Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Komisi Perlidungan Anak Indonesia Putu Elvina meminta pihak Pondok Pesantren Nurul Ikhlas, Panyalaian, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ikut bertanggung jawab atas kasus santri berinisial RA (18) yang tewas dikeroyok beberapa temannya sendiri.
"Sudah saatnya pesantren menerapkan pesantren ramah anak," kata Putu yang merupakan komisioner KPAI penanggung jawab bidang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia berharap pihak pesantren mengevaluasi proses pembinaan, pengawasan dan pola relasi antarsantri yang lebih baik.
Maka, kata dia, saat terjadi masalah di antara santri, penanggung jawab santri bisa segera mengetahui dari awal sehingga aksi-aksi kekerasan dan main hakim sendiri bisa dihindari.
KPAI, lanjut Putu, menyesali kurangnya tanggung jawab pihak pesantren dalam melakukan pengawasan terhadap para santrinya sehingga pengeroyokan secara terus menerus dan berujung maut luput dari pengawasan.
Adapun kasus tewasnya RA saat ini ditangani Satreskrim Polres Padang Panjang. Putu meminta prosedur penanganan anak-anak tersebut dilakukan sesuai dengan UU Sistem Peradilan Anak, seperti mengutamakan upaya rehabilitasi agar mereka tidak kembali melakukan perbuatan tersebut.
"Mereka juga harus didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum sehingga hak-hak mereka selama menjalani proses dilindungi," kata dia.
Putu mengatakan sasus kekerasan terhadap anak di lingkup pendidikan memiliki dinamika yang luar biasa baik dari tempat terjadinya kekerasan maupun jenis kekerasan.
"Pengeroyokan yang dilakukan sekelompok anak terhadap salah satu teman mereka, korban yang sempat dirawat di rumah sakit akhirnya meninggal dunia. Duka cita mendalam KPAI untuk keluarga korban. Saya sebelumnya berencana mau membesuk korban tapi Allah lebih sayang dia," katanya.
Adapun kasus pengeroyokan pada RA terjadi lantaran korban diduga beberapa kali mencuri barang milik temannya seperti ponsel, speaker dan lain-lain. Pelaku kesal karena RA kerap mengulang tindakannya meski sudah diingatkan beberapa kali dan meminta maaf.
Setelah dilakukan gelar perkara dan prarekonstruksi, polisi setempat menetapkan 17 tersangka dari 19 santri yang dimintai keterangan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Padang Panjang Iptu Kalbert Jonaidi mengatakan pelaku mengaku kemarahan terjadi karena korban sudah mengakui kesalahan dan minta maaf tapi tetap saja mencuri. (*)
"Sudah saatnya pesantren menerapkan pesantren ramah anak," kata Putu yang merupakan komisioner KPAI penanggung jawab bidang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia berharap pihak pesantren mengevaluasi proses pembinaan, pengawasan dan pola relasi antarsantri yang lebih baik.
Maka, kata dia, saat terjadi masalah di antara santri, penanggung jawab santri bisa segera mengetahui dari awal sehingga aksi-aksi kekerasan dan main hakim sendiri bisa dihindari.
KPAI, lanjut Putu, menyesali kurangnya tanggung jawab pihak pesantren dalam melakukan pengawasan terhadap para santrinya sehingga pengeroyokan secara terus menerus dan berujung maut luput dari pengawasan.
Adapun kasus tewasnya RA saat ini ditangani Satreskrim Polres Padang Panjang. Putu meminta prosedur penanganan anak-anak tersebut dilakukan sesuai dengan UU Sistem Peradilan Anak, seperti mengutamakan upaya rehabilitasi agar mereka tidak kembali melakukan perbuatan tersebut.
"Mereka juga harus didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum sehingga hak-hak mereka selama menjalani proses dilindungi," kata dia.
Putu mengatakan sasus kekerasan terhadap anak di lingkup pendidikan memiliki dinamika yang luar biasa baik dari tempat terjadinya kekerasan maupun jenis kekerasan.
"Pengeroyokan yang dilakukan sekelompok anak terhadap salah satu teman mereka, korban yang sempat dirawat di rumah sakit akhirnya meninggal dunia. Duka cita mendalam KPAI untuk keluarga korban. Saya sebelumnya berencana mau membesuk korban tapi Allah lebih sayang dia," katanya.
Adapun kasus pengeroyokan pada RA terjadi lantaran korban diduga beberapa kali mencuri barang milik temannya seperti ponsel, speaker dan lain-lain. Pelaku kesal karena RA kerap mengulang tindakannya meski sudah diingatkan beberapa kali dan meminta maaf.
Setelah dilakukan gelar perkara dan prarekonstruksi, polisi setempat menetapkan 17 tersangka dari 19 santri yang dimintai keterangan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Padang Panjang Iptu Kalbert Jonaidi mengatakan pelaku mengaku kemarahan terjadi karena korban sudah mengakui kesalahan dan minta maaf tapi tetap saja mencuri. (*)