Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menyatakan bahwa kebijakan yang ada perlu terus untuk mendorong digitalisasi, namun juga diselaraskan dengan upaya untuk mempermudah perizinan daring bagi UMKM.
"Untuk mendorong digitalisasi, Kementerian Perdagangan dapat mempertimbangkan pengecualian pemberlakuan izin perdagangan daring khusus untuk usaha mikro dan kecil atau setidaknya menunda setelah pandemi dapat diatasi di tahun depan," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengingatkan, laporan IFC menyebutkan bahwa 33 persen pelaku usaha mikro dan kecil menganggap bahwa proses perizinan terlalu rumit, sedangkan 27 persen pelaku usaha mikro dan kecil menyebutkan bahwa mereka tidak melihat adanya manfaat dari perizinan.
Padahal, perluasan pasar bagi pelaku UMKM dapat menjadi alternatif solusi untuk usaha mikro yang berkelanjutan khususnya di masa pandemi.
Dina memaparkan, studi dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa pandemi merupakan alasan utama pelaku UMKM untuk masuk ke dunia digital.
"Di saat yang bersamaan, prospek konsumen digital juga turut meningkat dilihat dari peningkatan penggunaan aplikasi belanja online atau dalam jaringan (daring) sebesar 42 persen menurut infografis BPS," paparnya.
Dina menjelaskan beberapa komitmen pemerintah untuk mendukung UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil, selain melalui penyederhanaan perizinan dalam RUU Cipta Kerja meliputi juga antara lain kemudahan akses pembiayaan melalui jaminan kredit program dan ketersediaan Dana Alokasi Khusus atau DAK.
Kemudian, lanjutnya, penyediaan layanan pendampingan hukum, kepastian pasar minimal 40 persen produk usaha mikro dan kecil dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, dapat diberikan insentif pajak penghasilan untuk sektor tertentu, dan diberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem atau aplikasi pencatatan keuangan.
Sebagaimana diwartakan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk usaha mikro tercatat 170.152 atau setara 86 persen dari 197.322 NIB yang diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sepanjang September 2020.
Juru Bicara BKPM Tina Talisa menyampaikan pesatnya pengajuan NIB pengusaha skala mikro di masa pandemi adalah bentuk kekuatan perekonomian Indonesia yang 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Seperti yang sering diungkapkan Bapak Kepala BKPM, bahwa UMKM berkontribusi sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dan sesuai amanah yang diberikan oleh Presiden, BKPM terus memastikan untuk melayani UMKM. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), negara memberikan perlindungan dan penguatan UMKM yang semakin solid," katanya.
Tingginya pengajuan NIB sepanjang September itu kembali memecahkan rekor pencapaian tertinggi sepanjang 2020 setelah pada Agustus terjadi lonjakan pengajuan NIB usaha mikro yang mencapai 104.240 NIB, meningkat 114 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Jumlah NIB tersebut mencapai 82 persen dari total seluruh pengajuan sebesar 126.878 NIB di bulan Agustus 2020.
"Untuk mendorong digitalisasi, Kementerian Perdagangan dapat mempertimbangkan pengecualian pemberlakuan izin perdagangan daring khusus untuk usaha mikro dan kecil atau setidaknya menunda setelah pandemi dapat diatasi di tahun depan," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengingatkan, laporan IFC menyebutkan bahwa 33 persen pelaku usaha mikro dan kecil menganggap bahwa proses perizinan terlalu rumit, sedangkan 27 persen pelaku usaha mikro dan kecil menyebutkan bahwa mereka tidak melihat adanya manfaat dari perizinan.
Padahal, perluasan pasar bagi pelaku UMKM dapat menjadi alternatif solusi untuk usaha mikro yang berkelanjutan khususnya di masa pandemi.
Dina memaparkan, studi dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa pandemi merupakan alasan utama pelaku UMKM untuk masuk ke dunia digital.
"Di saat yang bersamaan, prospek konsumen digital juga turut meningkat dilihat dari peningkatan penggunaan aplikasi belanja online atau dalam jaringan (daring) sebesar 42 persen menurut infografis BPS," paparnya.
Dina menjelaskan beberapa komitmen pemerintah untuk mendukung UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil, selain melalui penyederhanaan perizinan dalam RUU Cipta Kerja meliputi juga antara lain kemudahan akses pembiayaan melalui jaminan kredit program dan ketersediaan Dana Alokasi Khusus atau DAK.
Kemudian, lanjutnya, penyediaan layanan pendampingan hukum, kepastian pasar minimal 40 persen produk usaha mikro dan kecil dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, dapat diberikan insentif pajak penghasilan untuk sektor tertentu, dan diberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem atau aplikasi pencatatan keuangan.
Sebagaimana diwartakan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk usaha mikro tercatat 170.152 atau setara 86 persen dari 197.322 NIB yang diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sepanjang September 2020.
Juru Bicara BKPM Tina Talisa menyampaikan pesatnya pengajuan NIB pengusaha skala mikro di masa pandemi adalah bentuk kekuatan perekonomian Indonesia yang 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Seperti yang sering diungkapkan Bapak Kepala BKPM, bahwa UMKM berkontribusi sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dan sesuai amanah yang diberikan oleh Presiden, BKPM terus memastikan untuk melayani UMKM. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), negara memberikan perlindungan dan penguatan UMKM yang semakin solid," katanya.
Tingginya pengajuan NIB sepanjang September itu kembali memecahkan rekor pencapaian tertinggi sepanjang 2020 setelah pada Agustus terjadi lonjakan pengajuan NIB usaha mikro yang mencapai 104.240 NIB, meningkat 114 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Jumlah NIB tersebut mencapai 82 persen dari total seluruh pengajuan sebesar 126.878 NIB di bulan Agustus 2020.