Padang Panjang, Sumbar (ANTARA) - Hari-hari Fitri Yani, ibu dengan empat anak yang tinggal di Kelurahan Koto Panjang, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat itu, saat ini jauh berbeda ketimbang sebelumnya.
Ia rela meninggalkan pekerjaan mengupas bawang atau “maruntiah” cabai yang dilakoni untuk membantu suami menambah pemasukan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Buk Pit, demikian ia akrab disapa, saat ini banyak melewatkan hari bersama anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitar rumahnya.
Pada September 2018, ia mengubah rumahnya menjadi tempat yang diberi nama Pojok Baca Sahabat Bukit Tui (PBSBT), tempat anak-anak bisa bermain sambil tetap mendapatkan pengetahuan.
Sejak saat itu, rumah sederhana tersebut ramai oleh anak-anak yang ingin melewatkan waktu luang bersamanya.
Tidak jarang juga ketika baru saja berpikir hendak istirahat sejenak, anak-anak datang memanggilnya. Ada yang sekadar ingin membaca buku, belajar bersama mengerjakan tugas sekolah, atau meminta diajarkan membuat kerajinan dari barang bekas, seperti plastik, koran, atau aktivitas ramah anak lainnya.
Ia tetap melayani dengan senang hati karena melihat anak-anak membaca, berinteraksi, dan wajah penasaran mereka saat diajarkan hal baru, menjadi suatu kebahagiaan tersendiri.
Di Pojok Baca Sahabat Bukit Tui terdapat sekitar 200 eksemplar buku hasil sumbangan pemerintah setempat maupun donatur. Buku-buku disusun di rak sederhana yang juga sumbangan dari warga, ditempatkan di teras rumah. Di dinding rak terdapat pesan yang mendorong anak agar rajin membaca.
Selain koleksi buku juga terdapat barang bekas, seperti koran, kain, dan plastik. Barang bekas itu banyak yang sudah disulap menjadi kerajinan, seperti bunga, tas, gantungan kunci, hingga gaun berwarna-warni.
“Anak-anak yang buat. Menjadi kreatif, salah satu manfaat yang bisa mereka peroleh jika mau membaca,” katanya.
Dari pojok baca di teras rumahnya, ia bercita-cita membantu menciptakan masyarakat literat, masyarakat yang memiliki semangat mengubah keadaan dimulai dengan membiasakan diri menggali informasi lewat membaca. Upaya itu mesti dimulai sejak usia dini.
Cita-cita lama
Fitri Yani mengaku sudah sejak lama bercita-cita ingin memiliki perpustakaan di rumahnya. Dirinya juga termasuk orang yang mencintai dunia anak.
Namun sayang, kesibukan mengurus rumah tangga dan bekerja mengupas bawang, membuat cita-citanya urung terwujud.
Karena pekerjaan yang dilakoni, kadang ia merasakan gundah sebab sedikit waktu yang bisa disediakan untuk buah hati, terutama untuk si sulung, yang segera masuk usia praremaja dan bersama teman sebayanya mulai kenal “game online”.
Kegundahannya pelan-pelan bertemu solusi ketika pada Mei 2018 Perpustakaan Nasional mencanangkan Padang Panjang sebagai Kota Literasi. Literasi kala itu adalah kata yang belum begitu ia pahami maknanya namun hampir tiap hari ia dengar.
Dalam usahanya mencari tahu makna literasi, Fitri bertemu seorang pegiat literasi dan pendongeng Padang Panjang yang sedang mencari lokasi dan anak-anak untuk mendengarkan dongengnya.
“Beliau ingin menghidupkan kebiasaan mendongeng untuk anak. Saat itu, saya tawarkan lokasi di teras rumah. Dari aktivitas itu akhirnya kini berkembang jadi pojok baca ditambah kegiatan lain untuk pengetahuan dan kreativitas anak,” ujarnya.
Agar lebih fokus, ia memilih berhenti dari pekerjaan mengupas bawang yang setiap hari memakan waktunya lalu beralih ke jasa lulur dan pijat yang dapat dilakukan sekali seminggu.
Fitri tidak bergerak sendirian. Ia mengajak lima rekan lain para pegiat literasi Padang Panjang untuk terlibat mengelola PBSBT.
Keahlian yang dimiliki setiap pengelola diajarkan pada anak-anak agar kegiatan di tempat itu bervariasi dan menarik minat mereka.
Selain membaca, mendongeng, dan membuat kerajinan (ekonomi kreatif), ada pengenalan bahasa Jepang dan Inggris, tilawah Al Quran, shalat berjamaah, dan pantomim. Semuanya dinikmati anak secara gratis. Pengelola pun berbagi dengan sukarela.
Pengetahuan dibagikan pada anak dalam cara yang bisa memancing minat baca mereka. Tidak lupa disisipi pesan moral agar kelak karakter baik melekat pada anak.
“Misalnya ketika membuat kerajinan, anak-anak suka bertanya ‘ibu dapat ide dari mana?’. Saya selalu memberi jawaban dapat ide karena banyak membaca buku. Mereka juga diberi tahu bahwa sampah masih punya nilai, mengelola sampah berarti bentuk cinta lingkungan,” jelasnya.
Jika anak-anak ingin ke pojok baca, ia memberi syarat sebelum ke PBSBT sudah membantu orang tua menyelesaikan pekerjaan di rumah.
Ia menilai aktivitas yang dilakukan di teras rumahnya itu cukup efektif membuat anak lupa pada gawai karena di tempat itu mereka saling berinteraksi dan berkenalan dengan informasi yang sebelumnya tidak diketahui.
Pengetahuan yang diberikan pada anak-anak oleh pengelola di PBSBT, ia harapkan bisa tertanam pada anak seperti membiasakan baca Al Quran dan shalat berjamaah, menerapkan pesan moral dari dongeng yang disampaikan, serta santun dan percaya diri saat bicara dan bersikap.
Dengan anaknya sendiri, kini ia merasa lebih dekat.
“Terutama yang sulung jadi gemar bercerita mengenai temannya, pengalaman di sekolah atau ide-idenya,” ujarnya.
Ia tidak pernah menyangka keaktifannya mengajar ekonomi kreatif pada anak-anak memberinya kesempatan baru sebagai pengajar kerajinan di kelas tambahan yang diadakan di beberapa sekolah di Padang Panjang.
Perempuan tamatan program kejar paket B dan C itu begitu menikmati kegiatannya bersama anak. Aktivitas di PBSBT terus berkembang dan melibatkan para orang tua.
Anak-anak nonton bareng film Surau dan Silek di Pojok Baca Sahabat Bukit Tui (Foto Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Padang Panjang) (Antara/Ira Febrianti)
Perhatian pemerintah
Kegiatan masyarakat di PBSBT telah membuat pemerintah mengembangkan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial di taman baca yang berlokasi di Kelurahan Koto Panjang itu.
Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Padang Panjang Yoni Aldo menerangkan perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan transformasi perpustakaan menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat.
“Di sini memfasilitasi masyarakat untuk menggali dan mengembangkan potensi diri dan lingkungannya,” katanya.
Dalam waktu dekat, di tempat itu segera dibangun gazebo oleh donatur yang sifatnya tidak mengikat. Jika sebelumnya digerakkan masyarakat, selanjutnya aktivitas di tempat itu akan berkolaborasi dengan perangkat daerah, BUMN, BUMD, dan tokoh masyarakat Padang Panjang.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Padang Panjang Desmon mengatakan pemerintah setempat memberikan perhatian terhadap gerakan literasi yang dilakukan masyarakat dengan memberikan bantuan berupa buku-buku dan pendampingan.
Agar aktivitas anak di taman baca juga terasa manfaatnya saat di rumah, pihaknya menganjurkan orang tua menerapkan program 18-21 setiap hari.
Dalam program itu, pukul 18.00 sampai 21.00 WIB orang tua mendampingi anak melakukan aktivitasnya, seperti mengulang pelajaran atau mengobrol mengenai kegiatan yang sudah dilakukan anak.
Dengan adanya perhatian dan dukungan dari orang tua, diyakini anak memiliki semangat untuk terus belajar sehingga jauh dari hal yang kurang bermanfaat.
Selain Pojok Baca Sahabat Bukit Tui di Padang Panjang, saat ini ada lebih dari 20 taman baca masyarakat yang menyediakan ruang baca, diskusi, dan menyalurkan kreativitas bagi anak-anak.
Ia rela meninggalkan pekerjaan mengupas bawang atau “maruntiah” cabai yang dilakoni untuk membantu suami menambah pemasukan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Buk Pit, demikian ia akrab disapa, saat ini banyak melewatkan hari bersama anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitar rumahnya.
Pada September 2018, ia mengubah rumahnya menjadi tempat yang diberi nama Pojok Baca Sahabat Bukit Tui (PBSBT), tempat anak-anak bisa bermain sambil tetap mendapatkan pengetahuan.
Sejak saat itu, rumah sederhana tersebut ramai oleh anak-anak yang ingin melewatkan waktu luang bersamanya.
Tidak jarang juga ketika baru saja berpikir hendak istirahat sejenak, anak-anak datang memanggilnya. Ada yang sekadar ingin membaca buku, belajar bersama mengerjakan tugas sekolah, atau meminta diajarkan membuat kerajinan dari barang bekas, seperti plastik, koran, atau aktivitas ramah anak lainnya.
Ia tetap melayani dengan senang hati karena melihat anak-anak membaca, berinteraksi, dan wajah penasaran mereka saat diajarkan hal baru, menjadi suatu kebahagiaan tersendiri.
Di Pojok Baca Sahabat Bukit Tui terdapat sekitar 200 eksemplar buku hasil sumbangan pemerintah setempat maupun donatur. Buku-buku disusun di rak sederhana yang juga sumbangan dari warga, ditempatkan di teras rumah. Di dinding rak terdapat pesan yang mendorong anak agar rajin membaca.
Selain koleksi buku juga terdapat barang bekas, seperti koran, kain, dan plastik. Barang bekas itu banyak yang sudah disulap menjadi kerajinan, seperti bunga, tas, gantungan kunci, hingga gaun berwarna-warni.
“Anak-anak yang buat. Menjadi kreatif, salah satu manfaat yang bisa mereka peroleh jika mau membaca,” katanya.
Dari pojok baca di teras rumahnya, ia bercita-cita membantu menciptakan masyarakat literat, masyarakat yang memiliki semangat mengubah keadaan dimulai dengan membiasakan diri menggali informasi lewat membaca. Upaya itu mesti dimulai sejak usia dini.
Cita-cita lama
Fitri Yani mengaku sudah sejak lama bercita-cita ingin memiliki perpustakaan di rumahnya. Dirinya juga termasuk orang yang mencintai dunia anak.
Namun sayang, kesibukan mengurus rumah tangga dan bekerja mengupas bawang, membuat cita-citanya urung terwujud.
Karena pekerjaan yang dilakoni, kadang ia merasakan gundah sebab sedikit waktu yang bisa disediakan untuk buah hati, terutama untuk si sulung, yang segera masuk usia praremaja dan bersama teman sebayanya mulai kenal “game online”.
Kegundahannya pelan-pelan bertemu solusi ketika pada Mei 2018 Perpustakaan Nasional mencanangkan Padang Panjang sebagai Kota Literasi. Literasi kala itu adalah kata yang belum begitu ia pahami maknanya namun hampir tiap hari ia dengar.
Dalam usahanya mencari tahu makna literasi, Fitri bertemu seorang pegiat literasi dan pendongeng Padang Panjang yang sedang mencari lokasi dan anak-anak untuk mendengarkan dongengnya.
“Beliau ingin menghidupkan kebiasaan mendongeng untuk anak. Saat itu, saya tawarkan lokasi di teras rumah. Dari aktivitas itu akhirnya kini berkembang jadi pojok baca ditambah kegiatan lain untuk pengetahuan dan kreativitas anak,” ujarnya.
Agar lebih fokus, ia memilih berhenti dari pekerjaan mengupas bawang yang setiap hari memakan waktunya lalu beralih ke jasa lulur dan pijat yang dapat dilakukan sekali seminggu.
Fitri tidak bergerak sendirian. Ia mengajak lima rekan lain para pegiat literasi Padang Panjang untuk terlibat mengelola PBSBT.
Keahlian yang dimiliki setiap pengelola diajarkan pada anak-anak agar kegiatan di tempat itu bervariasi dan menarik minat mereka.
Selain membaca, mendongeng, dan membuat kerajinan (ekonomi kreatif), ada pengenalan bahasa Jepang dan Inggris, tilawah Al Quran, shalat berjamaah, dan pantomim. Semuanya dinikmati anak secara gratis. Pengelola pun berbagi dengan sukarela.
Pengetahuan dibagikan pada anak dalam cara yang bisa memancing minat baca mereka. Tidak lupa disisipi pesan moral agar kelak karakter baik melekat pada anak.
“Misalnya ketika membuat kerajinan, anak-anak suka bertanya ‘ibu dapat ide dari mana?’. Saya selalu memberi jawaban dapat ide karena banyak membaca buku. Mereka juga diberi tahu bahwa sampah masih punya nilai, mengelola sampah berarti bentuk cinta lingkungan,” jelasnya.
Jika anak-anak ingin ke pojok baca, ia memberi syarat sebelum ke PBSBT sudah membantu orang tua menyelesaikan pekerjaan di rumah.
Ia menilai aktivitas yang dilakukan di teras rumahnya itu cukup efektif membuat anak lupa pada gawai karena di tempat itu mereka saling berinteraksi dan berkenalan dengan informasi yang sebelumnya tidak diketahui.
Pengetahuan yang diberikan pada anak-anak oleh pengelola di PBSBT, ia harapkan bisa tertanam pada anak seperti membiasakan baca Al Quran dan shalat berjamaah, menerapkan pesan moral dari dongeng yang disampaikan, serta santun dan percaya diri saat bicara dan bersikap.
Dengan anaknya sendiri, kini ia merasa lebih dekat.
“Terutama yang sulung jadi gemar bercerita mengenai temannya, pengalaman di sekolah atau ide-idenya,” ujarnya.
Ia tidak pernah menyangka keaktifannya mengajar ekonomi kreatif pada anak-anak memberinya kesempatan baru sebagai pengajar kerajinan di kelas tambahan yang diadakan di beberapa sekolah di Padang Panjang.
Perempuan tamatan program kejar paket B dan C itu begitu menikmati kegiatannya bersama anak. Aktivitas di PBSBT terus berkembang dan melibatkan para orang tua.
Perhatian pemerintah
Kegiatan masyarakat di PBSBT telah membuat pemerintah mengembangkan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial di taman baca yang berlokasi di Kelurahan Koto Panjang itu.
Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Padang Panjang Yoni Aldo menerangkan perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan transformasi perpustakaan menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat.
“Di sini memfasilitasi masyarakat untuk menggali dan mengembangkan potensi diri dan lingkungannya,” katanya.
Dalam waktu dekat, di tempat itu segera dibangun gazebo oleh donatur yang sifatnya tidak mengikat. Jika sebelumnya digerakkan masyarakat, selanjutnya aktivitas di tempat itu akan berkolaborasi dengan perangkat daerah, BUMN, BUMD, dan tokoh masyarakat Padang Panjang.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Padang Panjang Desmon mengatakan pemerintah setempat memberikan perhatian terhadap gerakan literasi yang dilakukan masyarakat dengan memberikan bantuan berupa buku-buku dan pendampingan.
Agar aktivitas anak di taman baca juga terasa manfaatnya saat di rumah, pihaknya menganjurkan orang tua menerapkan program 18-21 setiap hari.
Dalam program itu, pukul 18.00 sampai 21.00 WIB orang tua mendampingi anak melakukan aktivitasnya, seperti mengulang pelajaran atau mengobrol mengenai kegiatan yang sudah dilakukan anak.
Dengan adanya perhatian dan dukungan dari orang tua, diyakini anak memiliki semangat untuk terus belajar sehingga jauh dari hal yang kurang bermanfaat.
Selain Pojok Baca Sahabat Bukit Tui di Padang Panjang, saat ini ada lebih dari 20 taman baca masyarakat yang menyediakan ruang baca, diskusi, dan menyalurkan kreativitas bagi anak-anak.