Bukittinggi, (Antaranews Sumbar) - Penanggungjawab Gunung Marapi, Sumatera Barat (Sumbar), dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Mamay Surmayadi memperkirakan letusan yang terjadi di gunung tersebut pada beberapa waktu lalu bersifat freatik dan masih dalam skala kecil.

"Letusan yang sifatnya freatik atau kontak uap panas magma dengan air di permukaan, susah dideteksi kapan karena di permukaan sekali," katanya di Bukittinggi, Senin.

Setelah erupsi pada Rabu (2/5), aktivitas Marapi selanjutnya cenderung tenang sehingga diperkirakan yang terjadi memang letusan freatik.

"Kalau letusan karena pergerakan magma dari bawah, setelah meletus diikuti aktivitas kegempaan. Marapi tidak demikian, malah datar-datar saja," katanya.

Dalam rentetan aktivitas Gunung Marapi sejak 1807, menunjukkan letusan yang masih dalam skala kecil dan menghasilkan abu. "Kami tetap pantau 24 jam karena ini gunung api aktif, kita berharap memang tidak meningkat," katanya.

Meski demikian, hingga sekarang Marapi masih ditetapkan dalam status waspada karena melihat karakter serta catatan aktivitasnya tersebut.

"Kalau di status waspada, menandakan kemungkinan peningkatan aktivitas gunung dapat terjadi sewaktu-waktu seperti yang terjadi di beberapa waktu belakangan dan ada batas dilarang beraktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak atau kawah," katanya.

Hal itu juga menjadi peringatan dini terhadap para pendaki yang cukup meminati pendakian ke gunung berketinggian 2.891 meter di atas permukaan laut tersebut.

Kawah sebagai pusat letusan dan sumber keluarnya gas-gas vulkanik yang dapat membahayakan bagi kehidupan, apalagi waktu letusan tidak dapat diprediksi.

Sebelumnya Marapi mengalami erupsi pada Jumat (27/4) dan Rabu (2/5). Terakhir kali erupsi pada awal Juni 2017 lalu sedangkan berstatus waspada sejak Agustus 2011. (*)

Pewarta : Ira Febrianti
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024