Jakarta (ANTARA) - Menko Polhukam Wiranto menyebut kericuhan yang terjadi pada 22 Mei dini hari diduga ada skenario, sehingga pemerintah akan melakukan investigasi terhadap kericuhan 22 Mei.
"Ada niatan atau skenario untuk membuat kekacauan dengan menyerang petugas, membangun antipati pemerintah dan membangun kebencian pemerintah yang sedang melakukan upaya kesejahteraan," kata Wiranto dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam Jakarta, Rabu.
Wiranto juga menyebut pelaku kericuhan yang terjadi itu dilakukan preman-preman yang dibayar.
Menko Polhukam ini mengatakan hasil rekapitulasi KPU telah dimenangkan oleh pasangan nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, di mana hasil Pilpres 2019 ini telah diapresiasi dari kalangan di dalam maupun di luar negeri.
"Memberikan penghargaan Indonesia melaksanakan pemilu yang besar dan rumit serta berhasil dilaksanakan secara aman, damai dan sukses," kata Wiranto yang didampingi oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto ini.
Atas hasil rekapitulasi ini, pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah melayangkan keberatan dan gugatan lewat Mahkamah Konstitusi.
"Beliau akan gugat lewat MK, namun diikuti aksi demo massa dengan gerakan nasional kedaulatan rakyat," ucapnya.
Dalam kenyataannya, lanjut Wiranto, aksi damai tersebut beriringan dengan aksi brutal menyerang petugas, menyerang asrama tempat keluarga Brimob, menyerang polisi dan aksi brutal lainnya sehingga menimbulkan korban.
Wiranto juga menilai aksi ini telah diputarbalikan dan menuduh aparat keamann seakan-akan aparat melakukan kesewenag-wenangan.
"Dilemparkan ke masyarakat, pemerintah sewenang-wenang, diktator. Jangan sampai kita terkecoh hasutan itu," kata Wiranto.
Menko Polhukam mengatakan pemerintah akan melakukan investigasi terkait kejadian kericuhan 22 Mei 2019 ini.
Dia juga menegaskan bahwa saat bertugas polisi yang menghadapi demonstrasi diinstruksikan Kapolri tidak menggunakan senjata api dan senjata disimpan di gudang.
"Mereka menggunakan perisai dan pentungan dan tentu perlengkapan lain," tegasnya.
"Ada niatan atau skenario untuk membuat kekacauan dengan menyerang petugas, membangun antipati pemerintah dan membangun kebencian pemerintah yang sedang melakukan upaya kesejahteraan," kata Wiranto dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam Jakarta, Rabu.
Wiranto juga menyebut pelaku kericuhan yang terjadi itu dilakukan preman-preman yang dibayar.
Menko Polhukam ini mengatakan hasil rekapitulasi KPU telah dimenangkan oleh pasangan nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, di mana hasil Pilpres 2019 ini telah diapresiasi dari kalangan di dalam maupun di luar negeri.
"Memberikan penghargaan Indonesia melaksanakan pemilu yang besar dan rumit serta berhasil dilaksanakan secara aman, damai dan sukses," kata Wiranto yang didampingi oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto ini.
Atas hasil rekapitulasi ini, pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah melayangkan keberatan dan gugatan lewat Mahkamah Konstitusi.
"Beliau akan gugat lewat MK, namun diikuti aksi demo massa dengan gerakan nasional kedaulatan rakyat," ucapnya.
Dalam kenyataannya, lanjut Wiranto, aksi damai tersebut beriringan dengan aksi brutal menyerang petugas, menyerang asrama tempat keluarga Brimob, menyerang polisi dan aksi brutal lainnya sehingga menimbulkan korban.
Wiranto juga menilai aksi ini telah diputarbalikan dan menuduh aparat keamann seakan-akan aparat melakukan kesewenag-wenangan.
"Dilemparkan ke masyarakat, pemerintah sewenang-wenang, diktator. Jangan sampai kita terkecoh hasutan itu," kata Wiranto.
Menko Polhukam mengatakan pemerintah akan melakukan investigasi terkait kejadian kericuhan 22 Mei 2019 ini.
Dia juga menegaskan bahwa saat bertugas polisi yang menghadapi demonstrasi diinstruksikan Kapolri tidak menggunakan senjata api dan senjata disimpan di gudang.
"Mereka menggunakan perisai dan pentungan dan tentu perlengkapan lain," tegasnya.