Jakarta, (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menemukan kesemrawutan penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemik COVID-19 karena belum adanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diperbaharui di sejumlah daerah.
"Dalam pelaksanaannya, KPK masih menemukan kesemerawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di sejumlah daerah," ujar Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.
Untuk diketahui, KPK telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2020 pada 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat, agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran.
"Sesuai dengan SE, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan yang teknisnya dilakukan dengan melibatkan hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW untuk melakukan perluasan penerima manfaat (non-DTKS) dan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Dinas Dukcapil," tuturnya.
KPK, kata Ipi, juga mendorong keterbukaan data terkait penerima bantuan, realisasi anggaran, dan belanja terkait bansos sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
"Selain itu, KPK meminta kementerian/lembaga/pemda agar menyediakan saluran pengaduan masyarakat terkait hal ini," ujar dia.
Sedangkan dalam upaya pencegahan korupsi penanganan pandemik COVID-19, pada 2 April 2020 KPK telah membentuk tim pada Kedeputian Pencegahan yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 baik di pusat maupun di daerah.
"Empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa, refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos," ungkap Ipi.
Di tingkat pusat, kata dia, pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan kementerian/lembaga terkait.
"Sedangkan di tingkat daerah, KPK juga melibatkan seluruh personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan KPK bersama-sama dengan BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mendampingi dan mengawasi 542 pemda di Indonesia dalam penanganan COVID-19, termasuk di dalamnya penyaluran bansos maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa," kata Ipi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta sejumlah lembaga, yaitu KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan Agung untuk mendampingi penyaluran berbagai bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemik COVID-19.
"Yang paling penting, bagaimana mempermudah pelaksanaan di lapangan, oleh sebab itu keterbukaan itu sangat diperlukan sekali dan untuk sistem pencegahan minta saja didampingi KPK, BPKP, Kejaksaan," kata Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema "Ratas Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan BLT Dana Desa" yang diikuti Wakil Presiden Ma'ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat terkait lainnya.
"Kita memiliki lembaga-lembaga untuk mengawasi, untuk mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan," kata Jokowi, yang juga meminta agar prosedur penyaluran bansos disederhanakan.
"Ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit, padahal situasinya adalah situasi yang tidak normal yang bersifat extra ordinary," kata dia, yang juga menekankan pentingnya kecepatan dalam distribusi bansos.
Untuk dapat menyinkronkan data, dia juga meminta pelibatan RT, RW, dan kepala desa dalam mekanisme penyaluran bansos yang transparan. (*)
"Dalam pelaksanaannya, KPK masih menemukan kesemerawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di sejumlah daerah," ujar Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.
Untuk diketahui, KPK telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2020 pada 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat, agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran.
"Sesuai dengan SE, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan yang teknisnya dilakukan dengan melibatkan hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW untuk melakukan perluasan penerima manfaat (non-DTKS) dan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Dinas Dukcapil," tuturnya.
KPK, kata Ipi, juga mendorong keterbukaan data terkait penerima bantuan, realisasi anggaran, dan belanja terkait bansos sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
"Selain itu, KPK meminta kementerian/lembaga/pemda agar menyediakan saluran pengaduan masyarakat terkait hal ini," ujar dia.
Sedangkan dalam upaya pencegahan korupsi penanganan pandemik COVID-19, pada 2 April 2020 KPK telah membentuk tim pada Kedeputian Pencegahan yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 baik di pusat maupun di daerah.
"Empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa, refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos," ungkap Ipi.
Di tingkat pusat, kata dia, pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan kementerian/lembaga terkait.
"Sedangkan di tingkat daerah, KPK juga melibatkan seluruh personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan KPK bersama-sama dengan BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mendampingi dan mengawasi 542 pemda di Indonesia dalam penanganan COVID-19, termasuk di dalamnya penyaluran bansos maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa," kata Ipi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta sejumlah lembaga, yaitu KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan Agung untuk mendampingi penyaluran berbagai bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemik COVID-19.
"Yang paling penting, bagaimana mempermudah pelaksanaan di lapangan, oleh sebab itu keterbukaan itu sangat diperlukan sekali dan untuk sistem pencegahan minta saja didampingi KPK, BPKP, Kejaksaan," kata Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema "Ratas Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan BLT Dana Desa" yang diikuti Wakil Presiden Ma'ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat terkait lainnya.
"Kita memiliki lembaga-lembaga untuk mengawasi, untuk mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan," kata Jokowi, yang juga meminta agar prosedur penyaluran bansos disederhanakan.
"Ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit, padahal situasinya adalah situasi yang tidak normal yang bersifat extra ordinary," kata dia, yang juga menekankan pentingnya kecepatan dalam distribusi bansos.
Untuk dapat menyinkronkan data, dia juga meminta pelibatan RT, RW, dan kepala desa dalam mekanisme penyaluran bansos yang transparan. (*)