Padang, (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa (Unitas) Padang menggelar seminar uji sahih Rancangan Undang Undang perubahan atas UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan perubahan UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) di Padang, Senin.
Ketua Komite II DPD RI Aji Muhammad Mirza Wardana mengatakan uji sahih dua RUU ini untuk memperbaiki beberapa kelemahan dalam transportasi dan pelayaran di Indonesia. Seperti kelemahan dalam manajemen keselamatan lalu lintas angkutan jalan, dan keamanan maritim.
"Jadi perubahan atas dua UU tersebut menekankan pada aspek keselamatan bagi pengguna transportasi," kata dia.
Kemudian perkembangan teknologi yang sangat cepat telah menumbuhkan banyak bisnis-bisnis baru, termasuk di bidang angkutan jalan seperti transportasi berbasis dalam jaringan (daring).
Di sisi lain Undang Undang yang mengatur transportasi sudah tertinggal melewati perkembangan teknologi itu sendiri, belum masuknya bisnis transportasi daring membuat operasionalnya tanpa regulasi dan pertanggungjawaban yang jelas.
Ia mengakui kebutuhan masyarakat akan transportasi berbasis daring memang sangat tinggi. Selain harga yang lebih murah, transportasi daring juga memberikan akses yang mudah dalam pemesanan.
Hanya saja sektor ini belum diatur dalam Undang Undang, salah satunya angkutan roda dua atau sepeda motor. Karena yang diatur baru transportasi roda empat sebagai moda transportasi umum.
Selain itu, saat ini angka kecelakaan karena kelalaian pengendara juga masih tinggi. Bahkan registrasi dan standar mutu pengendara angkutan jalan masih banyak permasalahannya.
Karena itulah Undang Undang No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ perlu dimutakhirkan agar sesuai dengan perkembangan transportasi di Indonesia. Rancangan Undang-undang perubahan ini akan memberikan kepastian hukum dan perlindungan terkait kenyamanan, keselamatan dan keamanan bagi masyarakat sebagai konsumen transportasi.
Demikian juga dengan Undang Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dimutakhirkan agar sesuai dengan perkembangan dunia pelayaran di Indonesia. Karena Undang-undang tersebut dinilai tidak efektif lagi dalam menyelesaikan masalah di bidang pelayaran saat ini.
Seminar yang digelar di Mercure Hotel Padang dihadiri 33 anggota DPD RI menampilkan tiga pemateri yakni pakar hukum pidana dari Universitas Tamansiswa Padang Nurlinda Yenti, SH.MH, pakar hukum maritim Dr. Jean Elvardi, SH.MH, dan Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Barat Heri Nofiardi, SE.MM.
Ketua Komite II DPD RI Aji Muhammad Mirza Wardana dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang Nurlinda Yenti, SH.MH memperlihatkan nota kesepahaman yang ditandatangani di Mercure Hotel Padang, Senin (15/7). (ist)
Dari sudut pandang hukum pidana Nurlinda Yenti menilai dengan ditambahkannya transportasi daring dan penggunaan telepon seluler pada saat berkendara ke dalam RUU LLAJ, maka pengemudi bisa dijerat pidana sesuai Pasal 283 UU No.22 tahun 2009 yang mengacu pada Pasal 106.
Pasal 283 menyebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 (1) dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp750.000
Sebelumnya yang disebut gangguan konsentrasi dalam mengemudi sesuai penjelasan Pasal 106 hanya bagi mereka yang menonton televisi, video dalam kendaraan, meminum alkohol, obat-obatan, mengantuk, namun dalam rancangan ini ditambah dengan menggunakan telepon seluler, radio dua arah atau radio transmiter.
Dengan demikian pengemudi kendaraan yang menggunakan telepon seluler saat berkendara sudah bisa dipidana. Bagi konsumen transportasi umum khususnya transportasi daring yang lagi tren saat ini tentu hal ini akan memberi kepastian perlindungan terkait kenyamanan, keselamatan dan keamanan.
Di sisi lain ia menyoroti masih masuknya Pasal 273 UU LLAJ yang menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas bisa dipidana.
Menurutnya ada ketidakjelasan makna penyelenggara jalan di dalam Undang Undang tersebut apakah lembaga atau pejabat berwenang tidak duraikan di dalam penjelasan pasal.
Sementara perbaikan jalan yang rusak sangat terkait dengan ketersediaan anggaran di masing-masing daerah, sehingga tanggung jawab pidana yang muncul akibat jalan yang rusak tidak bisa dibebankan begitu saja kepada pejabatnya atau lembaganya.
Usai kegiatan Komite II DPD RI dan Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang menguatkan kerjasamanya melalui penandatanganan nota kesepahaman untuk pelaksanaan kegiatan seminar. Dari pihak DPD RI langsung oleh Ketua Komite II Aji Muhammad Mirza Wardana dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang Nurlinda Yenti, SH.MH. (*)
Ketua Komite II DPD RI Aji Muhammad Mirza Wardana mengatakan uji sahih dua RUU ini untuk memperbaiki beberapa kelemahan dalam transportasi dan pelayaran di Indonesia. Seperti kelemahan dalam manajemen keselamatan lalu lintas angkutan jalan, dan keamanan maritim.
"Jadi perubahan atas dua UU tersebut menekankan pada aspek keselamatan bagi pengguna transportasi," kata dia.
Kemudian perkembangan teknologi yang sangat cepat telah menumbuhkan banyak bisnis-bisnis baru, termasuk di bidang angkutan jalan seperti transportasi berbasis dalam jaringan (daring).
Di sisi lain Undang Undang yang mengatur transportasi sudah tertinggal melewati perkembangan teknologi itu sendiri, belum masuknya bisnis transportasi daring membuat operasionalnya tanpa regulasi dan pertanggungjawaban yang jelas.
Ia mengakui kebutuhan masyarakat akan transportasi berbasis daring memang sangat tinggi. Selain harga yang lebih murah, transportasi daring juga memberikan akses yang mudah dalam pemesanan.
Hanya saja sektor ini belum diatur dalam Undang Undang, salah satunya angkutan roda dua atau sepeda motor. Karena yang diatur baru transportasi roda empat sebagai moda transportasi umum.
Selain itu, saat ini angka kecelakaan karena kelalaian pengendara juga masih tinggi. Bahkan registrasi dan standar mutu pengendara angkutan jalan masih banyak permasalahannya.
Karena itulah Undang Undang No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ perlu dimutakhirkan agar sesuai dengan perkembangan transportasi di Indonesia. Rancangan Undang-undang perubahan ini akan memberikan kepastian hukum dan perlindungan terkait kenyamanan, keselamatan dan keamanan bagi masyarakat sebagai konsumen transportasi.
Demikian juga dengan Undang Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dimutakhirkan agar sesuai dengan perkembangan dunia pelayaran di Indonesia. Karena Undang-undang tersebut dinilai tidak efektif lagi dalam menyelesaikan masalah di bidang pelayaran saat ini.
Seminar yang digelar di Mercure Hotel Padang dihadiri 33 anggota DPD RI menampilkan tiga pemateri yakni pakar hukum pidana dari Universitas Tamansiswa Padang Nurlinda Yenti, SH.MH, pakar hukum maritim Dr. Jean Elvardi, SH.MH, dan Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Barat Heri Nofiardi, SE.MM.
Dari sudut pandang hukum pidana Nurlinda Yenti menilai dengan ditambahkannya transportasi daring dan penggunaan telepon seluler pada saat berkendara ke dalam RUU LLAJ, maka pengemudi bisa dijerat pidana sesuai Pasal 283 UU No.22 tahun 2009 yang mengacu pada Pasal 106.
Pasal 283 menyebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 (1) dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp750.000
Sebelumnya yang disebut gangguan konsentrasi dalam mengemudi sesuai penjelasan Pasal 106 hanya bagi mereka yang menonton televisi, video dalam kendaraan, meminum alkohol, obat-obatan, mengantuk, namun dalam rancangan ini ditambah dengan menggunakan telepon seluler, radio dua arah atau radio transmiter.
Dengan demikian pengemudi kendaraan yang menggunakan telepon seluler saat berkendara sudah bisa dipidana. Bagi konsumen transportasi umum khususnya transportasi daring yang lagi tren saat ini tentu hal ini akan memberi kepastian perlindungan terkait kenyamanan, keselamatan dan keamanan.
Di sisi lain ia menyoroti masih masuknya Pasal 273 UU LLAJ yang menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas bisa dipidana.
Menurutnya ada ketidakjelasan makna penyelenggara jalan di dalam Undang Undang tersebut apakah lembaga atau pejabat berwenang tidak duraikan di dalam penjelasan pasal.
Sementara perbaikan jalan yang rusak sangat terkait dengan ketersediaan anggaran di masing-masing daerah, sehingga tanggung jawab pidana yang muncul akibat jalan yang rusak tidak bisa dibebankan begitu saja kepada pejabatnya atau lembaganya.
Usai kegiatan Komite II DPD RI dan Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang menguatkan kerjasamanya melalui penandatanganan nota kesepahaman untuk pelaksanaan kegiatan seminar. Dari pihak DPD RI langsung oleh Ketua Komite II Aji Muhammad Mirza Wardana dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang Nurlinda Yenti, SH.MH. (*)