Lubuksikaping (ANTARA) - Kepala Resort Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pasaman Yongki membantah pihaknya mempersulit Pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan sarana prasarana di kawasan hutan konservasi tersebut.
Ada beberapa prosedur yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pemerintah setempat, sebelum dilakukan pembenahan terhadap objek wisata tersebut.
"Bukan dipersulit. Memang itu tupoksi BKSDA. Ada prosedur kalau kawasan itu mau dikerjasamakan selain dengan kami (BKSDA), termasuk dengan Dinas Pariwisata," kata Yongki, Kamis.
Mekanisme yang harus dipenuhi itu, kata Yongki, ada blok yang harus disetujui oleh pusat, rencana pengelolaan, desain tapak setelah itu baru Detail Engineering Design (DED).
"Mekanisme itu harus dipenuhi, gak boleh loncat-loncat. Harus ada DED lebih dulu. Setelah itu baru boleh dilaksanakan. Kalau gak ada, ya gak bisa. Setelah semua dipenuhi barulah kita lakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS)," katanya.
Ia mengakui, meski terkesan berbelit, mekanisme itu memang harus dipenuhi, agar tidak menyalahi aturan perundang-undangan.
Sebab, objek wisata cagar alam Rimbo Panti itu merupakan kawasan konservasi yang harus dilindungi.
"Ini harus dilakukan, karena Rimbo Panti itu adalah kawasan konservasi, benteng terakhir perlindungan hutan dan itu wewenang pusat," ujarnya.
Ada beberapa prosedur yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pemerintah setempat, sebelum dilakukan pembenahan terhadap objek wisata tersebut.
"Bukan dipersulit. Memang itu tupoksi BKSDA. Ada prosedur kalau kawasan itu mau dikerjasamakan selain dengan kami (BKSDA), termasuk dengan Dinas Pariwisata," kata Yongki, Kamis.
Mekanisme yang harus dipenuhi itu, kata Yongki, ada blok yang harus disetujui oleh pusat, rencana pengelolaan, desain tapak setelah itu baru Detail Engineering Design (DED).
"Mekanisme itu harus dipenuhi, gak boleh loncat-loncat. Harus ada DED lebih dulu. Setelah itu baru boleh dilaksanakan. Kalau gak ada, ya gak bisa. Setelah semua dipenuhi barulah kita lakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS)," katanya.
Ia mengakui, meski terkesan berbelit, mekanisme itu memang harus dipenuhi, agar tidak menyalahi aturan perundang-undangan.
Sebab, objek wisata cagar alam Rimbo Panti itu merupakan kawasan konservasi yang harus dilindungi.
"Ini harus dilakukan, karena Rimbo Panti itu adalah kawasan konservasi, benteng terakhir perlindungan hutan dan itu wewenang pusat," ujarnya.