Di mata pecintanya, kopi adalah minuman yang paling adil karena berhasil menepis pandangan pahit itu buruk dan manis itu baik, mengingat keduanya padu dalam secangkir kenikmatan yang tak pernah jemu.
Karena itu tak ada yang lebih baik dari kopi yang diseduh dengan ketabahan laksana pelukan ibu yang tak bosan menunggu, serta pundak ayah yang tak jenuh memanggul beban.
Menyesap secangkir kopi saat membuka hari laksana paparan refleksi hidup yang terkadang manis namun adakalanya pahit.
Indonesia mendapat julukan "home of world's finest coffe" atau rumah kopi terbaik di dunia atas reputasinya sebagai negara yang masuk dalam jajaran lima besar penghasil kopi terbesar di dunia.
Di Sumatera Barat kopi juga lekat dengan keseharian masyarakat selaku penikmat yang diolah dengan telaten dari tangan para petani.
Sentra kopi di provinsi itu berada di Kabupaten Solok, Tanah Datar, Limpuluh Kota, Solok Selatan dan Pasaman. Luas areal perkebunan kopi pada enam sentra itu berdasarkan data Bidang Perkebunan provinsi, tercatat 20.754 hektare dengan produksi sekitar 15.670 ton per tahun.
Karena itu Pemerintah provinsi terus mendorong para petani khusus di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam yang merupakan salah satu sentra kopi di provinsi itu, agar menggiatkan kembali menanam kopi jenis arabika maupun robusta.
Dorongan, anjuran perluasan dan peningkatan produktivitas kopi itu disampaikan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno ketika mengunjungi sentra kopi yang berada di papasan bukit barisan tersebut, bersama rombongan trabas adventure Sumbar 1 pada 26 Maret 2017.
Dalam kesempatan itu, Irwan mendorong masyarakat untuk menggiatkan kembali pengembangan komoditas kopi agar produksinya meningkat dan berdampak terhadap pendapatan petani.
Apalagi bagi kalangan petani di Palambayan, Agam, budi daya tanaman kopi tidak asing karena sudah dilakoni sejak puluhan tahun silam.
Irwan mengatakan kualitas kopi yang ada di Sumbar cukup bagus, bahkan menurut para pecintanya kopi asal sentra daerah ini merupakan salah satu yang memiliki cita rasa terbaik.
Buktinya kopi Sumbar sudah memiliki pasar sampai ke Jakarta, Yogjakarta, bahkan keluar negeri di antaranya Australia, Italia, Thailand, Norwegia, dan China, serta negara lain di Eropa, katanya.
Apabila produksi tanaman kopi meningkat akan menjadi nilai tambah bagi para petani dan punya daya saing di pasaran, lanjutnya.
Dari data yang dihimpun dalam kurun waktu 2013-2015, sebanyak 22 ton Kopi Solok Minang telah diekspor ke Australia, dua ton ke Thailand dan 1,5 ton ke Italia.
Irwan berharap, dengan semakin dikenalnya produk Kopi Minang di mancanegara, akan membuka pasar yang lebih besar untuk komoditas kopi dari daerah lain di Sumbar seperti kopi asal Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, dan Pasaman Barat.
Selain memperkenalkan kopi ke mancanegara, Pemerintah Provinsi Sumbar juga melakukan promosi untuk masyarakat lokal melalui Festival Kopi Sumatera Barat yang dilakukan setiap tahun.
Berdasarkan sejarah perkopian di Minangkabau penanaman sudah dimulai sekitar abad ke-18, saat itu masyarakat Minang hanya memanfaatkan daunnya untuk dijadikan minuman.
Pada zaman itu dikenal dengan sebutan "Melayu kopi daun", dan sampai sekarang masih dikenal dengan sebutan "Kawa Daun". Tempat atau tadah minumnya juga khas dengan tempurung kelapa yang sudah dibersihkan.
Wisata Kuliner
Komoditas kopi bukan sekadar berkontribusi terhadap devisa negara, namun belakangan sudah menjadi magnet tersediri di suatu daerah untuk menggoda para wisatawan.
Misalnya ketika ke Sumatera Barat, pengunjung bisa mencicipi Kopi Solok Minang yang telah terkenal di Nusantara dan Mancanegara.
Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) Syafrudin mengapresiasi perkembangan kualitas dan kuantitas kopi yang ada di Sumatera Barat.
Kalau ingin lebih khas lagi dalam mencicipi kopi, ada kopi kawa daun, yang menjadi daya tarik tersendiri dalam melengkapi kuliner di Sumbar untuk disuguhkan kepada wisatawan.
Masyarakat yang suka dan pencinta kopi bisa mendapatkannya di kedai-kedai di wilayah Tanah Datar, Bukittinggi, Agam dan Payakumbuh.
Minum kopi kawa bila dilengkapi dengan goreng pisang panas, sambil santai dan ngobrol maka lengkaplah kenikmatan rasanya.
Kebiasaan masyarakat Minang pada dekade awal berkembang komoditas ini dengan memanfaatkan daun kopi.
Tidak hanya itu, kopi asal Sumbar juga ikut populer saat menjadi salah satu minuman yang dinikmati dalam film layar lebar Ada Apa Dengan Cinta 2 pada salah satu adegan di kafe di Yogyakarta.
Dalam adegan tersebut pemeran utama Rangga dan Cinta singgah di salah satu kafe langganannya dan meminta pramusaji membuatkan kopi arabika Solok yang sebelumnya telah menjadi kegemarannya.
Cuplikan adegan tersebut membuat kopi Solok menjadi kian populer dan dicari banyak orang di berbagai kafe untuk mencoba kenikmatan rasanya.
Agaknya kopi adalah tumbuhan hidup yang menghidupkan entah cerita, entah rasa atau prasangka, sekadar perasaan hangat dipeluk cuaca mau pun dingin cinta yang terluka dan yang jelaskopi bukan sekedar buah.
Dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki, seperti tersedianya lahan dengan ketinggian di atas 1.000 meter dari permukaan laut (mdpl) dan tingginya minat petani untuk mengembangkan kopi arabika, maka dapat dijadikan primadona baru komoditas perkebunan di Sumatera Barat. (*)