Sejumlah seniman asal Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, menggagas kegiatan budaya bertajuk "Payokumbuah Botuang Festival 2017" dengan melibatkan masyarakatsebagai peserta aktif pada 26 November hingga 2 Desember 2017.
"Masyarakat dalam kegiatan ini tidak hanya diposisikan sebagai penonton, tetapi juga sebagai peserta, terutama mereka yang setiap hari bersinggungan dengan bambu, baik sebagai seniman maupun pengrajin," kata salah seorang kurator PBF, Dr. Yusril di Padang, Kamis.
Ia mengatakan itu didampingi kurator lainnya, S. Metron, panitia dari Dinas Kebudayaan Sumbar, Muasri, dan perwakilan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Payakumbuh, AR. Rahman.
Menurut dia, masyarakat Payakumbuh secara budaya sudah akrab dengan bambu. Sebagian besar kesenian dari daerah itu seperti saluang, sampelong, sirompak berkaitan dengan bambu. Bahkan ada talempong (alat musik khas Minangkabau yang biasa berbahan logam) yang dibuat bambu.
Sejumlah nama daerah di Kota itu juga menggunakan nama bambu seperti Parak Botuang, Subarang Botuang, Aua (jenis bambu) Kuniang.
Malah sekitar 40 persen masyarakat Nagari Aur Kuning berprofesi sebagai pengrajin bambu.
Tetapi anehnya saat ini, tanaman bambu mulai sulit didapatkan di daerah itu dan bahan baku harus dibeli dari daerah lain.
"Keunikan ini membuat panitia memutuskan mengambil bambu dengan dialek lokal, Botuang sebagai judul kegiatan," kata dia.
Tidak hanya sebagai nama, tapi seluruh kegiatan yang digelar dalam festival itu hampir semuanya bersinggungan dengan bambu.
"Secara umum PBF 2017 ini dibagi tiga bagian, pertama berkaitan dengan kuliner yang menyajikan banyak masakan berbahan bambu seperti rebung. Kedua Street festival yang memberi ruang dan mengakomodasi seniman untuk mempertunjukkan pembacaannya tentang seni dan budaya, ketiga berkaitan dengan bambu seperti pameran instalasi dari bambu dan work shop," kata dia.
Tempat pelaksanaan juga dibagi dua, pertama di Ampangan yang menyajikan pemandangan alam yang luar biasa. Kemudian di Jembatan Ratapan Ibu, salah satu tempat bersejarah di Payakumbuh.
Sekitar 11 kelompok kesenian dari berbagai daerah seperti Riau, Bandung, Bali dan Yogyakarta telah menyatakan hadir dalam acara tersebut. Termasuk sejumlah peninjau dari luar negeri.
Selain itu ahli di bidang bambu, seperti Doktor bidang arsitektur bambu dari ITB juga akan hadir.
Kurator PBF 2017 S. Metron mengatakan peninjau yang sudah menyatakan hadir tidak saja dari provinsi dari luar Sumbar, tetapi juga dari luar negeri seperti Thailan, New Zealand, dan Australia.
Peninjau itu menurut dia menjadi hal yang penting bagi PBF 2017 dan seniman yang tampil, karena lewat merekalah nanti PBF akan dikenal dunia, selain liputan media.
Sementara itu panitia dari Dinas Kebudayaan Sumbar Muasri mengatakan PBF tersebut secara administrasi merupakan kegiatan provinsi, tetapi secara teknis dilaksanakan semua oleh seniman dan masyarakat Payakumbuh.
Gagasan dari seniman Payakumbuh itu semula dibawa oleh Anggota DPRD Sumbar, Supardi ke Dinas Kebudayaan dan mendapatkan tanggapan positif.
"Kita berharap daerah lain juga menggelar kegiatan serupa agar pekan budaya Sumbar dengan format berbeda kembali bisa dihidupkan," katanya. (*)