Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan putusan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kementerian Keuangan tentang swastanisasi air pada 22 Maret 2018, masih dalam proses "minutasi" (proses dilakukan panitera pengadilan dalam penyelesaian pengesahan suatu putusan).
"Sampai sekarang saya masih belum terima, belum dikirim putusannya, karena masih proses 'minutasi' putusan," ujar Andi di Gedung MA Jakarta, Jumat.
Andi kemudian membenarkan bahwa MA mengabulkan permohonan PK Kementerian Keuangan, karena Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), sebagai penggugat asal, tidak memenuhi syarat "citizen law suit" atau gugatan terhadap penyelenggara negara yang dianggap lalai dalam pemenuhan hak-hak warga negara.
"Para penggugat asal mengajukan secara 'CLS', sementara itu di tingkat PK, gugatan mereka yang menggugat pemerintah tidak memenuhi syarat CLS," jelas Andi.
Karena tidak memenuhi syarat CLS tersebut, maka gugatan para pemohon asal dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan MA tersebut menjadikan PT PAM Lyonnase Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta dapat kembali mengelola swastanisasi air di Jakarta.
Pada 10 April 2017 putusan MA mengabulkan kasasi yang diajukan oleh KMMSAJ dengan menyatakan bahwa pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum karena gagal memenuhi hak atas air untuk warga Jakarta.
Namun, Kementerian Keuangan melalui Menteri Sri Mulyani kemudian mengajukan PK atas putusan tersebut dan pada 30 November 2018 permohonan PK Kementerian Keuangan dikabulkan oleh MA.
Adapun majelis hakim yang mengadili dan memutus PK tersebut adalah Hakim Agung Hamdi sebagai Ketua Majelis, dengan anggota Hakim Agung Maria Anna, dan Hakim Agung Soltoni Mohdally. (*)
"Sampai sekarang saya masih belum terima, belum dikirim putusannya, karena masih proses 'minutasi' putusan," ujar Andi di Gedung MA Jakarta, Jumat.
Andi kemudian membenarkan bahwa MA mengabulkan permohonan PK Kementerian Keuangan, karena Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), sebagai penggugat asal, tidak memenuhi syarat "citizen law suit" atau gugatan terhadap penyelenggara negara yang dianggap lalai dalam pemenuhan hak-hak warga negara.
"Para penggugat asal mengajukan secara 'CLS', sementara itu di tingkat PK, gugatan mereka yang menggugat pemerintah tidak memenuhi syarat CLS," jelas Andi.
Karena tidak memenuhi syarat CLS tersebut, maka gugatan para pemohon asal dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan MA tersebut menjadikan PT PAM Lyonnase Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta dapat kembali mengelola swastanisasi air di Jakarta.
Pada 10 April 2017 putusan MA mengabulkan kasasi yang diajukan oleh KMMSAJ dengan menyatakan bahwa pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum karena gagal memenuhi hak atas air untuk warga Jakarta.
Namun, Kementerian Keuangan melalui Menteri Sri Mulyani kemudian mengajukan PK atas putusan tersebut dan pada 30 November 2018 permohonan PK Kementerian Keuangan dikabulkan oleh MA.
Adapun majelis hakim yang mengadili dan memutus PK tersebut adalah Hakim Agung Hamdi sebagai Ketua Majelis, dengan anggota Hakim Agung Maria Anna, dan Hakim Agung Soltoni Mohdally. (*)