Ankara, (ANTARA) - Operasi militer Turki untuk memukul mundur serangan pasukan pemerintah Suriah terhadap pemberontak di barat laut negara itu hanya tinggal menunggu waktu setelah negosiasi dengan Rusia menemui kegagalan, ujar Presiden Tayyip Erdogan.
Pasukan Turki telah membanjiri wilayah Idlib dan lebih banyak lagi tentara negara itu sedang menuju ke daerah perbatasan.
Alhasil, pasukan Turki tak lama lagi akan berhadapan langsung dengan pasukan Suriah yang didukung Rusia.
Kremlin mengatakan bentrokan antara pasukan Turki dan Suriah akan menjadi "skenario terburuk" dan Rusia akan berusaha untuk mencegah situasi semakin buruk.
Pasukan Suriah yang didukung oleh pesawat tempur dan pasukan khusus Rusia telah bertempur sejak Desember untuk membasmi para pemberontak di benteng terakhir mereka yang berada di provinsi Idlib dan Aleppo.
Operasi militer yang dilakukan pasukan Suriah itu bisa menjadi salah satu episode terakhir perang saudara tersebut, yang sudah berlangsung selama sembilan tahun.
Sudah hampir satu juta warga sipil mengungsikan diri dari serangan udara dan serangan artileri ke arah perbatasan. Keadaan itu membuat badan-badan bantuan internasional kewalahan menangani krisis kemanusiaan.
Turki, yang telah menampung 3,6 juta pengungsi Suriah, mengatakan tidak dapat menangani lebih banyak lagi pengungsi.
Ketika berbicara kepada anggota parlemen dari Partai AK yang berkuasa pada Rabu, Erdogan mengatakan Turki bertekad menjadikan Idlib sebagai zona aman. Perundingan dengan Rusia akan dilanjutkan. Sejauh ini, beberapa putaran perundingan diplomatik gagal mencapai kesepakatan, katanya.
"Kami memasuki hari-hari terakhir bagi rezim untuk menghentikan permusuhannya di Idlib. Kami membuat peringatan terakhir," kata Erdogan, yang negaranya memiliki jumlah tentara terbesar kedua di NATO.
"Turki telah melakukan persiapan untuk melaksanakan rencana operasi militer sendiri. Saya katakan bahwa kita dapat datang kapan saja. Dengan kata lain, serangan Idlib hanya masalah waktu."
Pasukan Turki
Sumber militer oposisi mengatakan kepada Reuters bahwa 15.000 tentara Turki sekarang berada di Suriah barat laut setelah sejumlah konvoi militer mengalir ke wilayah itu dalam beberapa hari terakhir.
"Anda tidak dapat membayangkan skala bala bantuan Turki, setengah dari Reyhanli sekarang penuh dengan pasukan Turki yang siap memasuki Suriah," katanya, merujuk pada kota perbatasan Turki. "Mereka menyiapkan pasukan mereka, operasi militer dapat dimulai kapan saja."
Ankara dan Moskow menandatangani perjanjian pada 2018 untuk membangun zona penurunan ketegangan di Idlib yang memungkinkan kedua belah pihak mendirikan pos-pos pengamatan.
Pada Rabu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pasukan Suriah mendukung perjanjian sebelumnya tetapi juga bereaksi terhadap provokasi.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan "Jika kita berbicara tentang operasi melawan otoritas Suriah dan angkatan bersenjata yang sah, tentu saja ini merupakan skenario terburuk."
Dalam sepekan terakhir, tentara Suriah telah menguasai puluhan kota di sekitar Aleppo dan jalan raya M5 yang menghubungkan Damaskus dengan Aleppo.
Tidak jelas kapan Ankara dan Moskow akan melanjutkan pembicaraan.
Jenderal pertahanan militer Suriah Ahmad Rahhal mengatakan pembicaraan di Moskow pada Senin "menghina Turki" dan membuat marah Ankara.
"Rusia telah melakukan kesalahan," katanya kepada Reuters. "Kami sedang mengarah untuk melancarkan operasi militer Turki di Suriah tetapi tidak ada yang tahu kapan dilaksanakan ... Ini mungkin dimulai secara bertahap." (*)
Pasukan Turki telah membanjiri wilayah Idlib dan lebih banyak lagi tentara negara itu sedang menuju ke daerah perbatasan.
Alhasil, pasukan Turki tak lama lagi akan berhadapan langsung dengan pasukan Suriah yang didukung Rusia.
Kremlin mengatakan bentrokan antara pasukan Turki dan Suriah akan menjadi "skenario terburuk" dan Rusia akan berusaha untuk mencegah situasi semakin buruk.
Pasukan Suriah yang didukung oleh pesawat tempur dan pasukan khusus Rusia telah bertempur sejak Desember untuk membasmi para pemberontak di benteng terakhir mereka yang berada di provinsi Idlib dan Aleppo.
Operasi militer yang dilakukan pasukan Suriah itu bisa menjadi salah satu episode terakhir perang saudara tersebut, yang sudah berlangsung selama sembilan tahun.
Sudah hampir satu juta warga sipil mengungsikan diri dari serangan udara dan serangan artileri ke arah perbatasan. Keadaan itu membuat badan-badan bantuan internasional kewalahan menangani krisis kemanusiaan.
Turki, yang telah menampung 3,6 juta pengungsi Suriah, mengatakan tidak dapat menangani lebih banyak lagi pengungsi.
Ketika berbicara kepada anggota parlemen dari Partai AK yang berkuasa pada Rabu, Erdogan mengatakan Turki bertekad menjadikan Idlib sebagai zona aman. Perundingan dengan Rusia akan dilanjutkan. Sejauh ini, beberapa putaran perundingan diplomatik gagal mencapai kesepakatan, katanya.
"Kami memasuki hari-hari terakhir bagi rezim untuk menghentikan permusuhannya di Idlib. Kami membuat peringatan terakhir," kata Erdogan, yang negaranya memiliki jumlah tentara terbesar kedua di NATO.
"Turki telah melakukan persiapan untuk melaksanakan rencana operasi militer sendiri. Saya katakan bahwa kita dapat datang kapan saja. Dengan kata lain, serangan Idlib hanya masalah waktu."
Pasukan Turki
Sumber militer oposisi mengatakan kepada Reuters bahwa 15.000 tentara Turki sekarang berada di Suriah barat laut setelah sejumlah konvoi militer mengalir ke wilayah itu dalam beberapa hari terakhir.
"Anda tidak dapat membayangkan skala bala bantuan Turki, setengah dari Reyhanli sekarang penuh dengan pasukan Turki yang siap memasuki Suriah," katanya, merujuk pada kota perbatasan Turki. "Mereka menyiapkan pasukan mereka, operasi militer dapat dimulai kapan saja."
Ankara dan Moskow menandatangani perjanjian pada 2018 untuk membangun zona penurunan ketegangan di Idlib yang memungkinkan kedua belah pihak mendirikan pos-pos pengamatan.
Pada Rabu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pasukan Suriah mendukung perjanjian sebelumnya tetapi juga bereaksi terhadap provokasi.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan "Jika kita berbicara tentang operasi melawan otoritas Suriah dan angkatan bersenjata yang sah, tentu saja ini merupakan skenario terburuk."
Dalam sepekan terakhir, tentara Suriah telah menguasai puluhan kota di sekitar Aleppo dan jalan raya M5 yang menghubungkan Damaskus dengan Aleppo.
Tidak jelas kapan Ankara dan Moskow akan melanjutkan pembicaraan.
Jenderal pertahanan militer Suriah Ahmad Rahhal mengatakan pembicaraan di Moskow pada Senin "menghina Turki" dan membuat marah Ankara.
"Rusia telah melakukan kesalahan," katanya kepada Reuters. "Kami sedang mengarah untuk melancarkan operasi militer Turki di Suriah tetapi tidak ada yang tahu kapan dilaksanakan ... Ini mungkin dimulai secara bertahap." (*)