Yogyakarta, (ANTARA) - PT Pertamina EP, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), membidik peningkatan produksi minyak pada 2020 hingga 85.000 barel minyak per hari (BOPD), melalui optimalisasi pengelolaan lapangan minyak yang sebagian besar berusia tua serta kegiatan eksplorasi pencarian sumur minyak baru.
Target produksi tersebut 102,7 persen dari prognosa 2019 sebesar 82.767 bph/barel per hari. Sementara produksi gas tahun depan diproyeksikan 932 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,8 persen dari target tahun ini 953 MMSCFD.
"Kita pada posisi lapangan-lapangan mature (tua) sehingga butuh upaya yang luar biasa. Jangan berharap produksi lapangan tua sama dengan yang baru diproduksi," kata Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf saat ditemui dalam Media Gathering di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Nanang, untuk meningkatkan produksi lapangan minyak tua butuh penanganan khusus. Antara lain dengan metode injeksi air atau "gas lift" untuk memperkuat tekanan pada reservoir. Cara ini membuat biaya operasi dan investasi memang menjadi lebih tinggi.
"Ada sumur minyak dengan kadar airnya 90 persen sedangkan minyaknya hanya 10 persen, sehingga harus ada peralatan khusus untuk water treatment-nya. Kondisi berbeda bagi lapangan yang baru produksi, seperti Banyu Urip, tekanan reservoirnya masih kuat dan kadar airnya bahkan tidak ada sehingga bisa dinaikkan produksinya kapan saja," ujar Nanang.
Di sisi lain, Pertamina EP juga menggencarkan kegiatan eksplorasi untuk mencari sumur minyak baru sekaligus menahan laju penurunan secara alamiah (natural decline). Berbagai upaya tersebut, kata Nanang, mampu membalikkan keadaan, dari tren penurunan produksi menjadi berbalik naik 12 persen pada 2018 dibandingkan 2017.
Untuk tahun ini, tren kenaikan produksi masih berlanjut meskipun diperkirakan tidak sebesar tahun 2018. Produksi minyak 2019 diproyeksikan bisa mencapai 82.500 BOPD, naik dibandingkan tahun lalu sekitar 79.900 bph.
Capaian produksi Pertamina EP tahun ini antara lain lewat aktivitas pemboran 91 sumur, sebanyak 12 sumur di antaranya masih dalam proses penyelesaian. Sementara jumlah work over (kerja ulang) sumur minyak yang telah selesai per November 2019 mencapai 184 sumur.
Eksplorasi sumur juga terus dilakukan dan telah mencapai 10 sumur di mana 3 di antaranya masih dalam proses penyelesaian hingga akhir Desember 2019.
Untuk tahun depan, salah satu proyek yang berkontribusi dalam produksi migas adalah Bambu Besar, Akasia Bagus dan Jati Asri.
"Selain itu juga dari sumur "out step", contohnya pengeboran di Sungai Gelam Jambi, yang berhasil sehingga bisa menambah beberapa sumur di tahun depan," katanya.
Tidak hanya itu, lanjut Nanang, pemetaan dalam pencarian migas berteknologi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) juga dilakukan Pertamina EP untuk mendukung kegiatan eksplorasi. Hingga November 2019, Pertamina PE telah melakukan survei seismik 2D sebesar 48 km dan survei seismik 3D sebesar 469 km2.
Nanang mengatakan dari sisi finansial, Pertamina EP pada 2020 membidik pendapatan sebesar 3,1 miliar dolar AS atau Rp44,64 triliun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.400. Target ini lebih tinggi dari pencapaian hingga November 2019 yang tercatat 2,71 miliar dolar (unaudited) atau Rp38,48 triliun.
Sementara laba bersih 2020 diproyeksikan 680 juta dolar AS atau setara Rp9,8 triliun dibandingkan pencapaian hingga akhir November 2019 yang tercatat 604 juta dolar atau Rp8,6 triliun (unaudited).
"Kinerja keuangan tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain harga minyak dan nilai kurs. Harga ICP (Indonesia Crude Price) tahun ini berkisar 61-63 per barel, sedangkan asumsi harga minyak ICP tahun ini 70 dolar per barel," katanya. (*)
Target produksi tersebut 102,7 persen dari prognosa 2019 sebesar 82.767 bph/barel per hari. Sementara produksi gas tahun depan diproyeksikan 932 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,8 persen dari target tahun ini 953 MMSCFD.
"Kita pada posisi lapangan-lapangan mature (tua) sehingga butuh upaya yang luar biasa. Jangan berharap produksi lapangan tua sama dengan yang baru diproduksi," kata Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf saat ditemui dalam Media Gathering di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Nanang, untuk meningkatkan produksi lapangan minyak tua butuh penanganan khusus. Antara lain dengan metode injeksi air atau "gas lift" untuk memperkuat tekanan pada reservoir. Cara ini membuat biaya operasi dan investasi memang menjadi lebih tinggi.
"Ada sumur minyak dengan kadar airnya 90 persen sedangkan minyaknya hanya 10 persen, sehingga harus ada peralatan khusus untuk water treatment-nya. Kondisi berbeda bagi lapangan yang baru produksi, seperti Banyu Urip, tekanan reservoirnya masih kuat dan kadar airnya bahkan tidak ada sehingga bisa dinaikkan produksinya kapan saja," ujar Nanang.
Di sisi lain, Pertamina EP juga menggencarkan kegiatan eksplorasi untuk mencari sumur minyak baru sekaligus menahan laju penurunan secara alamiah (natural decline). Berbagai upaya tersebut, kata Nanang, mampu membalikkan keadaan, dari tren penurunan produksi menjadi berbalik naik 12 persen pada 2018 dibandingkan 2017.
Untuk tahun ini, tren kenaikan produksi masih berlanjut meskipun diperkirakan tidak sebesar tahun 2018. Produksi minyak 2019 diproyeksikan bisa mencapai 82.500 BOPD, naik dibandingkan tahun lalu sekitar 79.900 bph.
Capaian produksi Pertamina EP tahun ini antara lain lewat aktivitas pemboran 91 sumur, sebanyak 12 sumur di antaranya masih dalam proses penyelesaian. Sementara jumlah work over (kerja ulang) sumur minyak yang telah selesai per November 2019 mencapai 184 sumur.
Eksplorasi sumur juga terus dilakukan dan telah mencapai 10 sumur di mana 3 di antaranya masih dalam proses penyelesaian hingga akhir Desember 2019.
Untuk tahun depan, salah satu proyek yang berkontribusi dalam produksi migas adalah Bambu Besar, Akasia Bagus dan Jati Asri.
"Selain itu juga dari sumur "out step", contohnya pengeboran di Sungai Gelam Jambi, yang berhasil sehingga bisa menambah beberapa sumur di tahun depan," katanya.
Tidak hanya itu, lanjut Nanang, pemetaan dalam pencarian migas berteknologi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) juga dilakukan Pertamina EP untuk mendukung kegiatan eksplorasi. Hingga November 2019, Pertamina PE telah melakukan survei seismik 2D sebesar 48 km dan survei seismik 3D sebesar 469 km2.
Nanang mengatakan dari sisi finansial, Pertamina EP pada 2020 membidik pendapatan sebesar 3,1 miliar dolar AS atau Rp44,64 triliun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.400. Target ini lebih tinggi dari pencapaian hingga November 2019 yang tercatat 2,71 miliar dolar (unaudited) atau Rp38,48 triliun.
Sementara laba bersih 2020 diproyeksikan 680 juta dolar AS atau setara Rp9,8 triliun dibandingkan pencapaian hingga akhir November 2019 yang tercatat 604 juta dolar atau Rp8,6 triliun (unaudited).
"Kinerja keuangan tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain harga minyak dan nilai kurs. Harga ICP (Indonesia Crude Price) tahun ini berkisar 61-63 per barel, sedangkan asumsi harga minyak ICP tahun ini 70 dolar per barel," katanya. (*)