Padang, (ANTARA) -  Sore ini saya kembali mengikuti diskusi terkait bagaimana negara luar menyikapi Corona Virus Disease (COVID-19) secara live di instagram bersama Andi Batara yang sedang kuliah di University of Auckland, New Zealand dipandu oleh Yanuardi Syukur, pendiri Rumah Produktif Indonesia.

Awal diskusi dibuka dengan cerita  tentang bagaimana awal mula corona virus masuk ke negara kecil tersebut. Jadi, di New Zealand, virus Corona dibawa oleh seorang nenek dari Iran yang sempat transit di Bali, dan ketika telah sampai di New Zealand ternyata terdeteksi positif COVID-19.

Pemerintah New Zealand tampak cukup siap menghadapi masuknya virus ini. Bahkan sebelum Corona virus masuk ke negara tersebut, mereka telah bersiap siaga. Perdana Menteri New Zealand, Jacinda Ardern selalu tampil menjadi sosok penenang bagi seluruh masyarakat. Dia begitu tegas dengan kebijakan yang diambil demi menjaga keamanan dan keselamatan warganya.

Ada tiga kelebihan dalam New Zealand dalam menghadapi  kondisi pandemik ini.

Pertama, masyarakatnya taat pada pemerintah. Mereka satu suara dalam menjalankan instruksi yang diberikan oleh pemerintah. Ketika kebijakan lock down diturunkan, semua masyarakat patuh tanpa membantah. Ketika dilarang untuk bepergian, warga juga melaksanakan dengan sungguh-sungguh. 

Kedua, pemerintah tanggap dan peduli dengan keadaan rakyatnya. Dalam penjelasannya, Andi Batara sempat menceritakan bagaimana Jacinda turun ke masyarakat, tepatnya ke anak-anak untuk menjelaskan dan mengedukasi mereka terkait corona virus. Ini tindakan yang keren. 

Selama ini edukasi lebih banyak diberikan pada orang dewasa, padahal seringkali pertanyaan kritis terkait Corona Virus ini datang dari anak-anak yang penasaran dan serba ingin tahu.

Ketiga, tidak ada kasus represif oleh aparat. Aparat tidak pernah melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang melanggar aturan. Karena kondisi masyarakatnya yang patuh dan taat.

Namun di tengah kondisi tersebut, tetap ada saja sebuah sandungan, namun menjadi pelajaran bagi kita semua. Dua hari yang lalu, Menteri Kesehatan New Zealand, David Clark diturunkan dari jabatannya karena melanggar aturan pemerintah yang melarang warga untuk bepergian. Clark malah melakukan perjalanan wisata atau liburan dan berkendara sejauh 20 km bersama keluarganya ke Doctor's Point Beach. 

Hal ini jelas-jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan. Namun David Clark mengaku bersalah dengan tindakannya tersebut.

Terlepas dari sedikit insiden kecil di atas, saya pribadi merasa salut dengan negara New Zealand dalam menyikapi pandemi ini. Apakah karena faktor negaranya yang kecil, masyarakatnya sedikit, sehingga gampang diatur? Saya juga tidak begitu paham.

Kondisi New Zealand adalah kondisi yang sangat ideal yang bisa diterapkan dalam penanganan wabah di dalam suatu negara. Saya memandang hal tersebut belum bisa diterapkan di Indonesia. Karena terlalu banyak ketimpangan antara negara kita dan New Zealand. 

Beberapa kendala yang menjadi kendala Indonesia dalam menerapkan pola seperti New Zealand dalam menghadapi COVID-19 adalah pertama, karakter masyarakat bangsa kita yang  majemuk. Baik dalam hal pengetahuan, ekonomi, juga budaya.

Menurut sensus BPS tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 1.340 suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki karakter kebudayaan yang berbeda. Menyatukan perbedaan ini bukanlah pekerjaan ringan. Dalam kasus Covid-19 ini, ketika pemerintah menciptakan aturan untuk tetap berada di rumah, hal ini tentu saja tidak bisa begitu saja diterima oleh masyarakat Indonesia. Pola dan kebiasaan bersilaturrahim, saling berkunjung, dan berkumpul tidak bisa serta merta diabaikan.

Belum lagi tingkat pengetahuan yang juga sangat beragam, sehingga memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait COVID-19 ini juga menjadi kerja yang berat. Faktor ekonomi yang juga timpang, membuat masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, mau tidak mau harus tetap keluar rumah untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kedua, ketidaksiapan pemerintah.

Pemerintah kita boleh dibilang tidak siap dengan hadirnya wabah ini. Tidak siap dalam hal antisipasi, ataupun dalam pengayoman kepada masyarakat. Ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah bersama, terutama bagi pemerintah untuk membenahi sistem dan pola yang tidak rapi selama ini.

Tapi lewat tulisan ini, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa banyak hal yang bisa kita tiru dari negara New Zealand. Kita sebagai warga negara Indonesia, mungkin bisa memulai dengan bersikap tegas pada diri kita sendiri. 

Ketika pemerintah telah mengeluarkan himbauan untuk #DiRumahAja, mari kita bersegera melakukannya agar penyebaran virus ini bisa dihambat. Kecuali untuk keperluan yang benar-benar urgen. Mari kita sama-sama berdoa, semoga pandemi ini segera berlalu dari negara kita, juga dunia.

* Penulis adalah pegiat Rumah Produktif Indonesia.
 

Pewarta :  Maghdalena
Editor : Ikhwan Wahyudi
Copyright © ANTARA 2024