Jakarta (ANTARA) - Sekolah kerap disebut sebagai 'Kawah Candradimuka', tempat yang tepat bagi para pelajar bangsa untuk menimba ilmu, baik secara teori maupun mendapatkan pengalaman hidup.
Namun dalam sebulan terakhir di ibu kota, segala aktivitas di sekolah harus dihentikan akibat merebaknya virus COVID-19 sehingga mengharuskan murid-murid yang bersekolah harus belajar hanya dari rumah.
Tidak adanya aktivitas belajar-mengajar di sekolah, mungkin menjadi peluang DKI Jakarta untuk menggunakan tempat belajar-mengajar sebagai lokasi strategis bagi para perawat dan pasien selama pandemi COVID-19.
Senin, 20 April 2020, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menerbitkan surat yang berisikan daftar nama-nama sekolah yang memungkinkan digunakan sebagai fasilitas darurat untuk akomodasi perawat yang menangani COVID-19 serta menjadi tempat isolasi bagi pasien terkait virus asal Wuhan itu.
Pegawai beraktivitas di SMK Negeri 27 Jakarta, Selasa (21/4/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Begitu masyarakat tahu akan rencana penggunaan sekolah sebagai tempat darurat penanganan COVID-19, mereka merespon beragam baik pro maupun kontra.
Tak sedikit yang merasa khawatir akan tertular jika tempat perawatan medis bagi pasien virus pandemi itu terealisasi di dekat tempat tinggal mereka.
Penolakan bahkan sudah terjadi di masyarakat, misalnya saja di daerah Bungur, Jakarta Pusat.
Ketua Satuan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Jakarta Pusat Irwandi mengatakan penolakan warga Bungur terhadap ide penggunaan sekolah sebagai tempat isolasi pasien COVID-19 terjadi usai pihak kelurahan melakukan sosialisasi.
"Misalnya warga di Bungur sudah pada nolak kalau jadi tempat isolasi padahal baru sosialisasi, belum terealisasi. Sebenarnya kan bisa saja isolasinya ternyata untuk pasien bergejala ringan, atau pasien dalam pengawasan (PDP), belum tentu yang positif," kata Irwandi.
Mungkin tidak hanya di Jakarta Pusat, kondisi serupa mungkin saja dialami wilayah-wilayah lainnya. Rasa cemas dan khawatir tentu berkecamuk dipikiran masyarakat namun di sisi lainnya tentu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menyiapkan antisipasi kemungkinan terburuk jika fasilitas medis tak lagi mampu menampung pasien terkait kasus COVID-19.
Berkaca dari hal itu, sebuah pertanyaan muncul dari batin penulis, apakah tepat menjadikan sekolah sebagai lokasi cadangan untuk penanganan COVID-19 di ibu kota?
Fasilitas yang belum tentu digunakan
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana membenarkan salinan surat yang berisi daftar nama-nama sekolah di DKI Jakarta yang mungkin dapat digunakan untuk penanganan COVID-19.
Lebih dari 100 nama sekolah diajukan sebagai tempat isolasi pasien COVID-19, sedangkan sebanyak tujuh sekolah diajukan sebagai tempat akomodasi penginapan bagi para petugas medis dengan kapasitas sebanyak 70 tempat tidur.
Dalam salinan surat daftar nama-nama sekolah yang direncanakan digunakan sebagai tempat penanganan COVID-19, dijelaskan bahwa nama-nama sekolah itu berasal dari usulan camat dan lurah masing-masing wilayah untuk melakukan perawatan termasuk isolasi pasien yang terinfeksi virus asal Wuhan itu.
Camat Cempaka Putih Andri Ferdian membenarkan bahwa pihaknya di tingkat Kelurahan dan Kecamatan telah mengajukan lima nama sekolah untuk penanganan darurat COVID-19 yaitu SDN Cempaka Putih Barat 07, SDN Cempaka Putih Timur 01, SDN Cempaka Putih Timur 03, SMP Negeri 137 Jakarta, dan SDN Rawasari 05.
Namun dirinya berharap sekolah-sekolah itu tidak perlu digunakan sebagai tempat penanganan darurat COVID-19, karena ia berharap pemerintah berhasil mengatasi wabah pandemi dan mengendalikan virus dengan gejala awal batuk-pilek itu.
"Kalau bisa, tidak usah terpakai. Karena wabah, sebenarnya bisa diatasi," kata Andri saat menjawab waktu yang tepat untuk mengoperasikan sekolah sebagai lokasi darurat penanganan COVID-19.
Senada dengan Camat Andri, Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu membenarkan dirinya dan jajarannya telah mengajukan tujuh nama sekolah untuk keperluan darurat penanganan COVID-19.
Tujuannya tentu sebagai langkah antisipasi dari pemerintah daerah jika sewaktu-waktu kasus COVID-19 justru membludak di Ibu Kota.
"Belum tau kapan kita gunakan. Sekolah-sekolah itu kita siapkan sebagai antisipasi ke depan. Kita tidak tahu kapan dampak corona ini selesai, mudah-mudahan tidak berlarut panjang," ujar Yassin.
Meski ternyata nama-nama sekolah itu baru disiapkan sebagai rencana antisipasi namun Nahdiana dengan yakin menjawab sekolah-sekolah itu dapat digunakan sebagai lokasi darurat penanganan COVID-19.
"Jika akan dipakai tentu nanti mengikuti prosedur tahapan (protap) penanganan COVID-19 dari Dinas Kesehatan DKI," kata Nahdiana.
Namun saat ditanya terkait kriteria pasien kasus COVID-19 yang dapat dirawat dan menjalani isolasi di fasilitas sekolah-sekolah itu, Nahdiana tidak dapat menjelaskan lebih lanjut.
"Itu penentuannya dari tim medis (Dinas Kesehatan DKI) bukan wewenang kami (Dinas Pendidikan DKI)," ujar wanita berkerudung itu.
Alternatif Darurat selain Sekolah
Disulapnya fasilitas-fasilitas umum untuk penanganan COVID-19 bukanlah barang baru, langkah antisipasi yang disiapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebelumnya pernah dilakukan oleh Pemerintah Pusat RI.
Presiden RI Joko Widodo misalnya mengambil langkah menyulap tempat penginapan Wisma Atlet yang pernah digunakan untuk para atlet untuk beristirahat pada ajang Asian Games dan Asian Para Games 2018 menjadi Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet.
Awalnya memang muncul keraguan masyarakat terhadap RSD Wisma Atlet namun sebulan beroperasi rumah sakit darurat itu kini telah merawat sebanyak lebih dari 500 pasien positif COVID-19 bergejala ringan.
Di tingkat kota bahkan Gugus Tugas COVID-19 masing-masing kecamatan bahkan menyediakan opsi tempat khusus untuk isolasi bagi warganya yang menyandang status Orang dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Misalnya seperti Kecamatan Tanah Abang yang telah menyediakan rumah-rumah dinas Lurahnya untuk dialih fungsikan sebagai tempat isolasi mandiri.
"Kita juga di Tanah Abang, siapkan rumah dinas Camat, 4 rumah dinas lurah, 2 gedung Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) dan 1 Gelanggang Olah Raga (GOR) di kecamatan Tanah Abang sebagai sarana isolasi bagi warga yang terkait kasus COVID," kata Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu.
Saat ini, tugas terpenting untuk memastikan rencana itu dapat berjalan dengan baik adalah penggencaran sosialisasi kepada warga.
Misalnya seperti di Jakarta Timur yang mengintesifkan sosialisasi kepada orang tua murid yang bersekolah di sekolah-sekolah rujukan untuk penanganan COVID-19 melalui Grup Komunikasi Aplikasi Pesan Singkat.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur wilayah I Ade Narun menjelaskan dalam sosialisasi itu diberikan pemaparan kepada para orang tua murid bahwa fasilitas rumah sakit rujukan dan utama penanganan COVID-19 di Jakarta sudah penuh, sehingga warga perlu menumbuhkan empati sosial untuk saling membantu sesama.
"Siapa yang mau di tempatnya ada isolasi COVID-19, tapi kita mau gimana lagi, kan tempat sudah pada penuh, kita harus saling bantu sesama," kata Ade.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Resistensi masyarakat, khususnya dari orang tua siswa dan lingkungan juga banyak yang keberatan. Kalau anak kita sekolah di situ juga keberatan, tapi itu jadi tugas kita berikan penjelasan,".
Tidak hanya pemahaman dan sosialisasi terhadap warga yang ditumbuhkan jika ingin menyulap sekolah jadi rumah sakit darurat, langkah pencegahan nantinya harus dilakukan juga oleh Pemprov DKI Jakarta jika rencana sekolah-sekolah direalisasikan menjadi lokasi darurat penanganan COVID-19.
Hal yang baik dapat dicontoh dari wilayah Jakarta Selatan yang segera meminta penyemprotan disinfektan kepada Palang Merah Indonesia di kawasan sekolah-sekolah yang disiapkan untuk penanganan darurat COVID-19.
"Kita sudah antisipasi, kemarin baru kita terima surat penetapan sekolahnya, kita siap lakukan penyemprotan disinfektan," kata Humas PMI Jakarta Selatan Dedet Mulyadi saat dikonfirmasi terkait persiapan sekolah-sekolah di Jakarta Selatan untuk penanganan darurat COVID-19.
Meski terlihat bukan pilihan yang terbaik, setidaknya ini adalah langkah tepat dengan menyiapkan antisipasi.
Jika sudah dipersiapkan sematang mungkin seperti Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, tidak menutup kemungkinan opsi sekolah-sekolah akan digunakan sebagai lokasi penanganan darurat COVID-19 mungkin saja berhasil dilakukan.
Namun dalam sebulan terakhir di ibu kota, segala aktivitas di sekolah harus dihentikan akibat merebaknya virus COVID-19 sehingga mengharuskan murid-murid yang bersekolah harus belajar hanya dari rumah.
Tidak adanya aktivitas belajar-mengajar di sekolah, mungkin menjadi peluang DKI Jakarta untuk menggunakan tempat belajar-mengajar sebagai lokasi strategis bagi para perawat dan pasien selama pandemi COVID-19.
Senin, 20 April 2020, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menerbitkan surat yang berisikan daftar nama-nama sekolah yang memungkinkan digunakan sebagai fasilitas darurat untuk akomodasi perawat yang menangani COVID-19 serta menjadi tempat isolasi bagi pasien terkait virus asal Wuhan itu.
Begitu masyarakat tahu akan rencana penggunaan sekolah sebagai tempat darurat penanganan COVID-19, mereka merespon beragam baik pro maupun kontra.
Tak sedikit yang merasa khawatir akan tertular jika tempat perawatan medis bagi pasien virus pandemi itu terealisasi di dekat tempat tinggal mereka.
Penolakan bahkan sudah terjadi di masyarakat, misalnya saja di daerah Bungur, Jakarta Pusat.
Ketua Satuan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Jakarta Pusat Irwandi mengatakan penolakan warga Bungur terhadap ide penggunaan sekolah sebagai tempat isolasi pasien COVID-19 terjadi usai pihak kelurahan melakukan sosialisasi.
"Misalnya warga di Bungur sudah pada nolak kalau jadi tempat isolasi padahal baru sosialisasi, belum terealisasi. Sebenarnya kan bisa saja isolasinya ternyata untuk pasien bergejala ringan, atau pasien dalam pengawasan (PDP), belum tentu yang positif," kata Irwandi.
Mungkin tidak hanya di Jakarta Pusat, kondisi serupa mungkin saja dialami wilayah-wilayah lainnya. Rasa cemas dan khawatir tentu berkecamuk dipikiran masyarakat namun di sisi lainnya tentu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menyiapkan antisipasi kemungkinan terburuk jika fasilitas medis tak lagi mampu menampung pasien terkait kasus COVID-19.
Berkaca dari hal itu, sebuah pertanyaan muncul dari batin penulis, apakah tepat menjadikan sekolah sebagai lokasi cadangan untuk penanganan COVID-19 di ibu kota?
Fasilitas yang belum tentu digunakan
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana membenarkan salinan surat yang berisi daftar nama-nama sekolah di DKI Jakarta yang mungkin dapat digunakan untuk penanganan COVID-19.
Lebih dari 100 nama sekolah diajukan sebagai tempat isolasi pasien COVID-19, sedangkan sebanyak tujuh sekolah diajukan sebagai tempat akomodasi penginapan bagi para petugas medis dengan kapasitas sebanyak 70 tempat tidur.
Dalam salinan surat daftar nama-nama sekolah yang direncanakan digunakan sebagai tempat penanganan COVID-19, dijelaskan bahwa nama-nama sekolah itu berasal dari usulan camat dan lurah masing-masing wilayah untuk melakukan perawatan termasuk isolasi pasien yang terinfeksi virus asal Wuhan itu.
Camat Cempaka Putih Andri Ferdian membenarkan bahwa pihaknya di tingkat Kelurahan dan Kecamatan telah mengajukan lima nama sekolah untuk penanganan darurat COVID-19 yaitu SDN Cempaka Putih Barat 07, SDN Cempaka Putih Timur 01, SDN Cempaka Putih Timur 03, SMP Negeri 137 Jakarta, dan SDN Rawasari 05.
Namun dirinya berharap sekolah-sekolah itu tidak perlu digunakan sebagai tempat penanganan darurat COVID-19, karena ia berharap pemerintah berhasil mengatasi wabah pandemi dan mengendalikan virus dengan gejala awal batuk-pilek itu.
"Kalau bisa, tidak usah terpakai. Karena wabah, sebenarnya bisa diatasi," kata Andri saat menjawab waktu yang tepat untuk mengoperasikan sekolah sebagai lokasi darurat penanganan COVID-19.
Senada dengan Camat Andri, Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu membenarkan dirinya dan jajarannya telah mengajukan tujuh nama sekolah untuk keperluan darurat penanganan COVID-19.
Tujuannya tentu sebagai langkah antisipasi dari pemerintah daerah jika sewaktu-waktu kasus COVID-19 justru membludak di Ibu Kota.
"Belum tau kapan kita gunakan. Sekolah-sekolah itu kita siapkan sebagai antisipasi ke depan. Kita tidak tahu kapan dampak corona ini selesai, mudah-mudahan tidak berlarut panjang," ujar Yassin.
Meski ternyata nama-nama sekolah itu baru disiapkan sebagai rencana antisipasi namun Nahdiana dengan yakin menjawab sekolah-sekolah itu dapat digunakan sebagai lokasi darurat penanganan COVID-19.
"Jika akan dipakai tentu nanti mengikuti prosedur tahapan (protap) penanganan COVID-19 dari Dinas Kesehatan DKI," kata Nahdiana.
Namun saat ditanya terkait kriteria pasien kasus COVID-19 yang dapat dirawat dan menjalani isolasi di fasilitas sekolah-sekolah itu, Nahdiana tidak dapat menjelaskan lebih lanjut.
"Itu penentuannya dari tim medis (Dinas Kesehatan DKI) bukan wewenang kami (Dinas Pendidikan DKI)," ujar wanita berkerudung itu.
Alternatif Darurat selain Sekolah
Disulapnya fasilitas-fasilitas umum untuk penanganan COVID-19 bukanlah barang baru, langkah antisipasi yang disiapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebelumnya pernah dilakukan oleh Pemerintah Pusat RI.
Presiden RI Joko Widodo misalnya mengambil langkah menyulap tempat penginapan Wisma Atlet yang pernah digunakan untuk para atlet untuk beristirahat pada ajang Asian Games dan Asian Para Games 2018 menjadi Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet.
Awalnya memang muncul keraguan masyarakat terhadap RSD Wisma Atlet namun sebulan beroperasi rumah sakit darurat itu kini telah merawat sebanyak lebih dari 500 pasien positif COVID-19 bergejala ringan.
Di tingkat kota bahkan Gugus Tugas COVID-19 masing-masing kecamatan bahkan menyediakan opsi tempat khusus untuk isolasi bagi warganya yang menyandang status Orang dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Misalnya seperti Kecamatan Tanah Abang yang telah menyediakan rumah-rumah dinas Lurahnya untuk dialih fungsikan sebagai tempat isolasi mandiri.
"Kita juga di Tanah Abang, siapkan rumah dinas Camat, 4 rumah dinas lurah, 2 gedung Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) dan 1 Gelanggang Olah Raga (GOR) di kecamatan Tanah Abang sebagai sarana isolasi bagi warga yang terkait kasus COVID," kata Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu.
Saat ini, tugas terpenting untuk memastikan rencana itu dapat berjalan dengan baik adalah penggencaran sosialisasi kepada warga.
Misalnya seperti di Jakarta Timur yang mengintesifkan sosialisasi kepada orang tua murid yang bersekolah di sekolah-sekolah rujukan untuk penanganan COVID-19 melalui Grup Komunikasi Aplikasi Pesan Singkat.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur wilayah I Ade Narun menjelaskan dalam sosialisasi itu diberikan pemaparan kepada para orang tua murid bahwa fasilitas rumah sakit rujukan dan utama penanganan COVID-19 di Jakarta sudah penuh, sehingga warga perlu menumbuhkan empati sosial untuk saling membantu sesama.
"Siapa yang mau di tempatnya ada isolasi COVID-19, tapi kita mau gimana lagi, kan tempat sudah pada penuh, kita harus saling bantu sesama," kata Ade.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Resistensi masyarakat, khususnya dari orang tua siswa dan lingkungan juga banyak yang keberatan. Kalau anak kita sekolah di situ juga keberatan, tapi itu jadi tugas kita berikan penjelasan,".
Tidak hanya pemahaman dan sosialisasi terhadap warga yang ditumbuhkan jika ingin menyulap sekolah jadi rumah sakit darurat, langkah pencegahan nantinya harus dilakukan juga oleh Pemprov DKI Jakarta jika rencana sekolah-sekolah direalisasikan menjadi lokasi darurat penanganan COVID-19.
Hal yang baik dapat dicontoh dari wilayah Jakarta Selatan yang segera meminta penyemprotan disinfektan kepada Palang Merah Indonesia di kawasan sekolah-sekolah yang disiapkan untuk penanganan darurat COVID-19.
"Kita sudah antisipasi, kemarin baru kita terima surat penetapan sekolahnya, kita siap lakukan penyemprotan disinfektan," kata Humas PMI Jakarta Selatan Dedet Mulyadi saat dikonfirmasi terkait persiapan sekolah-sekolah di Jakarta Selatan untuk penanganan darurat COVID-19.
Meski terlihat bukan pilihan yang terbaik, setidaknya ini adalah langkah tepat dengan menyiapkan antisipasi.
Jika sudah dipersiapkan sematang mungkin seperti Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, tidak menutup kemungkinan opsi sekolah-sekolah akan digunakan sebagai lokasi penanganan darurat COVID-19 mungkin saja berhasil dilakukan.