London, (Antaranews Sumbar) - Penampilan grup Gamelan Salukat memikat warga Swedia yang memadati teater terbuka Pildammsteater di Kota Malmö untuk menyaksikan permainan grup seniman dengan 24 pemusik asal Ubud, Bali, dipimpin Dewa Alit itu.
"Gamelan Salukat merupakan salah satu pengisi acara Sommarscen 2018 atau Panggung Musim Panas yang merupakan acara tahunan Kota Malmö," demikian Koordinator Program Organisasi Svensk-Indonesiska Bagusföreningen Nina Mussolini-Hansson kepada Antara London, Kamis.
Sekitar 1.000 orang hadir dalam pertunjukkan di teater terbuka tersebut.
Sebelum pertunjukan, kata dia, diaspora Indonesia di Swedia yang tergabung dalam Organisasi Swedia-Indonesia Bagus (Svensk-Indonesiska Bagusföreningen), menjamu para seniman dan pengunjung dengan kuliner tradisional Indonesia, seperti urap, telur balado, teri kacang, lumpia, asinan jakarta, dan ayam kalio.
"Enak sekali," kata Jonas Stampe, sang promotor asal Denmark, yang terkesan dengan kehangatan diaspora Indonesia.
Menurut dia, selama berkunjung ke beberapa tempat, Gamelan Salukat mendapat animo yang cukup besar dari penonton Eropa.
Kehadiran Gamelan Salukat di Swedia, bukan rangkaian tur ke luar negeri pertama kali grup musik tersebut. Pada 2009 dan 2010, mereka tur ke Amerika Serikat dengan grup eksperimental Bang on a Can All Stars, dalam produksi opera baru Evan Ziporyn "A House in Bali".
Komposisi Kebyar Ding yang mengawali pertunjukan berhasil membuat suasana magis Bali pindah ke panggung terbuka di taman paling besar di kota ketiga di Swedia itu.
Penonton makin terpukau ketika tiga gadis penari membawakan Tari Geringsing dengan menawan. Ide tarian itu diambil dari Palegongan, jauh sebelum bernama Legong Kraton yang diolah kembali oleh koreografer Ida Ayu Arya Satyani, Ida Ayu Wayan Prihandari, dan Dewa Ayu Swandewi.
Total empat komposisi dan dua tarian dimainkan oleh Gamelan Salukat dalam pertunjukan yang berlangsung hampir 1,5 jam itu.
"'Mycket fint' musik, bagus sekali musiknya, amat berbeda," ujar Andreas Matis, pria Swedia yang beristri perempuan Bali. Hal yang sama juga dikemukakan Emeric Adolfsson yang terkagum dengan pertunjukan.
Menurut Adolfsson yang bekerja di IKEA Swedia itu, Gamelan Salukat merupakan grup tari dan musik Bali yang paling indah yang pernah dilihatnya.
Jason, seorang warga asal Selandia Baru, mengatakan keinginannya untuk kembali berwisata ke Bali setelah melihat pertunjukan Gamelan Salukat.
Kota Malmö adalah salah satu kota yang dikunjungi Gamelan Salukat dalam rangkaian turnya yang disponsori Munich Stadtmuseum.
Gamelan Salukat juga diberi kesempatan untuk menggunakan alat musik gamelan koleksi museum. Rangkaian tur yang dimulai sejak pertengahan Juni lalu diawali dengan konser dua hari plus simposium mengenai gamelan di Munich International Gamelan Festival, setelah pertunjukan Haus der Indonesischen Kulturen di Kota Berlin.
Dari Malmö, Gamelan Salukat melanjutkan perjalanan ke Denmark mengikuti Roskilde Festival yang terkenal itu. Rangkaian tur ditutup dengan mengikuti The Rudolstadt Festival di Jerman.
"Terima kasih atas sambutannya yang hangat dari masyarakat Indonesia di Malmö," kata Dewa Alit, lulusan STSI Denpasar yang tidak menduga grupnya disambut meriah diaspora Indonesia dan masyarakat Swedia.
Ketua Organisasi Svensk-Indonesia Bagusföreningen, Hans Hanson, menyatakan kekagumannya atas permainan dan musik kontemporer Bali komposisi Dewa Alit.
Ia menyebut penampilan musik mereka sebagai modern dan enak didengar.
"Semoga kita bisa bekerja sama di masa depan," katanya. (*)
"Gamelan Salukat merupakan salah satu pengisi acara Sommarscen 2018 atau Panggung Musim Panas yang merupakan acara tahunan Kota Malmö," demikian Koordinator Program Organisasi Svensk-Indonesiska Bagusföreningen Nina Mussolini-Hansson kepada Antara London, Kamis.
Sekitar 1.000 orang hadir dalam pertunjukkan di teater terbuka tersebut.
Sebelum pertunjukan, kata dia, diaspora Indonesia di Swedia yang tergabung dalam Organisasi Swedia-Indonesia Bagus (Svensk-Indonesiska Bagusföreningen), menjamu para seniman dan pengunjung dengan kuliner tradisional Indonesia, seperti urap, telur balado, teri kacang, lumpia, asinan jakarta, dan ayam kalio.
"Enak sekali," kata Jonas Stampe, sang promotor asal Denmark, yang terkesan dengan kehangatan diaspora Indonesia.
Menurut dia, selama berkunjung ke beberapa tempat, Gamelan Salukat mendapat animo yang cukup besar dari penonton Eropa.
Kehadiran Gamelan Salukat di Swedia, bukan rangkaian tur ke luar negeri pertama kali grup musik tersebut. Pada 2009 dan 2010, mereka tur ke Amerika Serikat dengan grup eksperimental Bang on a Can All Stars, dalam produksi opera baru Evan Ziporyn "A House in Bali".
Komposisi Kebyar Ding yang mengawali pertunjukan berhasil membuat suasana magis Bali pindah ke panggung terbuka di taman paling besar di kota ketiga di Swedia itu.
Penonton makin terpukau ketika tiga gadis penari membawakan Tari Geringsing dengan menawan. Ide tarian itu diambil dari Palegongan, jauh sebelum bernama Legong Kraton yang diolah kembali oleh koreografer Ida Ayu Arya Satyani, Ida Ayu Wayan Prihandari, dan Dewa Ayu Swandewi.
Total empat komposisi dan dua tarian dimainkan oleh Gamelan Salukat dalam pertunjukan yang berlangsung hampir 1,5 jam itu.
"'Mycket fint' musik, bagus sekali musiknya, amat berbeda," ujar Andreas Matis, pria Swedia yang beristri perempuan Bali. Hal yang sama juga dikemukakan Emeric Adolfsson yang terkagum dengan pertunjukan.
Menurut Adolfsson yang bekerja di IKEA Swedia itu, Gamelan Salukat merupakan grup tari dan musik Bali yang paling indah yang pernah dilihatnya.
Jason, seorang warga asal Selandia Baru, mengatakan keinginannya untuk kembali berwisata ke Bali setelah melihat pertunjukan Gamelan Salukat.
Kota Malmö adalah salah satu kota yang dikunjungi Gamelan Salukat dalam rangkaian turnya yang disponsori Munich Stadtmuseum.
Gamelan Salukat juga diberi kesempatan untuk menggunakan alat musik gamelan koleksi museum. Rangkaian tur yang dimulai sejak pertengahan Juni lalu diawali dengan konser dua hari plus simposium mengenai gamelan di Munich International Gamelan Festival, setelah pertunjukan Haus der Indonesischen Kulturen di Kota Berlin.
Dari Malmö, Gamelan Salukat melanjutkan perjalanan ke Denmark mengikuti Roskilde Festival yang terkenal itu. Rangkaian tur ditutup dengan mengikuti The Rudolstadt Festival di Jerman.
"Terima kasih atas sambutannya yang hangat dari masyarakat Indonesia di Malmö," kata Dewa Alit, lulusan STSI Denpasar yang tidak menduga grupnya disambut meriah diaspora Indonesia dan masyarakat Swedia.
Ketua Organisasi Svensk-Indonesia Bagusföreningen, Hans Hanson, menyatakan kekagumannya atas permainan dan musik kontemporer Bali komposisi Dewa Alit.
Ia menyebut penampilan musik mereka sebagai modern dan enak didengar.
"Semoga kita bisa bekerja sama di masa depan," katanya. (*)