Padang, (ANTARA) - Hasil survei Voxpol Center Research and Consulting menemukan elektabilitas Partai Keadilan Sejahtera menjulang menjelang pelaksanaan Pilgub Sumbar 2020 dan menjadi partai yang paling banyak dipilih warga Sumatera Barat.

"PKS kini memimpin dengan persentase perolehan 20,3 persen diikuti  Gerindra pada peringkat kedua  dengan perolehan 13,8 persen dan  Demokrat 12,4 persen," kata  Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting  Pangi Sarwi melalui siaran pers yang diterima di Padang, Senin. 

Sementara elektabilitas Golkar 5,8 persen , PAN 5,0 persen , Nasdem 4,8 persen , PKB 3,1 persen , PDIP 2,0 persen, lainnya 2,9 persen, tidak memilih 0,3 persen , rahasia 13,6 persen  dan tidak tahu/tidak jawab 16,0 persen.

Pangi menjelaskan  survei digelar pada 02-12 November 2020 menggunakan metode multistage random sampling dengan toleransi kesalahan  sebesar lebih kurang 3,47 persen  pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Populasi survei ini adalah warga Sumbar  yang berdomisili di 19 kota/kabupaten di Sumatera Barat dan telah mempunyai hak pilih, yaitu berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah ketika dilakukan survei. 

Jumlah responden survei  sebanyak 800 orang  diambil secara proporsional berimbang  laki-laki dan perempuan.

Setiap responden yang terpilih dilakukan wawancara dengan metode tatap muka  oleh surveyor profesional dan dilakukan quality control sebanyak 20 persen dari total jumlah sampel secara acak, dengan cara mendatangi kembali responden terpilih dan mengonfirmasi ulang responden terpilih.

Pangi menilai  dugaan pergeseran suara pemilih partai punya korelasi linear dengan perkembangan isu-isu peta politik nasional khususnya  partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah  yang  belakangan ini cenderung kebijakannya tidak populis berujung pada sentimen negatif, yang berdampak langsung menurunkan  citra serta elektabilitas partai di daerah tersebut.

Pada saat yang sama, partai yang selama ini kebijakannya berseberangan dengan partai koalisi pemerintah, nampaknya cukup berhasil berselancar dengan momentum populisme, seperti mengelola sentimen rakyat, dengan mengambil posisi tegas membela rakyat (agregasi), sehingga mendapatkan bonus insentif elektoral yang cukup berlimpah seperti yang dialami PKS dan Partai Demokrat. 

"Salah satu yang menggerus elektabilitas Gerindra adalah sikap politik Gerindra banting stir bergabung pada pemerintahan Jokowi dengan menempatkan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, selain memang belakangan ada beberapa kasus korupsi yang mulai menjerat kader Gerindra," kata dia.

Selain itu dalam konteks pergeseran elektabilitas partai politik di Sumbar, apakah punya dampak terhadap kemenangan calon kepada daerah yang diusung partai tersebut? jawaban yang mengatakan tidak akan punya korelasi positif terhadap pilihan calon gubernur dalam pemilihan kepala daerah.

"Hipotesisnya sebagian mengatakan bahwa pengaruh figur kandidat  justru lebih dominan mempengaruhi pemilih dalam memutuskan pilihan politiknya," kata dia.

Namun ia menilai  dampak psikologisnya cukup  besar terutama bagi partai yang berbasis kader seperti PKS, paling tidak pemicu kencangnya pergerakan mesin partai yang panas di ujung , seperti kasus pilkada di Jawa Barat. 

Pada  sisi lain, tidak dapat  dipungkiri tergerusnya elektabilitas partai Gerindra juga akan sedikit banyaknya berdampak terhadap kandidat yang diusung, apalagi pasangan cagub-cawagubnya hanya pakai satu mesin, diusung partai Gerindra sendiri, tanpa berkoalisi dengan partai lain sehingga tidak akan punya tambahan dukungan insentif elektoral dari mesin partai lain. (*)


 

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024