Padang - Pameran Sejarah Pers Nasional di Minangkabau yang digelar sejak 1 Desember 2017 menjadi salah satu magnet penarik bagi masyarakat yang berkunjung ke Museum Adityawarman, Padang.
Sejak dibuka oleh Wakil Gubernur Nasrul Abit, belasan ribu orang telah datang untuk melihat rekam sejarah yang ditorehkan tokoh Minangkabau dalam bidang jurnalistik itu.
"Belasan ribu orang telah datang untuk melihat-lihat pameran ini. Hingga pameran selesai 1 Juni 2018 diperkirakan lebih dari 20 ribu orang yang akan datang," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Adityawarman, Adi Saputra.
Hal itu bukan tidak mungkin, karena rata-rata pengunjung yang datang selama dua bulan pelaksanaan pameran sekitar 10 ribu orang atau lima ribu perbulan. Jika dikalikan hingga Juni 2018 memang akan cukup banyak total jumlahnya mencapai 30 ribu orang.
Belum lagi jika tamu peserta HPN 2018 dari 34 provinsi sudah datang ke Sumbar. Bisa-bisa jumlah kunjungan makin membludak, karena sebagai seorang wartawan, tentu sejarah yang berkaitan dengan profesinya akan cukup menarik untuk dinikmati.
Sejarah Pers yang dipamerkan dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi dimulai dari zaman Belanda.
Periode awal adalah saat surat kabar pertama diterbitkan. Surat kabar itu seperti Sumatra Courant, Padangzch Niews en Adventertentieblab, Padangsch Handelsblad dan Sumatra Bode.
Kemudian periode kedua (zaman bergolak), mayoritas koran dan majalah terbitan berbahasa melayu oleh orang Minang.
Periode ketiga semasa penjajahan tentara Jepang. Kemudian periode empat pada masa-masa perjuangan. Saat itu surat kabar dan majalah tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan berupa alat menggelorakan semangat perjuangan.
Periode lima antara tahun 1950-1958 dimana koran Haluan dan Penerangan mendominasi pembacanya.
Pada periode enam, koran diterbitkan saat kecamuk perang PRRI yang kemudian disusul munculnya G30S.
Periode selanjutnya memperlihatkan perjalanan pers orde baru dan reformasi.
Benda yang dipajang dalam pameran itu berjumlah 83 buah koleksi yang terdiri dari surat kabar dari masa ke masa, benda penunjang pers seperti kamera, mesin tik, telpon, radio dan recorder.
Kemudian dilengkapi dengan foto-foto Ketua PWI Sumbar dari masa ke masa, dokumentasi kegiatan kewartawanan Adinegoro, filateli serta buku dan piagam penghargaan lainnya.
“Pameran ini diharapkan mampu meningkatkan semangat dan antusiasme generasi muda yang berkunjung dan belajar di museum ini. Pameran itu jiga diharapkan bisa menjadi sarana edukasi dan hiburan bagi pengunjung," kata Adi.
Sementara itu Wakil Gubernur Nasrul Abit mengatakan pameran yang digelar adalah salah satu iven di Hari Pers Nasional. Pameran itu diharapkan menjadi sarana informasi bagi masyarakat untuk mengetahui perjuangan sejarah media di ranah Minangkabau.
"Tokoh Minangkabau dari dulu telah berkiprah secara nasional di bidang pers. Generasi muda saat ini bisa menjajaki pemikiran mereka dari barang-barang peninggalan ini," katanya.***
Sejak dibuka oleh Wakil Gubernur Nasrul Abit, belasan ribu orang telah datang untuk melihat rekam sejarah yang ditorehkan tokoh Minangkabau dalam bidang jurnalistik itu.
"Belasan ribu orang telah datang untuk melihat-lihat pameran ini. Hingga pameran selesai 1 Juni 2018 diperkirakan lebih dari 20 ribu orang yang akan datang," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Adityawarman, Adi Saputra.
Belum lagi jika tamu peserta HPN 2018 dari 34 provinsi sudah datang ke Sumbar. Bisa-bisa jumlah kunjungan makin membludak, karena sebagai seorang wartawan, tentu sejarah yang berkaitan dengan profesinya akan cukup menarik untuk dinikmati.
Sejarah Pers yang dipamerkan dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi dimulai dari zaman Belanda.
Kemudian periode kedua (zaman bergolak), mayoritas koran dan majalah terbitan berbahasa melayu oleh orang Minang.
Periode ketiga semasa penjajahan tentara Jepang. Kemudian periode empat pada masa-masa perjuangan. Saat itu surat kabar dan majalah tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan berupa alat menggelorakan semangat perjuangan.
Periode lima antara tahun 1950-1958 dimana koran Haluan dan Penerangan mendominasi pembacanya.
Pada periode enam, koran diterbitkan saat kecamuk perang PRRI yang kemudian disusul munculnya G30S.
Periode selanjutnya memperlihatkan perjalanan pers orde baru dan reformasi.
Benda yang dipajang dalam pameran itu berjumlah 83 buah koleksi yang terdiri dari surat kabar dari masa ke masa, benda penunjang pers seperti kamera, mesin tik, telpon, radio dan recorder.
“Pameran ini diharapkan mampu meningkatkan semangat dan antusiasme generasi muda yang berkunjung dan belajar di museum ini. Pameran itu jiga diharapkan bisa menjadi sarana edukasi dan hiburan bagi pengunjung," kata Adi.
Sementara itu Wakil Gubernur Nasrul Abit mengatakan pameran yang digelar adalah salah satu iven di Hari Pers Nasional. Pameran itu diharapkan menjadi sarana informasi bagi masyarakat untuk mengetahui perjuangan sejarah media di ranah Minangkabau.
"Tokoh Minangkabau dari dulu telah berkiprah secara nasional di bidang pers. Generasi muda saat ini bisa menjajaki pemikiran mereka dari barang-barang peninggalan ini," katanya.***