Banda Aceh (ANTARA) - Panglima Laot (Lembaga Adat Laut) Aceh menyatakan masyarakat nelayan di provinsi paling barat Indonesia sepakat tidak melaut selama tiga hari karena menyambut hari raya Idul Fitri 1440 Hijriah.
"Nelayan sepakat tidak melaut selama tiga hari. Dari hari pertama sampai ke tiga lebaran Idul Fitri," kata Wakil Sekretaris Panglima Loat Aceh, Mifhtahuddin Cut Adek di Banda Aceh, Senin.
Menurut dia, hari besar (Idul Fitri) tersebut masyarakat nelayan pantang melaut dan jika nelayan membandel akan dikenakan sanksi adat berupa sitaan kapal hingga alat tangkapnya.
"Kalau nelayan melaut saat hari pantangan, maka dikenakan sanksi adat. Kapal ditahan minimal tiga hari dan maksimal tujuh hari dan hasil tangkapan bersama alat tangkap disita untuk lembaga adat laut," jelas Wakil Sekretaris Panglima Loat Aceh.
Lebih lanjut Mifhtahuddin mengingatkan masyarakat nelayan provinsi paling barat Sumatera untuk memanfaatkan masa libur atau saat pantangan melaut tersebut untuk merajut silaturrahmi dengan sanak saudara dan handai taulan.
"Manfaatkan libur lebaran Idul Fitri itu dengan maksimal untuk bersilaturrahmi atau mengunjugi keluarga dan saudara. Dan kami atas nama keluarga serta lembaga adat laut menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin kepada semua pihak," ucap dia.
Mayoritas masyarakat nelayan provinsi paling ujung barat Sumatera melaut atau mencari ikan tangkap hingga ke Samudera Hindia dan Selat Malaka.
Kepala UPTD PPS Kutaraja, T Nurmahdi sebelumnya menyebutkan, saban hari nelayan Aceh mendaratkan ikan di PPS Kutaraja, Banda Aceh rata-rata berkisar 50 ton.
Ia menjelaskan, ikan yang didaratkan di PPS Kutaraja merupakan hasil tangkapan nelayan setempat dan dipasarkan hingga ke sejumlah provinsi tetangga.
"Kapal tangkapan nelayan 30 hingga 100 gross tonnage (GT) mendaratkan ikan di PPS Kutaraja dan ikannya dipasarkan hingga ke Sumatera Utara, Sumatera Barat dan sekitarnya," sebut dia.
"Nelayan sepakat tidak melaut selama tiga hari. Dari hari pertama sampai ke tiga lebaran Idul Fitri," kata Wakil Sekretaris Panglima Loat Aceh, Mifhtahuddin Cut Adek di Banda Aceh, Senin.
Menurut dia, hari besar (Idul Fitri) tersebut masyarakat nelayan pantang melaut dan jika nelayan membandel akan dikenakan sanksi adat berupa sitaan kapal hingga alat tangkapnya.
"Kalau nelayan melaut saat hari pantangan, maka dikenakan sanksi adat. Kapal ditahan minimal tiga hari dan maksimal tujuh hari dan hasil tangkapan bersama alat tangkap disita untuk lembaga adat laut," jelas Wakil Sekretaris Panglima Loat Aceh.
Lebih lanjut Mifhtahuddin mengingatkan masyarakat nelayan provinsi paling barat Sumatera untuk memanfaatkan masa libur atau saat pantangan melaut tersebut untuk merajut silaturrahmi dengan sanak saudara dan handai taulan.
"Manfaatkan libur lebaran Idul Fitri itu dengan maksimal untuk bersilaturrahmi atau mengunjugi keluarga dan saudara. Dan kami atas nama keluarga serta lembaga adat laut menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin kepada semua pihak," ucap dia.
Mayoritas masyarakat nelayan provinsi paling ujung barat Sumatera melaut atau mencari ikan tangkap hingga ke Samudera Hindia dan Selat Malaka.
Kepala UPTD PPS Kutaraja, T Nurmahdi sebelumnya menyebutkan, saban hari nelayan Aceh mendaratkan ikan di PPS Kutaraja, Banda Aceh rata-rata berkisar 50 ton.
Ia menjelaskan, ikan yang didaratkan di PPS Kutaraja merupakan hasil tangkapan nelayan setempat dan dipasarkan hingga ke sejumlah provinsi tetangga.
"Kapal tangkapan nelayan 30 hingga 100 gross tonnage (GT) mendaratkan ikan di PPS Kutaraja dan ikannya dipasarkan hingga ke Sumatera Utara, Sumatera Barat dan sekitarnya," sebut dia.