Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dipastikan kembali maju menjadi calon Presiden RI untuk periode 2019 sampai 2024 
pada Pemilu Pemilihan Presiden yang akan rencana pada 17 April 2019. 

        Pemilu tahun 2019 itu akan jadi pemilihan umum pertama dan menjadi sejarah baru karena dalam waktu bersamaan setiap rakyat pemilih akan menentukan pilihan pada pasangan calon presiden-/wakil presiden yang menjadi peserta, sekaligus memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota di masing-masing bilik suara.

        Meskipun masa pencalonan presiden dan wakil presiden baru akan dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada tanggal 4 hingga 10 Agustus 2018, bursa nama calon wakil presiden sudah beredar sejak kuartal terakhir tahun lalu.

        Sejumlah nama calon wakil presiden yang sudah disebut-sebut antara lain Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar yang gambar/foto besar dirinya terbentang besar di atas jalan-jalan di sejumlah provinsi di Jawa.

        Nama Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Hanura telah diumumkan pula secara aklamasi oleh Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang pada pekan lalu sebagai calon wakil presiden.
   
     Nama Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan nonaktif dan putri dari Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, juga santer disebut-sebut sebagai calon pendamping Jokowi dalam pemilu tahun depan.

        Walaupun Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan telah menampik kesediaannya untuk dicalonkan sebagai wakil presiden karena yang dia inginkan hanya Jokowi bisa menjadi presiden selama dua periode. Meskipun demikian namanya tidak pernah menghilang dari potensi menjadi calon wakil presiden.

        Begitu juga nama mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang juga akan pensiun dari dinas aktif kemiliteran pada Maret 2018.

        Lalu nama mantan Panglima TNI yang kini menjabat Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko.

        Begitu pula nama Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan juga berpotensi menjadi calon wakil presiden.

        Sementara Partai Golkar saat ini sedang menggenjot elektabilitas ketua umumnya untuk menjadi calon wakil presiden. Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto yang juga Menteri Perindustrian menjadi figur kuat untuk menjadi calon wakil presiden mendatang.

        Dari kalangan profesional, nama Menteri Keuangan Sri Mulyani yang baru mendapat gelar sebagai menteri terbaik di dunia dan nama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga terseret dalam bursa calon wakil presiden mendatang dan telah masuk dalam radar sejumlah lembaga survei.
                                    Ada di kepala
   Jokowi mengaku sudah memiliki nama calon pendampingnya tetapi dia belum bersedia mengumumkan karena masih menunggu pertemuan-pertemuan dengan partai pengusung dan pendukungnya.

        Untuk Pemilu 2019, partai pengusung dan pendukung Jokowi adalah partai-partai peserta Pilpres 2014 yang mendukung pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla, yakni PDI Perjuangan, PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI, ditambah partai yang masuk ke koalisi pemerintahan yakni Partai Golkar, PAN, dan PBB, plus sejumlah partai baru peserta Pemilu 2019 yakni Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Berkarya, dan Partai Garuda.

        Pada Jumat (23/2) lalu setelah acara penyerahan sertifikat tanah adat di Pura Dalem Sakenan Serangan Kota Denpasar, Bali, Kepala Negara ditanya wartawan tentang tokoh atau calon yang paling sesuai dengan visi misinya, Jokowi hanya tersenyum.

        Ia mengakui dalam benaknya sudah ada calon yang dimaksud tetapi belum akan disampaikannya sebelum berbicara dengan partai-partai pengusungnya.

        Ada di sini, ya ada, katanya sambil menunjuk ke arah pelipis kirinya.

        Ia menegaskan jika telah ada kesepakatan dengan semua partai dan bertemu secara intensif maka baru akan ditentukan.

        Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan dua kriteria pokok sebagai calon pendamping Jokowi yakni mampu menambah tingkat elektabilitas Jokowi dan harus memiliki ketokohan dan kepemimpinan sehingga bisa menjadi Presiden bila diperlukan, dengan memiliki pengalaman dalam pemerintahan.

        Calon yang disampaikan oleh Jusuf Kalla itu bisa saja berasal dari kalangan birokrasi, termasuk TNI-Polri, kalangan profesional, atau partai politik.

        Jusuf Kalla yang telah dua kali menjadi wakil presiden untuk periode 2004-2009 dan periode 2014-2019, berdasarkan ketentuan UUD 1945 tidak bisa lagi menjadi calon wakil presiden, kecuali kalau dia bersedia kembali menjadi calon presiden sebagaimana Pilpres tahun 2009.

        Memang sangat logis bahwa calon pendamping Jokowi mendatang adalah tokoh yang bisa menambah tingkat elektabilitas Jokowi.

        Mengacu pada hasil Pilpres 2014, pasangan Jokowi-JK meraih 70.997.833 atau 53,15 persen suara dari rakyat pemilih sedangkan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 atau 46,85 persen suara rakyat. Pasangan Jokowi-JK unggul 8.421.389 suara.

        Kementerian Dalam Negeri telah menyerahkan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang memuat sekitar 196,5 juta orang ke KPU. KPU akan mencocokkan dan meneliti data itu untuk masuk dalam daftar pemilih tetap.

        Ketua KPU Arief Budiman menargetkan tingkat partisipasi rakyat pemilih dalam memberikan suara pada Pemilu 2019 sebesar 77,5 persen.

        Dengan demikian tokoh yang bisa menambah tingkat elektabilitas Jokowi, di atas kertas, berasal dari partai pengusung atau pendukung yang berbeda dengan partai pengusung di tahun 2014.

        Suara untuk Jokowi akan mendapat tambahan dari suara pemilih dari Partai Golkar, PAN, PPP, atau empat partai baru tersebut. Partai Golkar sebagai partai kedua terbesar dalam perolehan suara Pemilu Legislatif pada 2014 dengan mengantongi 18.432.312 suara tentu saja dapat menambah perolehan suara bagi Jokowi secara signifikan.

        Seluruh partai pengusung Jokowi untuk Pemilu 2019 ini memang perlu bertemu untuk memutuskan siapa calon yang akan diajukan.

        Calon pendamping Jokowi dari jalur profesional atau TNI-Polri termasuk birokrasi juga dipastikan akan menambah suara untuk Jokowi.

        Sosok seperti Susi, Sri Mulyani, atau Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono tentu saja memiliki pemilih tersendiri, begitu pula dari kalangan TNI-Polri.

        Faktor "X" lain yang dapat menjadi pertimbangan bagi pendamping Jokowi adalah tokoh yang kuat dan memahami berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan, terutama bidang ekonomi, serta memiliki figur yang tenang dan tidak terlalu sering tampil di media untuk mengomentari berbagai hal.

        Dengan demikian faktor "chemistry" berpengaruh juga bagi calon pendamping Jokowi.

        Presiden Jokowi meyakini jika dirinya mendapatkan kesempatan untuk menjalankan periode kedua sebagai Presiden maka pemerintahannya akan lebih stabil dan efektif.

        Memang wajar Jokowi memiliki keyakinan seperti itu dengan melihat banyaknya partai yang mendukungnya. Jokowi meyakini bahwa dukungan partai-partai menyatu dengan dukungan rakyat.

        Keyakinan itu tentu saja bakal diuji kembali pada Pemilu 2019 ketika menghadapi pasangan calon presiden/wakil presiden lain.(*)

Pewarta : Budi Setiawanto
Editor : Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2024