Pekanbaru, (Antaranews Sumbar) - Pemerintah Indonesia telah mendeportasi sebanyak 23 warga negara asing asal Bangladesh karena tertangkap ingin memasuki Malaysia secara ilegal melalui Provinsi Riau.
"Hari Jumat, tanggal 25 Januari, semuanya sudah dideportasi melalui Bandara Pekanbaru," kata Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Riau, Mas Agus Santoso kepada Antara usai peringatan Hari Bhakti Imigrasi 69, di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan, ke-23 warga negara asing (WNA) asal Bangladesh itu ditangkap oleh patroli Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Dumai pada 18 Januari 2019 di Kabupaten Bengkalis, Riau.
Mereka kemudian diserahkan ke Imigrasi untuk proses hukum dan deportasi.
Mas Agus menjelaskan, WNA Bangladesh itu semuanya laki-laki, rata-rata berumur 21 sampai 35 tahun. Mereka masuk ke Indonesia secara resmi sebagai turis, namun kemudian berusaha menyebrang ke Penang, Malaysia, secara ilegal atau tidak melalui pintu-pintu keimigrasian yang ada.
Mereka terbukti bersalah dan dinyatakan sebagai imigratoir atau pelanggar aturan keimigrasian.
"Motifnya sepertinya ekonomi, untuk mencari kehidupan yang lebih baik," katanya.
Puluhan imigtatoir tu dideportasi dari Pekanbaru menggunakan pesawat AirAsia tujuan Kuala Lumpur, Malaysia, kemudian ke Dhaka, Bangladesh.
Ia mengatakan, seluruh biaya deportasi adalah tanggung jawab dari perwakilan WNA Bangladesh.
"Biaya dari perwakilan mereka karena kita tak ada anggaran deportasi. Pada umumnya mereka punya tiket balik, tapi ada juga yang kedalursa sehingga kita koordinasi lagi dengan maskapai penerbangan sebagai tanggung jawab mereka," kata Mas Agus.
Ia menjelaskan, deportasi puluhan imigratoir Bangladesh tersebut merupakan yang kedua kali terjadi, setelah pada September 2018 juga ada 40 WNA Bangladesh yang ditangkap Lanal Dumai ketika ingin menyebrang secara ilegal dari Bengkalis ke Malaysia.
Motif kejahatan yang digunakan juga mirip, yakni dengan menggunakan bantuan sindikat penyelundup orang dan menggunakan kapal cepat sebagai moda transportasinya.
Untuk kejadian terakhir ini, upaya penyelundupan 23 WNA Bangladesh tersebut ditangkap oleh patroli Sea Rider Lanal Dumai pada 18 Januari di Pantai Sepahat, Kabupaten Bengkalis.
Penangkapan berawal dari informasi yang diterima unit Intel Lanal Dumai bahwa akan ada penyelundupan WNA Bangladesh dari daerah Sepahat-Bengkalis menuju ke Malaysia dengan menggunakan perahu cepat (speedboat).
Lanal Dumai menindaklanjuti informasi itu dengan menyebar dua tim, yakni tim laut dan tim darat. Patroli Sea Rider kemudian melakukan penyekatan di sekitar perairan Sepahat, sedangkan tim darat mengidentifikasi ada sekelompok orang asing di dalam hutan bakau yang berjarak 100 meter dari pantai.
Patroli Lanal Dumai mengamankan sebanyak 23 orang WNA Bangladesh di lokasi tersebut. Sedangkan, jaringan penyelundup manusia berhasil kabur dan meninggalkan perahu cepatnya di Sungai Sepahat-Bengkalis.
Perahu yang diduga kuat akan digunakan untuk menyeberangkan WNA Bangladesh itu tidak dapat ditarik menuju Lanal Dumai dikarenakan kondisi air laut telah surut dan dalam keadaan mati juga tidak ada kunci untuk menyalakan mesin.
Mas Agus Santosa mengatakan, persoalan ini tidak bisa dibiarkan karena lambat laun akan menyulitkan Pemerintah Indonesia.
Sebab menurut Undang-Undang Keimigrasian yang biasa berlaku di sebuah negara, lanjutnya, orang asing yang masuk secara ilegal akan dikembalikan kemana mereka berangkat untuk dideportasi.
"Kita tak ada kekuatan hukum untuk menolak lagi. Ke depan pemerintah yang akan terbebani masalah ini," ujarnya. (*)
"Hari Jumat, tanggal 25 Januari, semuanya sudah dideportasi melalui Bandara Pekanbaru," kata Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Riau, Mas Agus Santoso kepada Antara usai peringatan Hari Bhakti Imigrasi 69, di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan, ke-23 warga negara asing (WNA) asal Bangladesh itu ditangkap oleh patroli Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Dumai pada 18 Januari 2019 di Kabupaten Bengkalis, Riau.
Mereka kemudian diserahkan ke Imigrasi untuk proses hukum dan deportasi.
Mas Agus menjelaskan, WNA Bangladesh itu semuanya laki-laki, rata-rata berumur 21 sampai 35 tahun. Mereka masuk ke Indonesia secara resmi sebagai turis, namun kemudian berusaha menyebrang ke Penang, Malaysia, secara ilegal atau tidak melalui pintu-pintu keimigrasian yang ada.
Mereka terbukti bersalah dan dinyatakan sebagai imigratoir atau pelanggar aturan keimigrasian.
"Motifnya sepertinya ekonomi, untuk mencari kehidupan yang lebih baik," katanya.
Puluhan imigtatoir tu dideportasi dari Pekanbaru menggunakan pesawat AirAsia tujuan Kuala Lumpur, Malaysia, kemudian ke Dhaka, Bangladesh.
Ia mengatakan, seluruh biaya deportasi adalah tanggung jawab dari perwakilan WNA Bangladesh.
"Biaya dari perwakilan mereka karena kita tak ada anggaran deportasi. Pada umumnya mereka punya tiket balik, tapi ada juga yang kedalursa sehingga kita koordinasi lagi dengan maskapai penerbangan sebagai tanggung jawab mereka," kata Mas Agus.
Ia menjelaskan, deportasi puluhan imigratoir Bangladesh tersebut merupakan yang kedua kali terjadi, setelah pada September 2018 juga ada 40 WNA Bangladesh yang ditangkap Lanal Dumai ketika ingin menyebrang secara ilegal dari Bengkalis ke Malaysia.
Motif kejahatan yang digunakan juga mirip, yakni dengan menggunakan bantuan sindikat penyelundup orang dan menggunakan kapal cepat sebagai moda transportasinya.
Untuk kejadian terakhir ini, upaya penyelundupan 23 WNA Bangladesh tersebut ditangkap oleh patroli Sea Rider Lanal Dumai pada 18 Januari di Pantai Sepahat, Kabupaten Bengkalis.
Penangkapan berawal dari informasi yang diterima unit Intel Lanal Dumai bahwa akan ada penyelundupan WNA Bangladesh dari daerah Sepahat-Bengkalis menuju ke Malaysia dengan menggunakan perahu cepat (speedboat).
Lanal Dumai menindaklanjuti informasi itu dengan menyebar dua tim, yakni tim laut dan tim darat. Patroli Sea Rider kemudian melakukan penyekatan di sekitar perairan Sepahat, sedangkan tim darat mengidentifikasi ada sekelompok orang asing di dalam hutan bakau yang berjarak 100 meter dari pantai.
Patroli Lanal Dumai mengamankan sebanyak 23 orang WNA Bangladesh di lokasi tersebut. Sedangkan, jaringan penyelundup manusia berhasil kabur dan meninggalkan perahu cepatnya di Sungai Sepahat-Bengkalis.
Perahu yang diduga kuat akan digunakan untuk menyeberangkan WNA Bangladesh itu tidak dapat ditarik menuju Lanal Dumai dikarenakan kondisi air laut telah surut dan dalam keadaan mati juga tidak ada kunci untuk menyalakan mesin.
Mas Agus Santosa mengatakan, persoalan ini tidak bisa dibiarkan karena lambat laun akan menyulitkan Pemerintah Indonesia.
Sebab menurut Undang-Undang Keimigrasian yang biasa berlaku di sebuah negara, lanjutnya, orang asing yang masuk secara ilegal akan dikembalikan kemana mereka berangkat untuk dideportasi.
"Kita tak ada kekuatan hukum untuk menolak lagi. Ke depan pemerintah yang akan terbebani masalah ini," ujarnya. (*)