Padang (ANTARA) - Butuh anggaran Rp4,5 miliar untuk membantu memulangkan 327 kepala keluarga (KK) perantau Minang dari Wamena, Papua. Begitu kabar dari Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit yang nekad masuk ke daerah konflik di Papua untuk melihat kondisi perantau itu, Sabtu (28/9).
Kondisi perempuan dan anak-anak yang berhasil menyelamatkan diri dari kerusuhan berdarah di Wamena, Jayawijaya, Papua sangat memprihatinkan. Pakaian hanya satu yang lekat di badan. Makanan bergantung pada kebaikan hati TNI/Polri yang mau menampung mereka di tenda pengungsian.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah kondisi psikologis. Trauma dan cemas terus membayang. Tragedi mengerikan terus mengikuti hingga merasuk dalam mimpi. Apalagi setelah kejadian itu, informasi hoaks bertebaran. Informasi akan adanya serangan kembali, bahkan ada informasi bahwa ada ultimatum warga nonpapua untuk segera keluar dari Bumi Cenderawasih.
Hoaks itulah yang membuat mereka ingin segera bisa pulang kampung secepatnya. Namun hingga saat itu mereka tidak punya sedikitpun gambaran bagaimana cara untuk mewujudkannya. Bagaimana mau pulang tanpa uang? Tiket pesawat Papua-Padang bisa mencapai Rp5 juta per orang.
Sesama warga Minang di Papua yang tergabung dalam beberapa Ikatan Keluarga Minang (IKM) berupaya untuk mencarikan solusi. Namun jumlah pengungsi yang ingin pulang terlampau banyak sehingga merekapun tidak menemukan solusi terbaik.
Begitulah, mereka tidak bisa menahan untuk melepaskan sesak di dada saat Wagub Sumbar Nasrul Abit tiba-tiba muncul di tenda mereka, menyapa dan menanyakan kabar.
Wagub Sumbar saat akan berangkat masuk ke area konflik di Wamena. (ANTARA SUMBAR/ Ist)
Setengah percaya, setengah tidak, mereka mengerubung. Tidak seorangpun yang menyangka seorang Wakil Gubernur berani menerobos hingga ke Wamena saat kondisi masih belum kondusif seperti itu. Salah-salah, nyawa jadi tantangannya.
Mereka merasa dipedulikan. Tidak ditinggalkan meski jauh diperantauan. Rasa haru membuat tangis pecah di tenda pengungsian itu, Sabtu (28/9). Mereka lalu mengadukan nasib. Seluruh harta benda ludes, sanak keluarga terluka bahkan sembilan orang tewas. Kemana lagi mereka bisa bergantung?
Kedatangan Nasrul Abit ke pengungsian tiba-tiba menjadi harapan bagi 327 kepala keluarga (KK) perantau Minang di Wamena yang ingin pulang ke kampung halaman. Setidaknya, butuh Rp4,5 miliar untuk bisa memulangkan mereka semua dengan pesawat.
Anggaran yang sangat besar, apalagi jika harus dikumpulkan dalam waktu dekat. Tapi mau tidak mau, bagaimanapun caranya, uang itu harus ada. Kalau tidak bisa dipulangkan dengan pesawat, pulangkan dengan kapal. Mungkin anggarannya bisa dipangkas hingga Rp2,5 miliar.
Nasrul Abit melaporkan hasil kunjungan itu kepada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Duo pimpinan Sumbar yang tetap harmonis hingga menjelang penghujung masa jabatan itu kemudian memutuskan membuka rekening donasi "Sumbar Peduli Sesama".
Mereka mengimbau seluruh masyarakat yang ada di kampung halaman maupun di rantau untuk turun tangan membantu memulangkan perantau Minang di Wamena. Kalau bukan masyarakat, siapa lagi?
Angka Rp4,5 miliar memang terbilang kecil jika dibandingkan APBD Sumbar 2019 yang mencapati Rp7,1 triliun. Namun, anggaran itu tidak bisa serta merta digunakan karena ada mekanisme yang harus dilalui. Butuh saat ini, tidak bisa diambil saat ini. Ada beberapa proses yang harus dilalui dan paling cepat bisa diambil tahun berikutnya. Itupun jika disetujui DPRD. Mendobrak mekanisme itu sama dengan menyerahkan diri ke "hotel prodeo".
Tragedi Wamena memang meninggalkan luka tidak hanya bagi Sumbar, tetapi juga bagi Indonesia. Tapi tragedi itu juga menjadi sebuah momentum yang menyadarkan warga Sumbar, masyarakat Minangkabau di kampung dan di rantau bahwa mereka sebenarnya "badunsanak". Bersaudara.
Rasa persaudaraan yang selama ini mulai pudar, tiba-tiba terusik. Menggeliat lalu tiba-tiba menjadi pekat kembali. Menjadi kuat... .
Badoncek, kearifan lokal Minang menyelamatkan pengungsi
Badoncek atau barantam adalah tradisi dalam budaya Minangkabau yakni memberikan sesuatu kepada pihak lain sebagai wujud kebersamaan dan kegotongroyongan yang berlandaskan ajaran adat "barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang" (berat sama dipikul, ringan sama dijinjing).
Kearifan lokal itu biasanya bersifat spontan, langsung sehingga hasilnya juga langsung dapat diketahui.
Gubernur Irwan Prayitno menginisiasi pertemuan para perantau di Jakarta, Rabu (2/10) untuk menggalang dana atau badoncek bagi korban kerusuhan Wamena. Acara yang juga dihadiri Wagub dan puluhan tokoh asal Sumbar yang merantau di Jakarta dan sekitarnya itu berhasil mengumpulkan Rp3,1 miliar dalam semalam.
Ditambah dengan uang yang telah terkumpul dalam rekening "Sumbar Peduli Sesama", jumlahnya mencapai Rp4,1 miliar. Cukup untuk memulangkan semua pengungsi.
Wagub Sumbar menunggu kedatangan jenazah perantau yang tewas di Wamena. (ANTARA SUMBAR/ Ist)
Namun kegiatan "Badoncek" itu ternyata tidak hanya bisa mengumpulkan uang, tetapi juga menjadi pemantik rasa persaudaraan, rasa kesetiakawanan warga Minang yang semat pudar. Pascabadoncek itu, bantuan untuk korban di Wamena terus mengalir hingga saat ini.
Kepala Biro Bina Mental Sekretariat Provinsi Sumbar melaporkan hingga Jumat (29/11), total bantuan yang terkumpul untuk korban Wamena itu mencapai Rp7,12 miliar. Itupun masih ada yang telah menyampaikan janji, tetapi belum memasukkan ke rekening.
Dari jumlah itu, sebanyak Rp3,52 miliar sudah keluarkan untuk tiket kepulangan korban di Wamena serta penggantian tiket mereka yang pulang kemudian, santunan, bantuan perawatan dan kebutuhan lain.
Data Pemprov Sumbar jumlah perantau yang dipulang sebanyak 862 orang. Rinciannya 584 usia dewasa dan 278 prang anak-anak.
Mereka yang pulang diberikan santungan masing-masingnya Rp500 ribu untuk anak-anak danRp1 juta untuk dewasa.
Saat ini masih tersimpan dana sebesar Rp3,6 miliar dalam rekening yang rencananya akan dibagikan habis pada korban. Korban yang paling besar menerima adalah yang tidak pulang ke Sumbar dan tokonya habis terbakar. ***3***
Kondisi perempuan dan anak-anak yang berhasil menyelamatkan diri dari kerusuhan berdarah di Wamena, Jayawijaya, Papua sangat memprihatinkan. Pakaian hanya satu yang lekat di badan. Makanan bergantung pada kebaikan hati TNI/Polri yang mau menampung mereka di tenda pengungsian.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah kondisi psikologis. Trauma dan cemas terus membayang. Tragedi mengerikan terus mengikuti hingga merasuk dalam mimpi. Apalagi setelah kejadian itu, informasi hoaks bertebaran. Informasi akan adanya serangan kembali, bahkan ada informasi bahwa ada ultimatum warga nonpapua untuk segera keluar dari Bumi Cenderawasih.
Hoaks itulah yang membuat mereka ingin segera bisa pulang kampung secepatnya. Namun hingga saat itu mereka tidak punya sedikitpun gambaran bagaimana cara untuk mewujudkannya. Bagaimana mau pulang tanpa uang? Tiket pesawat Papua-Padang bisa mencapai Rp5 juta per orang.
Sesama warga Minang di Papua yang tergabung dalam beberapa Ikatan Keluarga Minang (IKM) berupaya untuk mencarikan solusi. Namun jumlah pengungsi yang ingin pulang terlampau banyak sehingga merekapun tidak menemukan solusi terbaik.
Begitulah, mereka tidak bisa menahan untuk melepaskan sesak di dada saat Wagub Sumbar Nasrul Abit tiba-tiba muncul di tenda mereka, menyapa dan menanyakan kabar.
Setengah percaya, setengah tidak, mereka mengerubung. Tidak seorangpun yang menyangka seorang Wakil Gubernur berani menerobos hingga ke Wamena saat kondisi masih belum kondusif seperti itu. Salah-salah, nyawa jadi tantangannya.
Mereka merasa dipedulikan. Tidak ditinggalkan meski jauh diperantauan. Rasa haru membuat tangis pecah di tenda pengungsian itu, Sabtu (28/9). Mereka lalu mengadukan nasib. Seluruh harta benda ludes, sanak keluarga terluka bahkan sembilan orang tewas. Kemana lagi mereka bisa bergantung?
Kedatangan Nasrul Abit ke pengungsian tiba-tiba menjadi harapan bagi 327 kepala keluarga (KK) perantau Minang di Wamena yang ingin pulang ke kampung halaman. Setidaknya, butuh Rp4,5 miliar untuk bisa memulangkan mereka semua dengan pesawat.
Anggaran yang sangat besar, apalagi jika harus dikumpulkan dalam waktu dekat. Tapi mau tidak mau, bagaimanapun caranya, uang itu harus ada. Kalau tidak bisa dipulangkan dengan pesawat, pulangkan dengan kapal. Mungkin anggarannya bisa dipangkas hingga Rp2,5 miliar.
Nasrul Abit melaporkan hasil kunjungan itu kepada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Duo pimpinan Sumbar yang tetap harmonis hingga menjelang penghujung masa jabatan itu kemudian memutuskan membuka rekening donasi "Sumbar Peduli Sesama".
Mereka mengimbau seluruh masyarakat yang ada di kampung halaman maupun di rantau untuk turun tangan membantu memulangkan perantau Minang di Wamena. Kalau bukan masyarakat, siapa lagi?
Angka Rp4,5 miliar memang terbilang kecil jika dibandingkan APBD Sumbar 2019 yang mencapati Rp7,1 triliun. Namun, anggaran itu tidak bisa serta merta digunakan karena ada mekanisme yang harus dilalui. Butuh saat ini, tidak bisa diambil saat ini. Ada beberapa proses yang harus dilalui dan paling cepat bisa diambil tahun berikutnya. Itupun jika disetujui DPRD. Mendobrak mekanisme itu sama dengan menyerahkan diri ke "hotel prodeo".
Tragedi Wamena memang meninggalkan luka tidak hanya bagi Sumbar, tetapi juga bagi Indonesia. Tapi tragedi itu juga menjadi sebuah momentum yang menyadarkan warga Sumbar, masyarakat Minangkabau di kampung dan di rantau bahwa mereka sebenarnya "badunsanak". Bersaudara.
Rasa persaudaraan yang selama ini mulai pudar, tiba-tiba terusik. Menggeliat lalu tiba-tiba menjadi pekat kembali. Menjadi kuat... .
Badoncek, kearifan lokal Minang menyelamatkan pengungsi
Badoncek atau barantam adalah tradisi dalam budaya Minangkabau yakni memberikan sesuatu kepada pihak lain sebagai wujud kebersamaan dan kegotongroyongan yang berlandaskan ajaran adat "barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang" (berat sama dipikul, ringan sama dijinjing).
Kearifan lokal itu biasanya bersifat spontan, langsung sehingga hasilnya juga langsung dapat diketahui.
Gubernur Irwan Prayitno menginisiasi pertemuan para perantau di Jakarta, Rabu (2/10) untuk menggalang dana atau badoncek bagi korban kerusuhan Wamena. Acara yang juga dihadiri Wagub dan puluhan tokoh asal Sumbar yang merantau di Jakarta dan sekitarnya itu berhasil mengumpulkan Rp3,1 miliar dalam semalam.
Ditambah dengan uang yang telah terkumpul dalam rekening "Sumbar Peduli Sesama", jumlahnya mencapai Rp4,1 miliar. Cukup untuk memulangkan semua pengungsi.
Namun kegiatan "Badoncek" itu ternyata tidak hanya bisa mengumpulkan uang, tetapi juga menjadi pemantik rasa persaudaraan, rasa kesetiakawanan warga Minang yang semat pudar. Pascabadoncek itu, bantuan untuk korban di Wamena terus mengalir hingga saat ini.
Kepala Biro Bina Mental Sekretariat Provinsi Sumbar melaporkan hingga Jumat (29/11), total bantuan yang terkumpul untuk korban Wamena itu mencapai Rp7,12 miliar. Itupun masih ada yang telah menyampaikan janji, tetapi belum memasukkan ke rekening.
Dari jumlah itu, sebanyak Rp3,52 miliar sudah keluarkan untuk tiket kepulangan korban di Wamena serta penggantian tiket mereka yang pulang kemudian, santunan, bantuan perawatan dan kebutuhan lain.
Data Pemprov Sumbar jumlah perantau yang dipulang sebanyak 862 orang. Rinciannya 584 usia dewasa dan 278 prang anak-anak.
Mereka yang pulang diberikan santungan masing-masingnya Rp500 ribu untuk anak-anak danRp1 juta untuk dewasa.
Saat ini masih tersimpan dana sebesar Rp3,6 miliar dalam rekening yang rencananya akan dibagikan habis pada korban. Korban yang paling besar menerima adalah yang tidak pulang ke Sumbar dan tokonya habis terbakar. ***3***