Padang (ANTARA) - Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mulai "hidup" kembali setelah status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sumatera Barat berakhir pada 7 Juni 2020.
Penerbangan mulai diizinkan. Penumpang mulai datang. Orang-orang kembali bekerja. Sedikit demi sedikit, denyut bandara kebanggaan "Urang Awak" itu mulai terasa.
Jika dibandingkan dengan kondisi sebelum COVID-19 melanda, tentu masih terasa sepi. Tidak terlihat orang yang terburu-buru, berlarian mengejar waktu. Tidak ada lalu lalang penumpang yang berusaha mencuri waktu mencari oleh-oleh pada beberapa stan dan toko dalam bandara. Tak ada antrean panjang bagasi.
Tapi setidaknya dalam "denyut" yang lemah itu ada harapan yang terpancar. Optimistis. Badai COVID-19 segera berlalu dan perekonomian berputar seperti sedia kala. Kalau dapat malah lebih kencang untuk mengejar waktu yang "hilang" akibat pandemi.
Bagi daerah yang berhasil mengendalikan penyebaran COVID-19 dengan positivity rate (PR) 1,45% (sampai hari ini masih Terendah dan terbaik nasional) seperti Sumatera Barat, menunggu bukanlah sebuah pilihan. Ya. Mengapa harus menunggu bila banyak hal bisa dilakukan hanya dengan penerapan protokol kesehatan?
Penerapan protokol kesehatan terkait COVID-19 itu sebenarnya tidak berat. Hanya persoalan kebiasaan. Menggunakan masker atau pelindung wajah, sering mencuci tangan dan menjaga jarak, apapula yang berat dengan hal itu? Kalau sudah terbiasa, mungkin malah tidak mau lagi membuka masker itu, meski dipaksa.
"Jika disiplin menerapkan protokol kesehatan, mau berwisata kemanapun mudah-mudahan aman," kata Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Sumbar, Hendri Agung Indrianto.
Tidak hanya "ngomong". Agung membuktikan kata-katanya dengan berkunjung ke Jakarta dengan selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan. Agenda utama beberapa hari di Jakarta adalah "Sales Mission" di Hotel Balairung. Namun ia juga menyempatkan untuk singgah pada beberapa tempat, termasuk mal.
Ia ingin meyakinkan diri sendiri dan wisatawan yang ingin datang ke Sumbar bahwa dengan menerapkan protokol kesehatan, penularan COVID-19 bisa dicegah dan berbagai kegiatan tetap bisa dilakukan.
Sepulang dari Jakarta, sesampainya di BIM, demi memastikan kesehatan diri sendiri, keluarga dan orang lain ia melakukan test PCR Swab. Tes itu disediakan secara gratis di bandara. Sampai di rumah ia melaksanakan isolasi mandiri sampai hasil tes keluar yang tidak sampai dua hari. Tes dilaksanakan pada Senin Sore, Rabu pagi sudah bisa diketahui hasilnya. Negatif.
Hasil itu memberikan ia keyakinan bahwa penerapan protokol kesehatan memang satu-satunya jalan yang relatif aman saat ini untuk bepergian. Jika wisatawan yang datang ke Sumbar juga menerapkannya secara disiplin, tentu berwisata akan aman dan tetap nyaman. Apalagi Sumbar juga sudah siap untuk menanti wisatawan di era adaptasi kebiasaan baru.
Pariwisata memang menjadi lokomotif yang dipilih oleh Pemprov Sumbar sebagai penggerak perekonomian di masa adaptasi kebiasaan baru. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyebut jika pariwisata bergerak, "gerbong" lain ikut bergerak. Perhotelan, rumah makan dan kuliner, usaha kreatif, destinasi wisata, transportasi hingga Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Karena itu sejumlah stimulus disiapkan untuk mendorong sektor itu agar lebih cepat "menggeliat", diantaranya memberikan tes PCR Swab gratis bagi wisatawan yang datang ke daerah itu menggunakan "pintu" udara.
Petugas disiapkan di BIM. Penumpang yang mendarat diperiksa suhu tubuh. Jika panas berlebih, langsung diberikan tes swab PCR gratis. Penumpang lain yang tidak terdeteksi pengukur suhu namun tetap ingin mengikuti tes swab, tetap diberi akses. Juga gratis.
Kalau nanti sedang berwisata di Sumbar terindikasi sakit, Rumah Sakit (RS) siap melayani. Kalau misalnya gejala COVID-19, juga ada fasilitas isolasi gratis yang bisa dimanfaatkan.
Seluruh pegawai hotel juga diberikan tes PCR Swab gratis. Hal itu untuk memastikan bahwa hotel di Sumbar aman dari COVID-19. Pelayanan juga meminimalkan tatap muka langsung. Bila ada pun, dipastikan memperhatikan protokol kesehatan (pakai masker/pelindung wajah).
Sistem non tunai digalakkan sehingga pembayaran untuk sejumlah pelayanan bisa dilakukan secara digital, tanpa tatap muka secara langsung.
Promosi juga mulai digagas. "Sales mission" adalah salah satunya. Perantau Minang di Jakarta dikumpulkan dan "diundang" untuk pulang. Pulang untuk menyambung tali silaturahim yang tidak bisa dilakukan pada momentum Idul Fitri 1441 Hijriah karena saat itu Sumbar menerapkan PSBB sehingga tidak ada yang bisa keluar masuk. Pulang untuk berwisata untuk menikmati keelokan alam. Meniti kembali kenangan masa-masa di kampung halaman. Nostalgia.
Selama ini perantau memang menjadi salah satu penyumbang kunjungan wisatawan, terutama saat libur lebaran. Sembari pulang kampung, mereka biasanya akan menghabiskan waktu mengunjungi tempat-tempat wisata kekinian. Kadang hanya untuk sekadar foto-foto, membagikan di mesia sosial. Begitu pula gaya berwisata sekarang.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Novrial mengatakan, "sales mission" digelar untuk menginformasikan langkah-langkah yang telah dan sedang dilakukan Pemprov Sumbar di masa adaptasi kebiasaan baru dengan orientasi pemulihan ekonomi berbasis wisata.
Saat ini bersama asosiasi pariwisata, pemerintah daerah juga tengah menyusun Paket Sumbar Tourism Great Sale yang menawarkan paket wisata dengan harga tiket pesawat minimal, hotel discount fixed rate dan coach discount fixed rate yang berlaku selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2020).
Hal itu diharapkan bisa menjadi pendorong sehingga kunjungan wisatawan akan terus meningkat dari waktu ke waktu, dan citra pariwisata Sumbar semakin baik pascapandemi COVID-19.
"Di destinasi wisata sosialisasi penerapan protokol kesehatan bagi wisatawan juga terus dilakukan secara masif. Begitu Standard Operational Procedure (SOP)-nya. Dan itu sudah diadopsi oleh 19 kabupaten dan kota di Sumbar," katanya.
Jadi, berwisata dengan protokol kesehatan ke Sumbar, why not?***1***
Penerbangan mulai diizinkan. Penumpang mulai datang. Orang-orang kembali bekerja. Sedikit demi sedikit, denyut bandara kebanggaan "Urang Awak" itu mulai terasa.
Jika dibandingkan dengan kondisi sebelum COVID-19 melanda, tentu masih terasa sepi. Tidak terlihat orang yang terburu-buru, berlarian mengejar waktu. Tidak ada lalu lalang penumpang yang berusaha mencuri waktu mencari oleh-oleh pada beberapa stan dan toko dalam bandara. Tak ada antrean panjang bagasi.
Tapi setidaknya dalam "denyut" yang lemah itu ada harapan yang terpancar. Optimistis. Badai COVID-19 segera berlalu dan perekonomian berputar seperti sedia kala. Kalau dapat malah lebih kencang untuk mengejar waktu yang "hilang" akibat pandemi.
Bagi daerah yang berhasil mengendalikan penyebaran COVID-19 dengan positivity rate (PR) 1,45% (sampai hari ini masih Terendah dan terbaik nasional) seperti Sumatera Barat, menunggu bukanlah sebuah pilihan. Ya. Mengapa harus menunggu bila banyak hal bisa dilakukan hanya dengan penerapan protokol kesehatan?
Penerapan protokol kesehatan terkait COVID-19 itu sebenarnya tidak berat. Hanya persoalan kebiasaan. Menggunakan masker atau pelindung wajah, sering mencuci tangan dan menjaga jarak, apapula yang berat dengan hal itu? Kalau sudah terbiasa, mungkin malah tidak mau lagi membuka masker itu, meski dipaksa.
"Jika disiplin menerapkan protokol kesehatan, mau berwisata kemanapun mudah-mudahan aman," kata Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Sumbar, Hendri Agung Indrianto.
Tidak hanya "ngomong". Agung membuktikan kata-katanya dengan berkunjung ke Jakarta dengan selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan. Agenda utama beberapa hari di Jakarta adalah "Sales Mission" di Hotel Balairung. Namun ia juga menyempatkan untuk singgah pada beberapa tempat, termasuk mal.
Ia ingin meyakinkan diri sendiri dan wisatawan yang ingin datang ke Sumbar bahwa dengan menerapkan protokol kesehatan, penularan COVID-19 bisa dicegah dan berbagai kegiatan tetap bisa dilakukan.
Sepulang dari Jakarta, sesampainya di BIM, demi memastikan kesehatan diri sendiri, keluarga dan orang lain ia melakukan test PCR Swab. Tes itu disediakan secara gratis di bandara. Sampai di rumah ia melaksanakan isolasi mandiri sampai hasil tes keluar yang tidak sampai dua hari. Tes dilaksanakan pada Senin Sore, Rabu pagi sudah bisa diketahui hasilnya. Negatif.
Hasil itu memberikan ia keyakinan bahwa penerapan protokol kesehatan memang satu-satunya jalan yang relatif aman saat ini untuk bepergian. Jika wisatawan yang datang ke Sumbar juga menerapkannya secara disiplin, tentu berwisata akan aman dan tetap nyaman. Apalagi Sumbar juga sudah siap untuk menanti wisatawan di era adaptasi kebiasaan baru.
Pariwisata memang menjadi lokomotif yang dipilih oleh Pemprov Sumbar sebagai penggerak perekonomian di masa adaptasi kebiasaan baru. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyebut jika pariwisata bergerak, "gerbong" lain ikut bergerak. Perhotelan, rumah makan dan kuliner, usaha kreatif, destinasi wisata, transportasi hingga Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Karena itu sejumlah stimulus disiapkan untuk mendorong sektor itu agar lebih cepat "menggeliat", diantaranya memberikan tes PCR Swab gratis bagi wisatawan yang datang ke daerah itu menggunakan "pintu" udara.
Petugas disiapkan di BIM. Penumpang yang mendarat diperiksa suhu tubuh. Jika panas berlebih, langsung diberikan tes swab PCR gratis. Penumpang lain yang tidak terdeteksi pengukur suhu namun tetap ingin mengikuti tes swab, tetap diberi akses. Juga gratis.
Kalau nanti sedang berwisata di Sumbar terindikasi sakit, Rumah Sakit (RS) siap melayani. Kalau misalnya gejala COVID-19, juga ada fasilitas isolasi gratis yang bisa dimanfaatkan.
Seluruh pegawai hotel juga diberikan tes PCR Swab gratis. Hal itu untuk memastikan bahwa hotel di Sumbar aman dari COVID-19. Pelayanan juga meminimalkan tatap muka langsung. Bila ada pun, dipastikan memperhatikan protokol kesehatan (pakai masker/pelindung wajah).
Sistem non tunai digalakkan sehingga pembayaran untuk sejumlah pelayanan bisa dilakukan secara digital, tanpa tatap muka secara langsung.
Promosi juga mulai digagas. "Sales mission" adalah salah satunya. Perantau Minang di Jakarta dikumpulkan dan "diundang" untuk pulang. Pulang untuk menyambung tali silaturahim yang tidak bisa dilakukan pada momentum Idul Fitri 1441 Hijriah karena saat itu Sumbar menerapkan PSBB sehingga tidak ada yang bisa keluar masuk. Pulang untuk berwisata untuk menikmati keelokan alam. Meniti kembali kenangan masa-masa di kampung halaman. Nostalgia.
Selama ini perantau memang menjadi salah satu penyumbang kunjungan wisatawan, terutama saat libur lebaran. Sembari pulang kampung, mereka biasanya akan menghabiskan waktu mengunjungi tempat-tempat wisata kekinian. Kadang hanya untuk sekadar foto-foto, membagikan di mesia sosial. Begitu pula gaya berwisata sekarang.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Novrial mengatakan, "sales mission" digelar untuk menginformasikan langkah-langkah yang telah dan sedang dilakukan Pemprov Sumbar di masa adaptasi kebiasaan baru dengan orientasi pemulihan ekonomi berbasis wisata.
Saat ini bersama asosiasi pariwisata, pemerintah daerah juga tengah menyusun Paket Sumbar Tourism Great Sale yang menawarkan paket wisata dengan harga tiket pesawat minimal, hotel discount fixed rate dan coach discount fixed rate yang berlaku selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2020).
Hal itu diharapkan bisa menjadi pendorong sehingga kunjungan wisatawan akan terus meningkat dari waktu ke waktu, dan citra pariwisata Sumbar semakin baik pascapandemi COVID-19.
"Di destinasi wisata sosialisasi penerapan protokol kesehatan bagi wisatawan juga terus dilakukan secara masif. Begitu Standard Operational Procedure (SOP)-nya. Dan itu sudah diadopsi oleh 19 kabupaten dan kota di Sumbar," katanya.
Jadi, berwisata dengan protokol kesehatan ke Sumbar, why not?***1***