Padang, (Antara Sumbar) - Sekilas jika melihat penampilannya tak ada yang menduga perempuan murah senyum berusia 56 tahun asal Semarang, Jawa Tengah itu, merupakan pucuk pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

         Perempuan yang sudah seperembat abad mengabdikan diri kepada negara melalui korps Adhiyaksa itu adalah Diah Srikanti,  isteri sekaligus ibu dari dua orang anak.

         Sebagai orang nomor satu di Kejati Sumbar, Diah membawahi 186 jaksa serta staf juga 16 Kejaksaan Negeri (Kejari), serta enam cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) yang tersebar di 19 kabupaten dan kota.

         Jabatan yang dipangku Diah saat ini, bukan seperti emas yang jatuh dari langit. Itu adalah hasil kerja keras dan perjuangan yang dilakoni sejak 1982, saat pertama kali diangkat sebagai jaksa.

         Pahit manis sebagai seorang jaksa sudah dikecap oleh alumni Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro itu dalam 25 tahun terakhir. Mulai dari pindah tugas bidang ke bidang, bahkan pindah daerah yang harus membuatnya terpisah dari keluarga tercinta.

         Riwayat tugasnya berawal dari Jaksa Fungsional, lalu Kepala Sub Bagian Penyusunan Pertimbangan Hukum pada Kejaksaan Agung RI, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejari Jakarta Utara dan Kepala Kejari Tipe B Cikarang.

         Kemudian Asisten Pembinaan Kejati Banten, Kepala Kejari Purwokerto, Inspektur Muda Jamwas Kejagung, dan Asisten Pembinaan Kejati Sumatera Selatan.

         Sebelum sampai pada jabatan Kajati Sumbar, ia menjabat sebagai Wakil Kepala Kejati Jawa Timur, dan Koordinator di Kejagung bagian Intelijen. Sosok Diah adalah bukti bahwa kaum hawa berpeluang untuk mengisi  posisi, sekalipun  identik dengan  pekerjaan pria.

         Meski begitu jabatan dan tugas tak  membuatnya lupa akan kodratnya sebagai perempuan. Baik kewajibannya sebagai isteri, ataupun sebagai ibu.

         Buktinya ia berhasil mendidik kedua anak perempuannya yang saat ini telah berprofesi sebagai dokter, dan satu lagi arsitek.

         "Saya bisa sampai ke tahap ini karena dukungan penuh dari keluarga. Saat terpisah dengan anak-anak saya selalu menjalin komunikasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi," katanya.

         Ketika disinggung apakah gendernya berpengaruh dalam menjalankan tugasnya sebagai jaksa, atau  dalam mengemban jabatan struktural, ia menepis pandangan tersebut.

         Baginya selagi mengedepankan profesionalisme saat bertugas, dapat menelaah kasus yang ditangani secara jernih, pandai memposisikan diri, jenis kelamin tidak akan menjadi penghalang.

         Jika ada yang tetap beranggapan sinis bahwa wanita itu lemah, Diah Srikanti sudah mematahkan mitos itu  sejak menjabat sebagai Kepala Kejari Purwekerto pada 2008.

         Wanita itu adalah salah satu jaksa tim eksekutor terpidana mati narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Cilacap pada 2008 . Ia menyaksikan tembakan eksekusi dilakukan, sampai memastikan yang dieksekusi sudah tidak bernyawa.

         Kepada perempuan-perempuan Indonesia ia berpesan agar tidak  "minder" dan gigih memperjuangkan mimpi, apalagi negara saat ini telah memberi ruang dan kesempatan lebih kepada perempuan untuk berkarir.

         "Yang penting pahami bidang apa yang disukai, terus perkaya ilmu dan pendidikan untuk mewujudkannya. Perempuan Indonesia adalah perempuan hebat," katanya.

   
    Makhluk Hebat

    Sejalan dengan itu  Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise pada peringatan hari Kartini di Sawahlunto, Sumbar mengatakan kaum perempuan adalah makhluk hebat dan tahan uji dalam kehidupan berumah tangga.

         "Perempuan sanggup mengatasi segala bentuk persoalan dalam keluarga dalam fungsinya sebagai seorang pengelola kebutuhan suami sekaligus menjadi guru pertama bagi anaknya dalam membentuk karakter manusia Indonesia," kata dia.

         Menurutnya, tingkat risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga bisa ditekan jika ketahanan keluarga yang dimulai oleh kaum perempuan bisa dipertahankan oleh seluruh anggota keluarga dan lingkungan.

         Ia mengatakan saat ini  Indonesia telah ditunjuk sebagai proyek percontohan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak serta toleransi antara umat seagama dan beragama.

         "Salah satu indikator penunjukan tersebut adalah fakta penduduk Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga dinilai mampu menerapkan ajaran untuk menghormati hak perempuan," kata dia.

         Oleh sebab itu dibutuhkan dorongan bersifat menyeluruh oleh seluruh komponen bangsa ini demi terwujudnya misi yang diembankan tersebut, yakni dengan menjaga terlindunginya hak anak sebagai generasi penerus bangsa.

         "Kartini adalah simbol kebangkitan kaum perempuan di Indonesia dalam memperjuangkan haknya untuk hidup setara dengan pria di berbagai bidang pembangunan," kata dia

         Menurut dia, sejak masa prakemerdekaan bangsa ini telah melahirkan tokoh-tokoh wanita yang unggul di berbagai bidang.

         Bahkan pada masa perjuangan fisik menuju Indonesia merdeka, sejarah mencatat sumbangsih para pahlawan nasional seperti Cut Nyak Dien dari Aceh, Rasuna Said dan Siti Manggopoh dari Sumatera Barat dan Martha Christina Tiahahu dari Ambon yang mampu menunjukkan kegigihan mereka dalam membangun Indonesia yang maju.

         "Namun seiring berubahnya tatanan kehidupan dunia telah memicu pergeseran pandangan terhadap pentingnya menghargai peranan kaum perempuan sebagai penjaga terciptanya regenerasi penerus perjuangan bangsa," kata dia.

         Hal itu, lanjutnya, terlihat dari banyaknya bermunculan kasus kekerasan dan kejahatan yang menempatkan perempuan dan anak sebagai korban.

         "Melihat kondisi tersebut maka dibutuhkan gerakan yang bersifat menyeluruh  agar hak-hak perempuan dan anak bisa kembali terjaga," imbuhnya.

         Selain membangun sebuah regulasi yang bijak dan tegas dalam memberi sanksi kepada pelaku kejahatan terhadap perempuan dan anak, membuka peluang dan kesempatan untuk berkarya bagi perempuan merupakan hal yang tidak kalah penting untuk diwujudkan.

         "Kartini sudah memulainya seabad yang lalu dan saat ini adalah giliran kita semua untuk menunjukkan bagaimana kuatnya wanita Indonesia dalam membentengi generasi penerus untuk membangun bangsa Indonesia agar lebih besar dan bermartabat," ajaknya.  (*)
 


Pewarta : Ikhwan Wahyudi dan Fathul Abdi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024