Jakarta, (ANTARA) - Baiq Nuril Maknun yang baru saja mendapat amnesti dari Presiden Joko Widodo ingin memberikan pendampingan kepada para perempuan lain yang menjadi korban pelecehan seksual.
"Kalau dari saya pribadi jangan takut, jangan pernah memberikan ruang untuk "para laki-laki". Mungkin semua yang ada di sini mudah mudahan tidak ada yang dan kalau bisa seandainya ada ruang tempat korban seperti saya untuk melapor, mungkin untuk diberikan semacam pendampingan, mungkin seharusnya ada ya di setiap daerah," kata Baiq Nuril seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat.
Baiq Nuril pada hari ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Baiq Nuril lalu menerima salinan Keputusan Presiden RI No 24 tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 29 Juli 2019 yang diserahkan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
"Malahan saya ingin buka konsultasi di rumah, mungkin pengaduan, mungkin siapa yang ingin kalau terjadi (pelecehan), mudah-mudahan tidak terjadi ya kepada perempuan di mana pun, cukup saya saja," tambah Nuril.
Meski punya keinginan untuk membantu perempuan lain, namun Nuril mengaku lupa menyampaikan cita-citanya itu kepada Presiden.
"Tidak disampaikan, mungkin karena saya gugup, jadinya saya cuma bisa bilang terima kasih atas perhatiannya sampai saya diberikan amnesti dan tidak banyak yang saya (sampaikan)," ungkap Nuril.
Baca juga: Penyerahan keppres amnesti Baiq Nuril disaksikan langsung Presiden Jokowi
Namun dalam pembicaraan sekitar 15 menit tersebut, Nuril mengatakan Presiden sempat menanyakan soal pekerjaannya saat ini.
"Presiden cuma nanya, beliau bertanya kalau saya masih kerja atau berhenti. Saya menjelaskan kalau sejak pelaporan itu saya sudah berhenti bekerja," kata Nuril.
Nuril pun mengaku sudah ada pihak yang menawarkan pekerjaan kepada dirinya.
"Tapi mudah mudahan ya, dari pemerintah daerah kemarin ada yang menawarkan untuk kerja. Kalau di sekolah yang sama, saya menolak ya," tambah Nuril.
Pada Kamis (25/7) rapat paripurna DPR sudah mengambil keputusan untuk menyetujui pertimbangan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, setelah mendengarkan penjelasan Komisi III DPR.
Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMU 7 Mataram Haji Muslim. Perbuatan Baiq dinilai membuat keluarga besar Haji Muslim malu.
Saat Baiq Nuril mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019 namun PK itu juga ditolak.
Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atas Baiq Nuril tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku. Baiq Nuril dan pengacaranya pun lalu memohonkan amnesti dari Presiden Joko Widodo.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim.
Muslim sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.
Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya ke penegak hukum.
Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan ia tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.
Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur "tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik" tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain. (*)
"Kalau dari saya pribadi jangan takut, jangan pernah memberikan ruang untuk "para laki-laki". Mungkin semua yang ada di sini mudah mudahan tidak ada yang dan kalau bisa seandainya ada ruang tempat korban seperti saya untuk melapor, mungkin untuk diberikan semacam pendampingan, mungkin seharusnya ada ya di setiap daerah," kata Baiq Nuril seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat.
Baiq Nuril pada hari ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Baiq Nuril lalu menerima salinan Keputusan Presiden RI No 24 tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 29 Juli 2019 yang diserahkan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
"Malahan saya ingin buka konsultasi di rumah, mungkin pengaduan, mungkin siapa yang ingin kalau terjadi (pelecehan), mudah-mudahan tidak terjadi ya kepada perempuan di mana pun, cukup saya saja," tambah Nuril.
Meski punya keinginan untuk membantu perempuan lain, namun Nuril mengaku lupa menyampaikan cita-citanya itu kepada Presiden.
"Tidak disampaikan, mungkin karena saya gugup, jadinya saya cuma bisa bilang terima kasih atas perhatiannya sampai saya diberikan amnesti dan tidak banyak yang saya (sampaikan)," ungkap Nuril.
Baca juga: Penyerahan keppres amnesti Baiq Nuril disaksikan langsung Presiden Jokowi
Namun dalam pembicaraan sekitar 15 menit tersebut, Nuril mengatakan Presiden sempat menanyakan soal pekerjaannya saat ini.
"Presiden cuma nanya, beliau bertanya kalau saya masih kerja atau berhenti. Saya menjelaskan kalau sejak pelaporan itu saya sudah berhenti bekerja," kata Nuril.
Nuril pun mengaku sudah ada pihak yang menawarkan pekerjaan kepada dirinya.
"Tapi mudah mudahan ya, dari pemerintah daerah kemarin ada yang menawarkan untuk kerja. Kalau di sekolah yang sama, saya menolak ya," tambah Nuril.
Pada Kamis (25/7) rapat paripurna DPR sudah mengambil keputusan untuk menyetujui pertimbangan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, setelah mendengarkan penjelasan Komisi III DPR.
Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMU 7 Mataram Haji Muslim. Perbuatan Baiq dinilai membuat keluarga besar Haji Muslim malu.
Saat Baiq Nuril mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019 namun PK itu juga ditolak.
Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atas Baiq Nuril tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku. Baiq Nuril dan pengacaranya pun lalu memohonkan amnesti dari Presiden Joko Widodo.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim.
Muslim sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.
Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya ke penegak hukum.
Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan ia tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.
Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur "tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik" tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain. (*)