Padang, (Antara Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar) mencatat angka  impor provinsi itu pada Februari 2017 mengalami penurunan  sebesar 1,45  persen dengan total nilai mencapai 44,25 juta dolar Amerika Serikat (AS).

         Januari 2017 nilai impor Sumbar mencapai 44,85 juta dolar AS, Februari  2017  turun  menjadi 44,20 juta dolar AS yang  masih didominasi oleh golongan bahan bakar mineral, kata Kepala BPS Sumbar, Sukardi di Padang, Kamis.

         Menurut dia  golongan barang impor pada Februari  2017 paling besar adalah  bahan bakar mineral  sebesar 40,33 juta dolar AS, golongan perabot dan penerangan rumah  1,75 juta dolar AS dan  golongan garam, belerang dan kapur  0,88 juta dolar AS.

         Sementara negara pemasok impor terbesar Februari 2017   adalah  Singapura  sebesar 27,49 juta dolar AS dan Malaysia  13,06 juta dolar AS, Korea Selatan 1,75 dolar AS, Oman 0,88 juta dolar AS dan Swedia 0,61 juta dolar AS,  kata dia.

         Ia menyebutkan impor dari  Singapura  memberikan peran sebesar 75,84 persen dan Malaysia   13,06  persen  terhadap total impor Sumbar pada  Februari.

         Sukardi menambahkan barang impor tersebut masuk melalui pelabuhan Teluk Bayur yang jumlahnya mencapai 42,43 juta dolar AS dan Bandara Internasional Minangkabau 1,77 juta dolar AS.

          Terpisah, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan  saat ini ekspor dan impor Indonesia mengalami defisit dan jika rupiah terlalu kuat maka yang akan terjadi adalah biaya impor  murah sehingga produksi dalam negeri  turun.

         Akibatnya impor akan semakin besar mengalami defisit dan ekspor menjadi tidak kompetitif, katanya pada temu wartawan daerah Bank Indonesia.

         Mirza menyebutkan pada 2013 ekspor dan impor Indonesia mengalami defisit sekitar 31 miliar dolar AS, 2014 17 miliar dolar AS dan pada 2016 sekitar 21 miliar dolar AS.

         Namun, menurutnya pada kurun waktu 2000 sampai 2010 ekspor dan impor Indonesia sempat mengalami surplus karena ketika itu harga komoditas sedang bagus.

         Ia mengatakan ekspor Indonesia didominasi oleh pertambangan dan perkebunan  namun  setelah 2010 harga komoditas tersebut turun. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024