Jakarta, (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak berupa kebiri melalui suntik kimia sudah final dan mengikat semua pihak.
"Pemberatan hukuman tertuang dalam Undang-Undang yang sudah final dan semua pihak harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang tersebut," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Undang-Undang yang dimaksud Yohana adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Karena itu, Yohana memuji Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan vonis dengan pemberatan hukuman bagi terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Baca juga: Aris pelaku kekerasan seksual sembilan anak divonis kebiri kimia, Menteri Yohana puji hakim
"Sembilan anak di Mojokerto menjadi korban kejahatan seksual, dicabuli. Pengadilan Negeri Mojokereto adalah pengadilan yang pertama kali mengeluarkan keputusan penjatuhan hukuman tambahan. Saya mengapresiasi itu," tuturnya.
Yohana mengaku tahu pemberatan hukuman berupa hukuman kebiri kimia menimbulkan pertentangan, terutama dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Baca juga: Terpidana hukuman kebiri kimia di Jatim ajukan PK
Baca juga: Kemensos nilai hukuman Kebiri kimia upaya kuat lindungi anak dari predator seks
"Namun, Undang-Undang sudah keluar dan sudah final. Undang-Undang tersebut sudah cukup kuat. IDI harus tunduk pada Undang-Undang. Kalau melawan berarti melanggar Undang-Undang," katanya.
Yohana mengatakan pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak menjadi peringatan bagi para pelaku lainnya.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 merupakan wujud perlindungan negara kepada anak-anak yang rentan menjadi korban kekerasan. (*)
Baca juga: Divonis jalani hukuman kebiri kimia, Kuasa hukum Aris ajukan PK
"Pemberatan hukuman tertuang dalam Undang-Undang yang sudah final dan semua pihak harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang tersebut," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Undang-Undang yang dimaksud Yohana adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Karena itu, Yohana memuji Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan vonis dengan pemberatan hukuman bagi terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Baca juga: Aris pelaku kekerasan seksual sembilan anak divonis kebiri kimia, Menteri Yohana puji hakim
"Sembilan anak di Mojokerto menjadi korban kejahatan seksual, dicabuli. Pengadilan Negeri Mojokereto adalah pengadilan yang pertama kali mengeluarkan keputusan penjatuhan hukuman tambahan. Saya mengapresiasi itu," tuturnya.
Yohana mengaku tahu pemberatan hukuman berupa hukuman kebiri kimia menimbulkan pertentangan, terutama dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Baca juga: Terpidana hukuman kebiri kimia di Jatim ajukan PK
Baca juga: Kemensos nilai hukuman Kebiri kimia upaya kuat lindungi anak dari predator seks
"Namun, Undang-Undang sudah keluar dan sudah final. Undang-Undang tersebut sudah cukup kuat. IDI harus tunduk pada Undang-Undang. Kalau melawan berarti melanggar Undang-Undang," katanya.
Yohana mengatakan pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak menjadi peringatan bagi para pelaku lainnya.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 merupakan wujud perlindungan negara kepada anak-anak yang rentan menjadi korban kekerasan. (*)
Baca juga: Divonis jalani hukuman kebiri kimia, Kuasa hukum Aris ajukan PK