Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan bicara perempuan tidak hanya soal sanggul dan kecantikan.
"Bicara mengenai perempuan tidak hanya bicara mengenai sanggul dan kecantikan. Perempuan cantik, tidak hanya cantik penampilan, tapi juga cantik batin seperti hati, kecerdasan, wawasan, akhlak dan sebagainya," ujar Giwo di Jakarta, Rabu.
Pernyataan Giwo tersebut menanggapi puisi Sukmawati Soekarnoputri yang berjudul Ibu Indonesia, di dalam puisi itu menyinggung tentang adzan dan cadar menjadi kontroversi.
Giwo menjelaskan Kowani mendapatkan mandat sebagai "Ibu Bangsa" yang merupakan hasil keputusan Kongres Perempuan ke II tahun 1935. Dengan demikian, perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berarti berusaha membina pertumbuhan generasi penerus yang lebih sadar akan kebangsaannya.
"Seharusnya, kita dapat menjaga dan menghargai keragaman, termasuk yang dapat menyinggung keyakinan beragama," imbuh dia.
Giwo menjelaskan aturan hukum di Tanah Air juga melarang semua orang untuk berbicara yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Kami prihatin, karena justru isu SARA tidak pernah mati. Ada saja yang menggunakan isu itu sebagai cara untuk meraih tujuan. Entah itu tujuan politik atau ekonomi," cetus dia.
Giwo menambahkan isu itu menjadi komoditas yang laris manis dan selalu saja diproduksi dan direproduksi meski rambu regulasi sudah banyak diterbitkan di Indonesia.
"Sebenarnya nama Ibu Indonesia , adalah suatu hal yang mulia , yang pada tahun 1935 merupakan hasil keputusan kongres. Bahwa wanita Indonesia wajib menjadi ibu bangsa , jadi bukan untuk urusan konde dan sebagainya, tetapi tugas sebagai Ibu Bangsa adalah sangat berat,vital dan penting," papar dia.
Tugas sebagai Ibu Bangsa juga sangat mulia karena harus mempersiapkan sebuah generasi yang sehat jasmani dan rohani, jujur, rajin, berkarakter, cakap, pintar, berpengetahuan, tahan uji, kreatif, inovatif, unggul dan berdaya saing, berwawasan luas dan memiliki wawasan kebangsaan yang militan tak mudah menyerah, kokoh tergoyahkan dan membanggakan.
"Ibu bangsa memegang teguh persatuan dan kesatuan, oleh karenanya maka etika kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat penting," kata Giwo lagi. (*)
"Bicara mengenai perempuan tidak hanya bicara mengenai sanggul dan kecantikan. Perempuan cantik, tidak hanya cantik penampilan, tapi juga cantik batin seperti hati, kecerdasan, wawasan, akhlak dan sebagainya," ujar Giwo di Jakarta, Rabu.
Pernyataan Giwo tersebut menanggapi puisi Sukmawati Soekarnoputri yang berjudul Ibu Indonesia, di dalam puisi itu menyinggung tentang adzan dan cadar menjadi kontroversi.
Giwo menjelaskan Kowani mendapatkan mandat sebagai "Ibu Bangsa" yang merupakan hasil keputusan Kongres Perempuan ke II tahun 1935. Dengan demikian, perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berarti berusaha membina pertumbuhan generasi penerus yang lebih sadar akan kebangsaannya.
"Seharusnya, kita dapat menjaga dan menghargai keragaman, termasuk yang dapat menyinggung keyakinan beragama," imbuh dia.
Giwo menjelaskan aturan hukum di Tanah Air juga melarang semua orang untuk berbicara yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Kami prihatin, karena justru isu SARA tidak pernah mati. Ada saja yang menggunakan isu itu sebagai cara untuk meraih tujuan. Entah itu tujuan politik atau ekonomi," cetus dia.
Giwo menambahkan isu itu menjadi komoditas yang laris manis dan selalu saja diproduksi dan direproduksi meski rambu regulasi sudah banyak diterbitkan di Indonesia.
"Sebenarnya nama Ibu Indonesia , adalah suatu hal yang mulia , yang pada tahun 1935 merupakan hasil keputusan kongres. Bahwa wanita Indonesia wajib menjadi ibu bangsa , jadi bukan untuk urusan konde dan sebagainya, tetapi tugas sebagai Ibu Bangsa adalah sangat berat,vital dan penting," papar dia.
Tugas sebagai Ibu Bangsa juga sangat mulia karena harus mempersiapkan sebuah generasi yang sehat jasmani dan rohani, jujur, rajin, berkarakter, cakap, pintar, berpengetahuan, tahan uji, kreatif, inovatif, unggul dan berdaya saing, berwawasan luas dan memiliki wawasan kebangsaan yang militan tak mudah menyerah, kokoh tergoyahkan dan membanggakan.
"Ibu bangsa memegang teguh persatuan dan kesatuan, oleh karenanya maka etika kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat penting," kata Giwo lagi. (*)