beserta guru-guru SD/SMP.
Akan tetapi, ia mengingatkan, ketika proses belajar mengajar tatap muka kembali diberlakukan, protokol COVID-19 harus dijaga secara baik.
Hal itu mengacu pada terbitnya surat keputusan bersama (SKB) empat kementerian, terkait penyelenggaraan proses belajar mengajar tahun ajaran 2020-2021.
Oleh karenanya, awal Januari 2021 sekolah di Padang tersebut sudah diarahkan untuk dibolehkan melaksanakan PBM secara tatap muka.
Mahyeldi mengatakan belajar secara tatap muka ini memang harus segera dilakukan karena banyak hal yang mendasari, seperti sistem belajar daring yang diberlakukan selama ini memiliki dampak negatif bagi orang tua.
"Begitu juga terhadap sektor ekonomi, warga yang berjualan di sekolah juga terganggu karena kehilangan rezeki selama PBM menggunakan daring," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Habibul Fuadi menjelaskan sesuai ketentuan, persyaratan yang paling penting dalam sekolah tatap muka adalah kepastian pelaksanaan protokol COVID-19 di dalam proses belajar.
"Untuk hal ini pihaknya sudah meminta sekolah menyiapkan sarana prasarana, SDM serta melakukan sosialisasi, termasuk perencanaan kegiatan belajar mengajar.
Ia menyampaikan dengan telah dilengkapinya sejumlah persyaratan, menjelang awal Januari 2021, Tim Satgas COVID-19 Kota Padang juga melakukan verifikasi terhadap semua SD dan SMP di Kota Padang.
"Sekolah yang siap belajar tatap muka, maka akan dikeluarkan izinnya. Sementara sekolah yang belum siap, akan diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri. Sehingga dalam proses pembelajaran nantinya betul-betul aman," kata dia.
Ia menjelaskan pada prinsipnya seluruh sekolah di Kota Padang, SD dan SMP, akan diizinkan membuka belajar tatap muka, namun harus melalui verifikasi sesuai kriteria yang ditentukan.
Kriteria pertama, setiap sekolah harus memiliki seluruh sarana prasarana protokol pencegahan COVID-19.
Kemudian, guru-guru atau pihak sekolah harus melakukan tes usap serta mendapatkan izin dari orang tua peserta didik.
Selanjutnya, terkait teknis proses belajar mengajar tatap muka di tengah pandemi COVID-19, Habibul menjelaskan sesuai arahan SKB empat kementerian, maka semuanya nanti separuh atau dibagi 50 persen dari kegiatan PBM sebelum pandemi.
Ia memberi contoh murid yang belajar di satu lokal hanya diikuti setengah dari total jumlah murid yang ada.
Berarti, kalau ada satu lokal itu muridnya berjumlah 40 orang, saat belajar nanti akan dibagi 50 persen menjadi hanya 20 orang. Kemudian terkait jam pelajaran hanya separuh dari jam normal.
Sementara itu, terkait materi pelajaran, Habibul menyampaikan juga diterapkan separuh dari kurikulum normal sebelum pandemi COVID-19 dan sisanya menjadi tugas mandiri.
"Untuk praktik nanti, apakah sekolah akan menerapkan sehari masuk dan sehari libur dan bagaimananya, nanti akan kami diskusikan lagi sesuai kondisi dan situasi sekolah masing-masing," kata dia.
Lebih jauh dijelaskan, ke depan, baik para guru, tenaga kependidikan, bahkan penjaga sekolah, akan diminta melakukan tes usap .
Ia pun berharap pelaksanaan proses belajar mengajar tatap muka dapat didukung oleh semua pihak, tidak saja pihak sekolah dan orang tua, namun juga dari masyarakat.
Untuk persiapan belajar tatap muka pada 4 Januari 2021, Habibul Fuadi memastikan semuanya sudah rampung, mulai dari tes usap seluruh guru, hingga penyediaan fasilitas penunjang protokol kesehatan di sekolah.
Ia menjelaskan untuk sekolah tatap muka hanya tiga hari dalam sepekan dan sisanya dilanjutkan dengan pembelajaran daring.
"Jadi sifatnya masih gabungan antara tatap muka dan daring, untuk waktu belajar tatap muka juga maksimal tiga jam saja dalam sehari," ujarnya.
Lalu sekolah juga wajib menyediakan fasilitas cuci tangan dan semua murid yang datang dilakukan pengecekan suhu tubuh dengan thermogun.
Pada tahap awal sekolah tatap muka hanya dilakukan untuk kelas tertinggi, yaitu untuk SMP kelas tiga dan SD kelas lima dan enam.
Menjawab kekhawatiran sejumlah orang tua terkait sekolah tatap muka, Habibul Fuadi memastikan jajaran dinas pendidikan telah melakukan pengawasan dan pemantauan ke sekolah, mengecek fasilitas penunjang, seperti pencuci tangan hingga ruang kelas.
Selain itu Pemerintah Kota Padang juga telah mewajibkan 12.000 guru, dari jenjang pendidikan TK, SD, hingga SMP, untuk melakukan tes usap sebagai persiapan sekolah tatap muka 2021.
Sementara Wakil Kepala SMPN 20 Padang Rifki Ferdiansyah menyambut baik pembelajaran tatap muka karena berdasarkan evaluasi yang dilakukan selama ini pembelajaran daring kurang optimal.
"Pertama tidak semua siswa bisa belajar daring, ada yang terbatas tidak punya HP dan akses," kata dia.
Kemudian saat belajar daring tidak semua siswa mampu menyerap informasi dan materi yang diberikan. Hal itu beda jauh dengan belajar tatap muka yang ada interaksi langsung.
Menyambut pembelajaran tatap muka pihaknya sudah melakukan sejumlah persiapan, mulai dari mengurangi meja dan kursi di ruang kelas menjadi 50 persen dari daya tampung normal, hingga penyediaan fasilitas cuci tangan.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Padang Dr Fitri Arsih berpandangan saat ini disiplin protokol kesehatan belum menjadi kebiasaan masyarakat, sehingga bila dipaksakan proses belajar mengajar dengan tatap muka besar berpeluang menciptakan klaster baru.
Menurut dia yang menjadi permasalahan belajar daring adalah keterbatasan kemampuan orang tua dalam mengawasi dan membantu pembelajaran siswa di rumah.
Lebih lanjut, untuk menciptakan pendidikan daring yang menarik, guru dan orang tua harus membangun kolaborasi demi memaksimalkan proses belajar jarak jauh.
“Kreativitas guru dalam menghadirkan pembelajaran daring yang menarik dan menyenangkan akan sangat menentukan besarnya atensi siswa terhadap kegiatan belajar daring tersebut, sedangkan pendampingan dan keaktifan orang tua dalam menemani anak akan menentukan sejauh mana kegiatan belajar di rumah bermanfaat dan bermakna,” ujarnya.
Sosiolog dari UNP Dr Erianjoni menilai perlu evaluasi tentang kelayakan sekolah akan dibuka, sehingga tidak menjadi klaster baru COVID-19.
"Selain itu harus ada komitmen bersama agar jangan ada saling menyalahkan antarpihak di kemudian hari," katanya.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam proses belajar mengajar tatap muka ini adalah, peran orang tetap dibutuhkan guna mencegah penularan COVID-19. Orang tua tetap harus mengingatkan anak-anaknya agar di sekolah selalu menerapkan protokol kesehatan, terutama dalam hal menjaga jarak dengan teman, termasuk perlunya keterbukaan orang terhadap sekolah jika anaknya mengalami sakit yang mengarah pada gejala COVID-19.