Padang, (Antaranews Sumbar) - Keinginan untuk mewujudkan kemandirian pangan nasional bukanlah suatu mimpi, dan dapat saja menjadi kenyataan meskipun upaya dalam mencapainya bukan pula persoalan mudah.

Namun, bukan tidak mungkin bisa diwujudkan selama keluh kesah dan harapan petani sebagai garda terdepan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas dapat terjawab. Kemudian adanya tawaran inovasi dan solusi secara bertahap menuju ke arah kemandirian tersebut.

Sebab, sudah menjadi rahasia umum ada beberapa persoalan yang dihadapi para petani, mulai dari beban produksi, irigasi, harga gabah, hama dan termasuk dengan bahan penyubur tanaman itu. Petani dihadapkan sulit mendapat pupuk bersubsidi karena masih ada oknum-oknum yang bermain dalam mata rantai distribusi ditingkat lapangan.

Permainan oknum-oknum itu, di antaranya terjadinya pengalihan peruntukan ke sektor perkebunan besar dengan bermacam modus, mulai penggantian karung dan lainnya karena ingin ambil untung lebih besar.

Tindak penyimpangan itu, indikasinya bermula dari pembuatan Rencana Daftar Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang syarat direkayasa. Sistem manual selama ini telah memberi ruang untuk tindak penyimpangan dalam perdistribusian bahan penyubur tanaman yang disubsidi pemerintah itu, sehingga tidak tepat sasaran.

Ketentuan dalam mendapatkan pupuk subsidi, prosedurnya petani memang harus tergabung dalam kelompok tani. Pengusulan melalui RDKK yang harus dapat pengesahan instansi terkait di kabupaten/kota.

Selanjutnya baru dapat mengambil ditingkat pengecer atau agen yang ditetapkan. Cara selama ini, manual atau sistem terbuka ini menimbulkan persoalan karena ada indikasi muncul kelompok-kelompok tani "siluman".

Kejanggalan dilapangan itu, terkadang tudingan diarahkan kepada produsen yang dianggap membatasi kuota. Padahal, produsen hanya menyiapkan alokasi pupuk bersubsidi berdasarkan RDKK yang sudah disepakati.

Dengan adanya kartu tani buah dari kolaborasi perbankan dengan industri pupuk, menjadi jawaban terhadap persoalan dihadapi petani di tanah air. Semoga menjadi angin segar, karena sistem tertutup ini akan memperkecil ruang tindak penyimpangan.

Jadi, apabila kekuatan yang dipadukan seperti gagasan Otoritas Jasa Keungan (OJK) dalam inklusi keuangan dan sinergitas sesama badan usaha milik negara (Perbankan-Industri pupuk) semakin mendekatkan untuk mewujudkan kemandirian pangan nasional.

Strategi yang diterapkan ini, tentulah akan membuat lebih baik dalam sistem penyaluran pupuk bersubsidi ke tingkat petani. Kini tentu tinggal bagaimana dalam pelaksanaan penerapan kartu tani, khusus di wilayah Sumatera Barat yang sedang dalam tahap koordinasi, sosialisasi dan persiapan sejumlah pihak yang terlibat.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Ir. Candra, M.Si ketika dikonfirmasi membenarkan pihaknya sudah berkoordinasi dengan  berbagai pihak untuk persiapan peluncuran kartu tani di daerah itu. Jadi, sudah hampir semua kabupaten dan kota telah disosialisasikan berkaitan dengan rencana penerapatan atau mulai menggunakan kartu tani dalam transaksi pembelian pupuk.

Bahkan, pendataan terhadap kabupaten untuk dijadikan model saat launching (peluncuran) perdana di Sumbar, yaitu Kabupaten Agam dan Kota Padang. "Mudah-mudahan sesudah lebaran idul fitri 2018, kita akan segera melaksanakan untuk musim tanam Oktober 2018 hingga Maret 2019," ungkapnya.

Kehadiran kartu tani, menurut dia, petani bisa mendapatkan bahan penyubur tanaman secara riil, transparan dan terukur serta terkendali nantinya. Kartu tani diperuntukan untuk mendukung dan jawaban terhadap keluh kesah petani dalam ketersediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi selama ini.

Kartu tani apabila diterapkan nanti, maka petani dapat pupuk sesuai usulan mereka waktu menyusun RDKK dan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET). Jadi, pada sistem kartu tani sudah disetting jumlah pupuk yang boleh diambil oleh setiap petani, dan harganya terkunci sesuai HET, kalau dilanggar maka kartu tidak akan respon lagi, katanya.

Soal teknis penerapan sistem kartu tani, ia menilai untuk tahap awal jelas saja petani ada belum pas dalam menggunakan kartu tersebut, namun lama kelamaan mereka akan terbiasa. Yang terpenting dalam verifikasi data petani harus akuran oleh instansi terkait di kabupaten dan kota.

Data alokasi pupuk subsidi Sumbar pada 2018 sebanyak 191.360 ton untuk 19 kabupaten dan kota terdiri atas jenis urea, SP36, ZA dan NPK serta pupuk organik. Secara jumlah olokasinya mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya 171.585 ton. Sosialisasi kartu tani (ilustrasi) (Ist)
Kartu Multifungsi
Tujuan adanya alokasi pupuk bersubsidi untuk mempermudah petani mendapatkan bahan penyubur tanaman itu, sehingga dengan sistem yang baru akan diterapkan dan HET sudah jelas maka tidak ada lagi pihak-pihak bisa untuk mempermainkan harga dan penyaluran salah sasaran.

Justru itu, khusus di Sumatera Barat dalam penerapan sistem tertutup penyaluran pupuk bersubsidi itu, selain bank pemerintah (BNI, BRI dan Mandiri), juga melibatkan Bank Nagari (BUMD).

CEO BNI Wilayah Sumbar, Riau, Kepri dan Kerinci Rahmad Hidayat ketika dikonfirmasi terkait dengan program kartu tani di Padang pada awal April 2018, menyampaikan bahwa sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah lintas sektoral dalam persiapan penerapan kartu tani di wilayah Sumatera Barat.

Rencana peluncuran yang akan dimotori oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Sumbar, nantinya juga melibatnya bank plat merah lainnya, serta berbagai instansi pemerintahan, dan ada juga perusahaan asuransi yang punya program mendukung petani.

Menurut Rahmat, rencananya kalau tidak ada aral melintang peluncuran pada tahun ini, hanya saja mencari waktu yang tepat dengan semua pihak yang akan terlibat. Pihaknya siap saja kapan dimulai, dan tinggal data dan lokasi sentra petani yang akan dicetak kartunya.

Kehadiran kartu tani, tentu dalam penyaluran pupuk bersubsidi maupun saprodi kepada para petani penerimanya bisa secara tepat jumlah, tepat jenis, tepat waktu, tepat tempat, tepat mutu, dan tepat harga. Selain itu, program kolaborasi ini sebagai bentuk dukungan BNI terhadap program peningkatan literasi dan inklusi keuangan yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Program Lakupandai.

Menyinggung adanya sebagian orang meragukan dalam pelaksanaan dilapangan akan menyulitkan petani, karena urusan panjang dan belum semua petani tahu sistem teknis perbankan. Menanggapi hal itu, Rahmat menyampaikan, sistem yang diterapkan BNI juga merekrut sebagian besar pedagang pengecer pupuk tersebut untuk menjadi Agen Lakupandai BNI, atau yang disebut Agen46.

Petani tidak akan jauh-jauh dan pelayanan didekatkan ke mereka melalui sistem yang ada. Pola seperti itu sudah diterapkan BNI seperti di Jawa Timur, lebih dari 4.000 pengecer diantaranya telah menjadi Agen46 sampai dengan Mei tahun ini. Dengan demikian, petani lebih mudah mendapatkan layanan perbankan di daerah tempat tinggalnya.

Kolaborasi antara industri pupuk dengan perbankan sebagai bentuk sinergitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang merupakan langkah sangat tepat dan strategis dalam menuju kemandirian pangan nasional. Ke depan, distribusi pupuk bersubsidi dapat lebih terkontrol, karena akan tercatat secara real time on line dan dapat dipantau melalui sarana dashboard yang telah disediakan.

Skema kartu tani, semua pihak terkait dapat melakukan pemantauan dan mengetahui kebutuhan pupuk petani pada minggu berikutnya. Pabrikan, distributor, pengecer harus menyiapkan kebutuhan dan mengontrol sampai masa panen, diyakini sedikit peluang terjadi kelangkaan.

Apalagi kartu tani yang bisa dimanfaatkan secara multifungsi bagi petani. Mulai dari mengedukasi petani bercocok tanam dengan perencanaan kebutuhan pupuk, berhemat atau menabung, dan melek kemajuan teknologi transaksi perbankan.

"Kita kalau sudah jalan program di Sumbar, kartu untuk petani bisa disiapkan. BNI kan sudah menerbitkan kartu tani pada sejumlah sentra di provinsi lain. Kini tinggal data petani yang telah diverifikasi instansi terkait," ujarnya.

Oleh karenanya, sangat diharapkan proses verifikasi data petani di wilayah sentra pertanian yang direncakan lebih cepat, tentu lebih baik. Berbagai inovasi itu, karena upaya pemerintah untuk menyejahterakan rakyat, khususnya petani periode demi periode terus dilakukan mulai dari subsidi benih, pupuk dan sistem pelaratan pertanian atau alsintan. Sejumlah petani terlihat sedang mengurai gabah kering panen seusai panen dan berharap harga jual GKP tetap stabil senilai Rp330.000/kg di sentra Kecamatan Kuranji, Padang, Jumat (27/4). Kalangan petani tidak bisa terlepas dari pupuk, dan berharap ketersediaan pupuk bersubsidi selalu ada saat musim tanam tiba.(Antarasumbar/Siri Antoni/4/18). (B)
Tujuannya supaya meringankan beban produksi para petani dan meningkatkan hasil yang diperoleh serta bisa keluar dari lingkaran tengkulak atau rentenir. Apabila sistem masih belum berubah dan bertahan dengan yang jauh dari sempurna selama ini, jelas akan tetap ada celah untuk tidak tepat sasaran.

Petani jadi korbannya sulit mendapatkan pupuk ketika musim tanam tiba. Produsen selalu mendapatkan getahnya karena jadi sorotan dan dikambing hitamkan ketika pupuk langkah. Mafia-mafia yang hidup dalam penderitaan petani yang selalu berjaya, maka sistem kini telah berubah dan musim berganti serta kekuatan telah disatukan, tindak penyimpangan akankah  berakhir?.***




 

Pewarta : Siri Antoni
Editor : Miko Elfisha
Copyright © ANTARA 2024