Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Putra Nababan mengingatkan tentang perbedaan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam peleburan Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Putra menilai, kemampuan SDM di RRI dan TVRI yang berbeda ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius ketika dua lembaga itu digabung. Menurutnya, wartawan dan personel yang kelak bekerja di RTRI harus multiskill alias beragam kemampuan.
Peleburan RRI dan TVRI merupakan substansi dari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) selama ini oleh DPR RI, kata Putra dikutip dari siaran pers, di Jakarta, Kamis.
Menurut Putra dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Baleg DPR dengan Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran yang menyampaikan masukan atau pendapat terkait RUU tentang Penyiaran dan RUU tentang RTRI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
"Kalau kita melihat best practicenya dari RTRI ini di Inggris ada BBC dan di Australia ada ABC. Beberapa waktu lalu saya di ABC, saya menyaksikan mereka masih memiliki sejumlah masalah dalam kompetensi SDM dan juga terkait gaji wartawannya yang tidak sama," ujar mantan pemred televisi ini pula.
Putra memaparkan, jika UU RTRI disahkan maka harus ada implikasi efisiensi kerja di seluruh direktorat lembaga penyiaran ini. Untuk itu, sang jurnalis harus punya banyak kemampaun atau multiskill di dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Misalnya, seseorang wartawan harus bisa menjalankan tiga fungsi sekaligus, yakni sebagai videografer dan reporter, merekam liputannya untuk radio dan menyiarkannya serta menulis untuk media online
"Multiskill ini adalah keniscayaan di dalam menggabungkan RRI dan TVRI," ujar Putra yang juga anggota komisi bidang pendidikan DPR itu.
Putra berharap Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) memberikan pada baleg hasil kajian kemampuan SDM kedua lembaga penyiaran tertentu.
"Koalisi harus mengkaji juga soal implikasi penggabungan ini terhadap SDM. Jadi, kita juga punya pertimbangan dalam pembahasan RUU RTRI. Kalau bicara RUU kita semua pasti kompak mengatakan setuju, tapi implikasi dari UU ini nantinya yang harus kita telaah," kata Putra.
Sementara itu, Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) merilis UU RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia) adalah salah satu wujud demokratisasi media dalam hal ini Lembaga Penyiaran Publik yaitu RRI dan TVRI. LPP lahir berdasarkan UU 32/2002 tentang Penyiaran.
KNRP juga menekankan wacana untuk menyatukan LPP dalam RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia) harus berjalan dengan prinsip independen, netral, serta memberi layanan untuk kepentingan publik.
Untuk itu, KNRP menyatakan mendukung UU RTRI. Namun, LPP harus diatur tersendiri dalam sebuah UU, dan tidak menjadi bagian dari UU Penyiaran, agar tidak ada tumpang tindih dan lebih mudah dalam pelaksanaannya, juga demi menjaga bentuk kemandirian dari LPP.
Putra menilai, kemampuan SDM di RRI dan TVRI yang berbeda ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius ketika dua lembaga itu digabung. Menurutnya, wartawan dan personel yang kelak bekerja di RTRI harus multiskill alias beragam kemampuan.
Peleburan RRI dan TVRI merupakan substansi dari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) selama ini oleh DPR RI, kata Putra dikutip dari siaran pers, di Jakarta, Kamis.
Menurut Putra dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Baleg DPR dengan Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran yang menyampaikan masukan atau pendapat terkait RUU tentang Penyiaran dan RUU tentang RTRI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
"Kalau kita melihat best practicenya dari RTRI ini di Inggris ada BBC dan di Australia ada ABC. Beberapa waktu lalu saya di ABC, saya menyaksikan mereka masih memiliki sejumlah masalah dalam kompetensi SDM dan juga terkait gaji wartawannya yang tidak sama," ujar mantan pemred televisi ini pula.
Putra memaparkan, jika UU RTRI disahkan maka harus ada implikasi efisiensi kerja di seluruh direktorat lembaga penyiaran ini. Untuk itu, sang jurnalis harus punya banyak kemampaun atau multiskill di dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Misalnya, seseorang wartawan harus bisa menjalankan tiga fungsi sekaligus, yakni sebagai videografer dan reporter, merekam liputannya untuk radio dan menyiarkannya serta menulis untuk media online
"Multiskill ini adalah keniscayaan di dalam menggabungkan RRI dan TVRI," ujar Putra yang juga anggota komisi bidang pendidikan DPR itu.
Putra berharap Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) memberikan pada baleg hasil kajian kemampuan SDM kedua lembaga penyiaran tertentu.
"Koalisi harus mengkaji juga soal implikasi penggabungan ini terhadap SDM. Jadi, kita juga punya pertimbangan dalam pembahasan RUU RTRI. Kalau bicara RUU kita semua pasti kompak mengatakan setuju, tapi implikasi dari UU ini nantinya yang harus kita telaah," kata Putra.
Sementara itu, Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) merilis UU RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia) adalah salah satu wujud demokratisasi media dalam hal ini Lembaga Penyiaran Publik yaitu RRI dan TVRI. LPP lahir berdasarkan UU 32/2002 tentang Penyiaran.
KNRP juga menekankan wacana untuk menyatukan LPP dalam RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia) harus berjalan dengan prinsip independen, netral, serta memberi layanan untuk kepentingan publik.
Untuk itu, KNRP menyatakan mendukung UU RTRI. Namun, LPP harus diatur tersendiri dalam sebuah UU, dan tidak menjadi bagian dari UU Penyiaran, agar tidak ada tumpang tindih dan lebih mudah dalam pelaksanaannya, juga demi menjaga bentuk kemandirian dari LPP.