Padang, (Antaranews Sumbar) - Pelaksanaan pilkada pada empat kota di Sumatera Barat menyisakan beragam cerita mulai dari keharuan kandidat saat mendapat kabar kemenangan, perjuangan  para tim sukses mengampanyekan calon hingga kisah kekalahan calon yang sedang menjabat.

     Pemilihan wali kota di Padang, Pariaman, Sawahlunto dan Padang Panjang telah memberikan sinyalemen bahwa rakyat selaku pemilih amat berdaulat dan punya kuasa menentukan siapa yang layak dipilih sebagai pemimpin.
   
 Lihat saja dari empat kota tersebut yang diikuti 12 pasang calon terdapat lima petahana yang mencalonkan diri kembali. Rupanya di tangan pemilih hanya dua orang yang mendapatkan kepercayaan kembali dan tiga lainnya harus merelakan kursi kepala daerah direbut pesaingnya yang merupakan wajah baru.
     
Di Padang dua petahana saling unjuk kekuatan yaitu pertarungan antara Wali Kota Mahyeldi dengan Wakil Wali Kota Emzalmi.

  Setelah bersama memenangkan pilkada Padang 2014, pada pilkada kali ini mereka memutuskan berhadap-hadapan namun Emzalmi harus mengakui keunggulan Mahyeldi.
 
  Mahyeldi yang memilih berpasangan dengan Hendri Septa  dan berdasarkan hitung cepat KPU Padang menang telak dengan perolehan 212.299 suara atau 62,9 persen.
   
Sedangkan Emzalmi yang berpasangan dengan Desri Ayunda harus memperoleh  125.211 suara  atau 37,1 persen.
 
  Meski pun pasangan Emzalmi-Desri diusung tujuh partai yaitu Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra, Nasdem, PKB, PPP dan Demokrat namun tak mampu mengantarkan pasangan ini meraih kursi wali kota.

    Sebaliknya pasangan Mahyeldi-Hendri yang hanya diusung dua partai yaitu PKS dan PAN berhasil meraup suara hingga 62 persen.

    Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang Edi Indrizal menilai kemenangan pasangan calon  Wali Kota Padang Mahyeldi-Hendri Septa sudah diprediksi sejak awal.

   "Salah satunya penyebab adalah  pesaingnya pasangan Emzalmi-Desri Ayunda diusung tujuh partai politik tapi tidak bisa menggerakan meisn politik dengan maksimal," kata dia.

    Ia menilai dari tujuh partai yang mengusung Emzalmi-Desri Ayunda  bahkan sebagian besar terbelah dan lebih banyak mendukung Mahyeldi-Hendri.

   Sementara di sisi lain, pemilih PKS dan PAN  yang mengusung Mahyeldi-Hendri lebih solid dan  paralel suaranya dengan dukungan kepada pasangan calon, kata dia.

   Ia menyampaikan faktor paling  banyak menentukan kemenangan di Pilkada Padang adalah figur  Mahyeldi sebagai Wali Kota petahana.

   "Mahyeldi menuai insentif politik yang lebih besar terlihat dari tingkat kepuasan publik yang cukup tinggi atas perubahan pembangunan dalam empat tahun terakhir," katanya.

    Sementara di Pariaman Wakil Wali Kota petahana Genius Umar yang mencalonkan diri bersama Mardison Mahyuddin berhasil memperoleh 54,95 persen suara diikuti pasangan Mahyuddin-Muhammad Ridwan 41,18 persen dan Dewi Fitri Deswati-Pabrisal 3,87 persen.

    Genius yang diusung lima parpol yaitu Partai Golkar, Partai PPP, Partai PAN, PDIP, Partai Bulan Bintang maju bersama ketua DPRD Pariaman Mardison Mahyuddin yang juga menjabat ketua Golkar Pariaman.

     Pesaingnya Mahyuddin juga bukan wajah baru karena pernah menjabat sebagai Wali kota di daerah yang berjuluk kota Tabuik itu. Sedangkan  wakilnya M Ridwan merupakan politisi muda PKS yang pernah menjabat sebagai ketua PKS Pariaman.

     Kemudian calon Wali Kota Dewi Fitri merupakan satu-satunya calon perempuan pada perhelatan pilkada serentak di empat kota yang  berpasangan dengan Pabrisal.

     Lain halnya di Padang Panjang yang diikuti empat pasang calon dua petahana yaitu Wali Kota Hendri Arnis dan Waki Wali Kota Mawardi harus merelakan kursi wali kota kepada pesaingnya.

      Hendri Arnis yang berpasangan dengan Eko Furqani hanya meraih 36,30 persen suara atau harus mengakui keunggulan pendatang baru Fadly Amran-Asrul yang meraih 39,62 persen suara.

     Sedangkan Wakil Wali Kota petahana Mawardi yang maju bersama Taufik Idris memperoleh 16,54 persen suara dan pasangan Rafdi M Syarif-Ahmad Fadli meraih 7,54 persen suara.

      Hal serupa juga terjadi di Sawahlunto. Pasangan petahana Ali Yusuf-Ismed yang mencalonkan diri kembali harus takluk dan mengakui kemenangan Deri Asta-Zohirin Sayuti.

      Ali Yusuf-Ismed yang sudah menjabat wali kota satu periode hanya mendapat dukungan 33,70 persen, Deri Asta-Zohirin Sayuti 47,08 persen dan Fauzi Hasan -Dasrial Ery 19,21 persen.

      Menurut Direktur Eksekutif Sumatera Barat Leadership Forum (SBLF) Riset dan Konsultan, Edo Andrefson kunci kemenangan Calon Wali Kota Pariaman Genius Umar  adalah figur yang kuat dan memiliki basis yang merata di empat kecamatan yang ada.

     Figur keduanya cukup kuat, satu wakil wali kota, satu ketua DPRD , apalagi genius dikenal sebagai sosok intelektual dan perencana kota, kata dia.

     Sedangkan di Padang Panjang ia melihat isu yg berkembang  soal kinerja dan beberap kasus yang terjadi menggerus suara pertahana. 
     
Karena kotanya kecil jadi pertarungan ini dimulai dari  siapa yang bisa mengkondisikan relawan dan masyarakat  lebih awal, kesiapan ini yang dimiliki Fadly Amran - Asrul, ujarnya.

      Ia juga menilai  Wakil Wali Kota petahana di Padang Panjang juga terlambat membangun basis dan relawan dan di kota yang berjuluk Serambi Mekkah ini juga  modal  menjadi alasan penentu kemenangan.

      Di Sawahlunto ia menganalissi kekalahan petahana  terjadi karena dianggap belum berhasil melanjutkan ide pembangunan Wali Kota sebelumnya Amran Nur.
   
Selain itu  kasus yang  ada di sekeliling Ali Yusuf juga turut menggerus suara dan Deri asta berhasil merebut basis suara di Talawi yang jumlah pemilihnya besar, kata dia.

     Berkaca dari kekalahan tiga petahana tersebut tersirat pesan masyarakat menjadi pemegang kedaulatan yang menentukan siapa yang layak menjadi pemegang tampuk pemerintah kota.

     Jika calon tersebut dinilai memiliki karya nyata maka diberikan kesempatan untuk memimpin kembali, namun jika tak tampak  hasil kerja bersiaplah untuk diganti dengan kandidat lain.




   


 

Pewarta : Ikhwan W
Editor : M R Denya
Copyright © ANTARA 2024