Pulau Punjung, (Antaranews Sumbar) - Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar), mendorong masyarakat setempat agar tidak menjadikan pengasapan (fogging) sebagai patokan utama dalam pemberantasan dan pencegahan demam berdarah dengue (DBD).
"Yang paling utama masyarakat harus menerapkan 3M, yakni menutup, mengubur, dan menguras tempat penampungan air serta menghindari gigitan nyamuk pembawa virus DBD," kata Kepala Dinkes Dharmasraya, Rahmadian di Pulau Punjung, Senin.
Ia mengatakan fogging baru dapat dilakukan apabila terjadi peningkatan kasus yang signifikan di suatu wilayah, artinya ada peningkatan setiap bulannya dan terjadi dalam jumlah besar.
"Fogging merupakan upaya terakhir penanganan kasus DBB, itu pun hanya mampu membunuh nyamuk dewasa. Sedangkan jentik-jentiknya itu tidak mati dan akan kembali menjadi nyamuk, hal ini harus menjadi perhatian kita bersama masyarakat," katanya.
Dinkes Dharmasraya mencatat kasus DBD sepanjang Januari hingga Februari 2019 sebanyak lima kasus, jumlah itu meningkatkan pada 2018 periode yang sama empat kasus, kata dia.
Namun, lanjut dia, jumlah kasus DBD di daerah itu menurun dalam dua tahun belakangan, misalnya pada 2017 sebanyak 60 kasus, dan 2018 19 kasus.
"Tahun ini kami mengupayakan turun lagi, dengan beberapa program yang sudah kami lakukan dan yang direncanakan," ujarnya.
Menurut dia progam gerakan "Satu Rumah Satu Jumantik" dinilai menjadi satu keberhasilan dalam menurukan kasus DBD di daerah itu, hal itu dimulai sejak 2017.
Ia mengatakan jumatik merupakan juru pemantau jentik, merupakan anggota masyarakat yang secara sukarela memantau keberadaan jentik nyamuk di lingkungan keluarga.
"Jumantik juga berperan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapaan masyarakat menghadap DBD. Kegiatan ini dievaluasi setiap bulan di wilayah masing-masing puskesmas," tambahnya.(*)
"Yang paling utama masyarakat harus menerapkan 3M, yakni menutup, mengubur, dan menguras tempat penampungan air serta menghindari gigitan nyamuk pembawa virus DBD," kata Kepala Dinkes Dharmasraya, Rahmadian di Pulau Punjung, Senin.
Ia mengatakan fogging baru dapat dilakukan apabila terjadi peningkatan kasus yang signifikan di suatu wilayah, artinya ada peningkatan setiap bulannya dan terjadi dalam jumlah besar.
"Fogging merupakan upaya terakhir penanganan kasus DBB, itu pun hanya mampu membunuh nyamuk dewasa. Sedangkan jentik-jentiknya itu tidak mati dan akan kembali menjadi nyamuk, hal ini harus menjadi perhatian kita bersama masyarakat," katanya.
Dinkes Dharmasraya mencatat kasus DBD sepanjang Januari hingga Februari 2019 sebanyak lima kasus, jumlah itu meningkatkan pada 2018 periode yang sama empat kasus, kata dia.
Namun, lanjut dia, jumlah kasus DBD di daerah itu menurun dalam dua tahun belakangan, misalnya pada 2017 sebanyak 60 kasus, dan 2018 19 kasus.
"Tahun ini kami mengupayakan turun lagi, dengan beberapa program yang sudah kami lakukan dan yang direncanakan," ujarnya.
Menurut dia progam gerakan "Satu Rumah Satu Jumantik" dinilai menjadi satu keberhasilan dalam menurukan kasus DBD di daerah itu, hal itu dimulai sejak 2017.
Ia mengatakan jumatik merupakan juru pemantau jentik, merupakan anggota masyarakat yang secara sukarela memantau keberadaan jentik nyamuk di lingkungan keluarga.
"Jumantik juga berperan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapaan masyarakat menghadap DBD. Kegiatan ini dievaluasi setiap bulan di wilayah masing-masing puskesmas," tambahnya.(*)