Mekkah (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan ia berjalan kaki sejauh 5 km hingga Selasa dinihari untuk menemui Mbah Moen dan tak disangka menjadi tamu terakhirnya.
“Saya sowan dan jalan kaki 5 km ke Mbah Moen karena semua jalan ditutup ada kunjungan Raja malam itu,” kata Agus Maftuh di Jarwal, Mekkah, Kamis.
Agus Maftuh mengatakan sebagai santri ia memang terbiasa untuk sowan kepada Mbah Moen, bahkan setiap kali pulang ke Indonesia ia selalu menyempatkan ke Pondok Pesantren Sarang, Rembang, untuk menemui Mbah Moen.
Maka, Agus yang mengaku biasa dipanggil Kang Maftuh oleh Mbah Moen itu mengisahkan pengalamannya 26 jam sebelum Mbah Moen berpulang.
“26 jam sebelum Mbah Moen wafat saya datang komplit dengan istri dan anak saya, dosa besar jika seorang santri tahu Mbah Moen ke Saudi tapi dia tidak sowan,” katanya,
Maka ia pun rela meski harus berjalan kaki ke tempat Mbah Moen menginap di Hotel Dar Al Eiman Royal di wilayah Ajyad, Mekkah, yang terletak tepat di seberang Masjidil Haram.
Agus Maftuh bercerita tentang kedekatannya dengan Mbah Moen yang bukan sekadar setahun dua tahun melainkan sejak 1960 ketika Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren Sarang dan mengangkat Abdul Rosyid sebagai santri pertamanya.
Abdul Rosyid sendiri merupakan ayah dari Agus Maftuh. Selain itu ibu dari Agus Maftuh bersama istri Mbah Moen juga sama-sama menjadi juru masak di Pondok Pesantren Al Hidayat Lasem.
“Ketika saya menikah beliau yang mengijabkan, saya diijabkan pada 1992 oleh Mbah Moen,” katanya.
Agus Maftuh mengatakan malam itu pada pukul 00.00 hingga pukul 02.00 waktu setempat sempat tidak diperkenankan pulang oleh Mbah Moen.
“Kami dinasihati penguatan roh-roh kebangsaan dalam hal ini ‘Yalal Wathon’ ada kritik Mbah Moen yang heran lagu Yalal Wathon edisi komplit justru yang hafal bukan kiai. Jadi Mbah Moen kalau lihat dari bahasa tubuhnya ingin para kiai menghafalkan dalam bentuk komplit,” katanya.
Yalal Wathon merupakan lagu yang biasa dinyanyikan oleh Nahdliyin dan diciptakan oleh KH Wahab Chasbullah.
“Malam itu Mbah Moen mendoakan untuk bangsa di ending dari doa itu membuat saya terpana dan hampir menangis. Kang Maftuh pertemuan ini adalah pertemuan terakhir, terakhir. Dua kali. Kami yang ada di ruangan itu, anak-anak kami kaget ada apa Mbah ini. Kang Maftuh sampeyan tamu saya yang terakhir,” kata Maftuh menirukan ucapan Mbah Moen.
“Saya sowan dan jalan kaki 5 km ke Mbah Moen karena semua jalan ditutup ada kunjungan Raja malam itu,” kata Agus Maftuh di Jarwal, Mekkah, Kamis.
Agus Maftuh mengatakan sebagai santri ia memang terbiasa untuk sowan kepada Mbah Moen, bahkan setiap kali pulang ke Indonesia ia selalu menyempatkan ke Pondok Pesantren Sarang, Rembang, untuk menemui Mbah Moen.
Maka, Agus yang mengaku biasa dipanggil Kang Maftuh oleh Mbah Moen itu mengisahkan pengalamannya 26 jam sebelum Mbah Moen berpulang.
“26 jam sebelum Mbah Moen wafat saya datang komplit dengan istri dan anak saya, dosa besar jika seorang santri tahu Mbah Moen ke Saudi tapi dia tidak sowan,” katanya,
Maka ia pun rela meski harus berjalan kaki ke tempat Mbah Moen menginap di Hotel Dar Al Eiman Royal di wilayah Ajyad, Mekkah, yang terletak tepat di seberang Masjidil Haram.
Agus Maftuh bercerita tentang kedekatannya dengan Mbah Moen yang bukan sekadar setahun dua tahun melainkan sejak 1960 ketika Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren Sarang dan mengangkat Abdul Rosyid sebagai santri pertamanya.
Abdul Rosyid sendiri merupakan ayah dari Agus Maftuh. Selain itu ibu dari Agus Maftuh bersama istri Mbah Moen juga sama-sama menjadi juru masak di Pondok Pesantren Al Hidayat Lasem.
“Ketika saya menikah beliau yang mengijabkan, saya diijabkan pada 1992 oleh Mbah Moen,” katanya.
Agus Maftuh mengatakan malam itu pada pukul 00.00 hingga pukul 02.00 waktu setempat sempat tidak diperkenankan pulang oleh Mbah Moen.
“Kami dinasihati penguatan roh-roh kebangsaan dalam hal ini ‘Yalal Wathon’ ada kritik Mbah Moen yang heran lagu Yalal Wathon edisi komplit justru yang hafal bukan kiai. Jadi Mbah Moen kalau lihat dari bahasa tubuhnya ingin para kiai menghafalkan dalam bentuk komplit,” katanya.
Yalal Wathon merupakan lagu yang biasa dinyanyikan oleh Nahdliyin dan diciptakan oleh KH Wahab Chasbullah.
“Malam itu Mbah Moen mendoakan untuk bangsa di ending dari doa itu membuat saya terpana dan hampir menangis. Kang Maftuh pertemuan ini adalah pertemuan terakhir, terakhir. Dua kali. Kami yang ada di ruangan itu, anak-anak kami kaget ada apa Mbah ini. Kang Maftuh sampeyan tamu saya yang terakhir,” kata Maftuh menirukan ucapan Mbah Moen.