Jakarta (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat Indonesian Resources Studies (Iress) mendorong pemerintah mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dibandingkan memindahkan ibu kota negara apabila ingin melakukan pemerataan ekonomi.
"Itu cara lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan cara memindahkan ibu kota," kata Direktur Eksekutif Iress Marwan Batubara dalam seminar terkait rencana pemindahan ibu kota di Gedung MPR/DPR RI di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pengembangan kawasan ekonomi khusus itu dilakukan salah satunya dengan membangun sentra produksi pangan atau industri sehingga tumbuh pemerataan ekonomi.
Selain itu ia juga mendorong pengembangan komoditas unggulan daerah seperti di Gorontalo yang dikenal sebagai daerah penghasil jagung.
Pengembangan kawasan ekonomi khusus itu, kata dia, diarahkan ke wilayah Indonesia Timur dan Sumatera agar pembangunan ekonomi lebih merata.
Marwan mengatakan saat ini bukan waktu yang mendesak untuk memindahkan ibu kota negara mengingat ada persoalan prioritas yang harus diatasi.
Persoalan itu, kata dia, di antaranya utang, kemiskinan, dan pembangunan daerah.
Sebelumnya, Pemerintah telah memutuskan sebagian wilayah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai kawasan ibu kota baru.
Presiden Joko Widodo mengatakan pemindahan ibu kota negara itu karena beban di Pulau Jawa terlalu berat.
"Beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa," kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8).
Menurut Jokowi, beban Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan dan bisnis sudah sangat padat.
Indonesia, lanjut Presiden, membebankan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa sehingga kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan air sudah sangat parah.
Pemerintah telah melakukan kajian rencana pemindahan ibu kota selama tiga tahun terakhir hingga akhirnya kawasan di Kalimantan Timur dinilai ideal sebagai ibu kota baru untuk Indonesia .
"Itu cara lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan cara memindahkan ibu kota," kata Direktur Eksekutif Iress Marwan Batubara dalam seminar terkait rencana pemindahan ibu kota di Gedung MPR/DPR RI di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pengembangan kawasan ekonomi khusus itu dilakukan salah satunya dengan membangun sentra produksi pangan atau industri sehingga tumbuh pemerataan ekonomi.
Selain itu ia juga mendorong pengembangan komoditas unggulan daerah seperti di Gorontalo yang dikenal sebagai daerah penghasil jagung.
Pengembangan kawasan ekonomi khusus itu, kata dia, diarahkan ke wilayah Indonesia Timur dan Sumatera agar pembangunan ekonomi lebih merata.
Marwan mengatakan saat ini bukan waktu yang mendesak untuk memindahkan ibu kota negara mengingat ada persoalan prioritas yang harus diatasi.
Persoalan itu, kata dia, di antaranya utang, kemiskinan, dan pembangunan daerah.
Sebelumnya, Pemerintah telah memutuskan sebagian wilayah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai kawasan ibu kota baru.
Presiden Joko Widodo mengatakan pemindahan ibu kota negara itu karena beban di Pulau Jawa terlalu berat.
"Beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa," kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8).
Menurut Jokowi, beban Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan dan bisnis sudah sangat padat.
Indonesia, lanjut Presiden, membebankan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa sehingga kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan air sudah sangat parah.
Pemerintah telah melakukan kajian rencana pemindahan ibu kota selama tiga tahun terakhir hingga akhirnya kawasan di Kalimantan Timur dinilai ideal sebagai ibu kota baru untuk Indonesia .