Padang (ANTARA) - Ketua KPU Sumatera Barat Amnasmen berharap pemerintah daerah bisa mencarikan solusi terkait kekurangan anggaran sekitar Rp5 miliar untuk pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Padang Pariaman.
"Kita sudah beberapa kali melaporkan ini pada gebernur. Mudah-mudahan ada solusi karena kewenangan anggaran itu di pemerintah daerah sementara KPU hanya penyelenggara," katanya di Padang, Sabtu.
Ia khawatir tanpa adanya anggaran tambahan itu, pelaksanaan Pilkada di Padang Pariaman akan terganggu sehingga hasilnya juga tidak maksimal.
Menurutnya saat ini untuk Sumbar, persoalan kekurangan anggaran di Padang Pariaman adalah yang paling mencemaskan. Anggaran itu untuk honor penyelengara ad hoc yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelengara Pemungutan Suara (KPPS), sehingga tidak bisa dikurangi.
"Kita memahami daerah juga butuh anggaran besar. Apalagi Padang Pariaman menjadi tuan rumah untuk beberapa kegiatan nasional. Namun, anggaran untuk honor ini memang tidak bisa diefisiensikan," ujarnya.
Ia menjelaskan awalnya tidak terjadi permasalahan terkait anggaran Pilkada di Padang Pariaman. Namun, kemudian Menteri Keuangan mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan honor penyelenggara ad hoc sehingga anggaran yang dibutuhkan membengkak.
Awalnya, kebutuhan untuk honor itu hanya hanya Rp6 miliar, setelah kebijakan kenaikan, honor yang harus dibayarkan menjadi Rp16 miliar atau naik Rp10 miliar.
Anggaran yang membengkak itu membuat kebutuhan minimal untuk pelaksanaan Pilkada Padang Pariaman 2020 menjadi Rp30 miliar, sementara daerah hanya sanggup Rp25 miliar.
Amnasmen menyebut hanya pemerintah daerah yang bisa mencarikan solusi untuk persoalan itu, sementara KPU sebagai pelaksana siap untuk melaksanakan semua tahapan jika anggaran tersedia.
"Saya sudah ke Padang Pariaman. Hingga saat ini KPU di sana tetap melaksanakan semua tahapan dengan sebagaimana mestinya. Semua berjalan baik. Namun, bagaimana pun nantinya pasti akan terganggu kalau tidak ada solusi terkait anggaran," ujarnya.
"Kita sudah beberapa kali melaporkan ini pada gebernur. Mudah-mudahan ada solusi karena kewenangan anggaran itu di pemerintah daerah sementara KPU hanya penyelenggara," katanya di Padang, Sabtu.
Ia khawatir tanpa adanya anggaran tambahan itu, pelaksanaan Pilkada di Padang Pariaman akan terganggu sehingga hasilnya juga tidak maksimal.
Menurutnya saat ini untuk Sumbar, persoalan kekurangan anggaran di Padang Pariaman adalah yang paling mencemaskan. Anggaran itu untuk honor penyelengara ad hoc yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelengara Pemungutan Suara (KPPS), sehingga tidak bisa dikurangi.
"Kita memahami daerah juga butuh anggaran besar. Apalagi Padang Pariaman menjadi tuan rumah untuk beberapa kegiatan nasional. Namun, anggaran untuk honor ini memang tidak bisa diefisiensikan," ujarnya.
Ia menjelaskan awalnya tidak terjadi permasalahan terkait anggaran Pilkada di Padang Pariaman. Namun, kemudian Menteri Keuangan mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan honor penyelenggara ad hoc sehingga anggaran yang dibutuhkan membengkak.
Awalnya, kebutuhan untuk honor itu hanya hanya Rp6 miliar, setelah kebijakan kenaikan, honor yang harus dibayarkan menjadi Rp16 miliar atau naik Rp10 miliar.
Anggaran yang membengkak itu membuat kebutuhan minimal untuk pelaksanaan Pilkada Padang Pariaman 2020 menjadi Rp30 miliar, sementara daerah hanya sanggup Rp25 miliar.
Amnasmen menyebut hanya pemerintah daerah yang bisa mencarikan solusi untuk persoalan itu, sementara KPU sebagai pelaksana siap untuk melaksanakan semua tahapan jika anggaran tersedia.
"Saya sudah ke Padang Pariaman. Hingga saat ini KPU di sana tetap melaksanakan semua tahapan dengan sebagaimana mestinya. Semua berjalan baik. Namun, bagaimana pun nantinya pasti akan terganggu kalau tidak ada solusi terkait anggaran," ujarnya.